Bukan Cuma Hakimnya, Pentolan ICC Juga Masuk Dalam Buruan Rusia Gegara Mau Tangkap Putin
TRIBUNNEWS.COM - Kementerian Dalam Negeri Rusia dilaporkan menambahkan Presiden Pengadilan Kriminal Internasional (international criminal court/ICC), Piotr Hofmanski ke dalam daftar buronan.
Kantor berita Rusia, TASS pada Senin (25/9/2023) melaporkan Piotr Hofmanski masuk dalam daftar orang yang dicari pemerintah karena pelanggaran pidana.
Selain Piotr Hofmanski, Kementerian Dalam Negeri Rusia juga memasukkan nama, Wakil Presiden ICC Luz del Carmen Ibanez Carranza, dan Hakim ICC yang juga warga negara Jerman, Bertram Schmitt ke dalam daftar tersebut.
Baca juga: Vladimir Putin Tak Bakal Hadiri KTT G20 di India, Gegara Surat Penangkapan ICC Lagi?
Database kementerian itu menyatakan bahwa ketiganya dicari berdasarkan pasal KUHP Federasi Rusia.
Meski begitu, kementerian Rusia tidak mencantumkan secara spesifik pelanggaran yang mereka lakukan.
Pada Maret silam, ICC mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Presiden Rusia Vladimir Putin dan Komisaris Hak Anak Rusia, Maria Lvova-Belova karena diduga berpartisipasi dalam deportasi ilegal terhadap anak-anak Ukraina ke Rusia.
Surat perintah tersebut menuduh keduanya memikul tanggung jawab individu dan komando atas dugaan pelanggaran berdasarkan perjanjian yang ditetapkan ICC, Statuta Roma.
Soal tuduhan deportasi tersebut, Rusia menyebut alasan evakuasi ribuan penduduk Donetsk, Lugansk, Zaporozhye, dan Kherson – empat wilayah yang mayoritas memilih untuk bergabung dengan Rusia pada bulan September lalu – menjauh dari zona pertempuran.
Evakuasi itu, menurut Rusia, karena penembakan yang disengaja terhadap warga sipil oleh pasukan Ukraina, yang seringkali menggunakan senjata yang dipasok NATO.
Rusia Lawan Surat Perintah ICC
Kremlin menolak surat perintah ICC karena menilai surat perintah itu cacat hukum lantaran tidak adanya tanggung jawab pidana dan kurangnya yurisdiksi pengadilan dalam masalah tersebut.
Moskow menanggapinya dengan membuka penyelidikan kriminal terhadap jaksa Karim Ahmad Khan dan hakim Tomoko Akane, Rosario Salvatore Aitala, dan Sergio Gerardo Ugalde Godinez.
Khan dan Aitala didakwa dengan sengaja menuduh orang yang tidak bersalah melakukan kejahatan dan menyerang pejabat asing di bawah perlindungan internasional untuk mempersulit hubungan internasional.
Sementara dua hakim lainnya yang menyetujui surat perintah jaksa menghadapi tuduhan penahanan yang sengaja melanggar hukum.
Moskow beralasan, meskipun Rusia menandatangani Statuta Roma pada tahun 2000, Rusia tidak pernah meratifikasi perjanjian tersebut dan secara resmi menolak untuk menandatanganinya pada tahun 2016.
Keputusan Rusia menolak menandatangani ratifikasi itu setelah pengadilan mengeluarkan deklarasi bahwa aksesi Krimea ke Rusia pada tahun 2014 merupakan “pendudukan.”
Rusia menilai, Krimea memilih berpisah dari Ukraina atas hasil referendum demokratis.
Karena tidak menandatangani ratifikasi perjanjian ICC itu, Moskow tidak mengakui pengadilan tersebut atau yurisdiksinya.
Amerika Kalem
Meskipun Amerika biasanya menjadi salah satu negara yang paling bersuara keras dalam menuduh Rusia melakukan kejahatan perang di Ukraina, Pentagon pada awal tahun ini memblokir upaya yang dilakukan oleh pemerintahan Presiden Joe Biden untuk menyampaikan dugaan kejahatan tersebut kepada ICC.
Alasannya, adanya kemungkinan adanya preseden yang sama digunakan untuk kemudian mengadili orang Amerika atas kejahatan perang di masa lalu dan masa depan.
Setelah invasi AS ke Afghanistan, pemerintahan mantan Presiden George W. Bush mengeluarkan undang-undang yang melarang warga Amerika bekerja sama dengan pengadilan internasional.
Larangan ini digambarkan dengan berbagai cara karena bias terhadap Barat dan tidak sesuai dengan Konstitusi AS.
(oln/TASS/RT/*)