News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Selundupkan Lebih dari 14 kg Kokain, Ibu dan Anak Ditangkap di Bandara Manila

Penulis: Tiara Shelavie
Editor: Arif Fajar Nasucha
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Penyelundupan kokain di sebuah bandara internasional di Manila, Filipina. Ibu dan anak asal Singapura ketahuan menyelundupkan 14 kg kokain senilai Rp20 miliar.

TRIBUNNEWS.COM - Seorang ibu dan anak asal Singapura, ditangkap di bandara internasional Manila Filipina karena menyelundupkan kokain seberat 14,36 kg.

Mengutip Today Online, kokain tersebut bernilai 76 juta peso atau sekitar Rp20 miliar.

Manila Times melaporkan bahwa obat-obatan terlarang tersebut disita oleh Biro Bea Cukai.

Ibu dan anak bernama Siti Aishan Awang (63) dan Nur Alayiyah Hanaffe (39) itu mendarat di Bandara Ninoy Aquino dari Doha, Qatar pada Kamis (28/9/2023).

Mereka langsung ditahan saat menjalani pemeriksaan bandara.

Kokain itu dibagi menjadi beberapa bagian dan dikemas ke dalam wadah dan kaleng makanan yang berbeda-beda.

Baca juga: Rekor, Belanda Sita 8 Ton Kokain Senilai Rp10 Triliun

Penyelundup diduga mengemasnya agar terlihat seperti makanan oleh-oleh.

Tetapi petugas kemudian mengkonfirmasi bahwa "bubuk putih" yang mereka temukan adalah kokain.

Narkoba yang disita kemudian diserahkan ke Badan Pemberantasan Narkoba Filipina untuk ditahan dan diselidiki lebih lanjut.

Biro Narkotika Pusat (CNB) di Singapura mengatakan bahwa mereka mengetahui kasus ini tetapi tidak akan berkomentar selagi penyelidikan oleh pihak berwenang Filipina sedang berlangsung.

“CNB akan memberikan bantuan apa pun yang diperlukan oleh rekan-rekan kami dalam penyelidikan mereka."

"Dan kami ingin mengingatkan warga Singapura untuk menjauhi narkoba, baik di dalam maupun luar negeri,” tambah CNB dalam pernyataannya.

Perang terhadap Narkoba di Filipina dan Singapura

Filipina dikenal menjadi salah satu negara yang tegas dalam hukumannya terhadap pelaku peredaran narkoba.

Mengutip Human Rights Watch, sejak menjabat pada tanggal 30 Juni 2016, Presiden Filipina Rodrigo Duterte telah melancarkan “perang melawan narkoba”.

Hingga saat ini, lebih dari 12.000 warga Filipina dihukum mati karena kasus narkoba.

(FILES) Dalam file foto yang diambil pada 22 Juli 2019, Presiden Filipina Rodrigo Duterte menyampaikan pidato kenegaraan di Kongres di Manila. (Noel CELIS / AFP)

Baca juga: Kokain Ditemukan di Gedung Putih di Area Pengunjung, Dinas Rahasia AS Lakukan Penyelidikan

Sebagian besar pelaku adalah masyarakat miskin perkotaan.

Human Rights Watch menyebut Duterte dan pejabat senior lainnya telah menghasut dan mendorong pembunuhan dalam sebuah kampanye yang dapat dianggap sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan.

Penelitian Human Rights Watch juga menemukan bahwa polisi memalsukan bukti untuk membenarkan pembunuhan pelaku kasus narkoba.

Duterte terus melanjutkan kampanyenya meski mendapat kecaman dari berbagai pihak, terutama kelompok aktivis HAM.

Duterte telah menerapkan hukuman serupa saat ia masih menjadi walikota Davao City.

Menjelang kemenangannya dalam pemilu pada tanggal 9 Mei 2016, Duterte mengatakan kepada lebih dari 300.000 orang:

“Jika saya berhasil mencapai istana presiden, saya akan melakukan apa yang saya lakukan sebagai walikota."

"Kalian pengedar narkoba, perampok, lebih baik kalian keluar karena saya akan membunuh kalian.”

Sementara itu di Singapura, hukuman yang dijatuhkan kepada pelaku dalam kasus narkoba sama beratnya.

Mengutip deathpenaltyinfo.org, Undang-undang di Singapura mengizinkan hukuman mati bagi orang yang terbukti memperdagangkan lebih dari 15 gram heroin, 30 gram kokain, 250 gram sabu, atau 500 gram ganja.

Seorang aktivis melihat plakat yang menunjukkan nama-nama individu yang saat ini berada dalam hukuman mati selama protes terhadap hukuman mati di Speakers' Corner di Singapura pada 3 April 2022. (Roslan RAHMAN / AFP)

Baca juga: Dinas Rahasia AS Lakukan Investigasi usai Kokain Ditemukan di Gedung Putih

Hingga 9 Agustus 2023, terdapat 50 terpidana mati di Singapura, 47 orang adalah terpidana kasus narkoba sedangkan hanya tiga di antaranya yang terjerat kasus pembunuhan.

Kantor PBB untuk Narkoba dan Kejahatan mengeluarkan pernyataan pada tahun 2019 yang menentang penerapan hukuman mati bagi orang-orang yang dihukum karena pelanggaran narkoba tanpa kekerasan.

Ajeng Larasati, Pemimpin Hak Asasi Manusia di Harm Reduction International, sebuah LSM yang memantau penggunaan hukuman mati untuk kejahatan narkoba, menyatakan:

“Apa yang kita saksikan di Singapura mengungkap banyak masalah yang sudah lama ada terkait penerapan hukuman mati untuk narkoba, termasuk dampak yang tidak proporsional terhadap kelompok marginal dan komunitas yang seringkali mengalami kerentanan yang saling bersinggungan."

"Tahun demi tahun, kami terus melihat lebih banyak contoh bagaimana kelompok marginal terkena dampak buruk penerapan hukuman mati.”

(Tribunnews.com, Tiara Shelavie)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini