Tak Percaya Orang Dalam, Putin Mulai Abaikan Saran Jenderal Perangnya, Rusia Ogah Hantam NATO Pakai Nuklir?
TRIBUNNEWS.COM - Lembaga analis dan geopolitik RAND Corporation yang berbasis di Amerika Serikat (AS) menilai Presiden Rusia Vladimir Putin mengambil keputusan-keputusan penting mengenai perang di Ukraina secara mandiri.
Keputusan Putin terkait hal strategis perang itu dilakukan tanpa masukan dari para jenderalnya.
"Putin selama ini mengabaikan para jenderalnya dan mengarahkan perangnya sendiri," kata para analis dalam sebuah laporan yang diterbitkan pekan lalu.
Baca juga: Rusia Rekrut Napi Jadi Umpan Peluru, Putin: Mereka yang Tewas di Ukraina Tebus Kesalahan Sepenuhnya
Namun dalam melakukan hal tersebut, tulis ulasan tersebut, Vladimir Putin terbukti lebih berhati-hati dari yang diprediksi.
“Putin mengambil sebagian besar keputusan penting sendirian tanpa pengaruh besar dari Staf Umum Angkata Bersenjata Rusia,” kata para analis dalam laporan tersebut.
RAND mengatakan hal itu terjadi karena Putin tidak mempercayai orang-orang di sekitarnya.
"Sehingga dia sedikit menggunakan keahlian ekonomi atau militer yang dimilikinya," tulis ulasan tersebut.
Analis Barat itu sebelumnya mengatakan, para pemimpin militer Rusia, termasuk Menteri Pertahanan Sergei Shoigu, kemungkinan besar menyembunyikan berita buruk tentang perang melawan Ukraina dari Putin karena mereka semakin khawatir akan konsekuensinya bagi diri mereka sendiri.
Dara Massicot, peneliti kebijakan senior di RAND Corporation yang berfokus pada Rusia, menulis dalam opini New York Times pada bulan Juli bahwa ada “suasana kecurigaan dan ketidakpastian” di Kremlin.
Dia menulis bahwa Putin "cepat menyalahkan pengkhianat" dan "self-censorship di kalangan pemimpin militer kemungkinan akan menjadi lebih sering terjadi," katanya.
Nuklir Cuma Gertak Sambal
Laporan RAND mengatakan bahwa, bahkan dalam isolasinya, Putin kurang bersemangat untuk menghadapi NATO, meskipun NATO terus mendukung Ukraina.
"Namun hal ini tidak berarti bahwa dia akan terus melakukan hal yang sama di masa depan," demikian peringatan RAND.
“Jika kerugian teritorial, personel, dan material Rusia terus meningkat tanpa perbaikan di medan perang, ia akan menghadapi serangkaian pilihan yang tidak menyenangkan, termasuk negosiasi dari posisi yang lemah, mobilisasi yang lebih luas dan berpotensi mengganggu stabilitas, atau upaya yang lebih kejam untuk memastikan keamanan internal. kendali,” katanya.
Putin telah melontarkan serangkaian pernyataan yang mengancam sebelumnya, namun belum mengambil tindakan yang lebih serius.
Ketika pertama kali melancarkan invasi besar-besaran ke Ukraina pada Februari 2022, Putin mengatakan bahwa jika negara lain mencoba melakukan intervensi, mereka akan menghadapi “konsekuensi yang belum pernah mereka lihat,” kata dia dilansir Associated Press.
Meski demikian, negara-negara Barat nyatanya tetap memberikan peralatan senilai miliaran dolar kepada Ukraina, termasuk terus memperluas kemampuannya dengan bantuan termasuk tank, artileri, dan rudal jelajah Barat yang canggih.
Dalam pidatonya pada bulan Juli, Putin mengatakan ada "bahaya serius" bahwa NATO akan terlibat lebih jauh dalam perang Ukraina jika anggota aliansi tersebut terus memasok senjata.
Meski begitu, hingga bulan September belum ada konsekuensi baru yang nyata yang diterima oleh Barat dari aksi Rusia.
Putin juga menyebutkan banyaknya senjata nuklir yang dimiliki Rusia, dan mengatakan bahwa senjata tersebut akan “menjamin” keamanannya, seperti dlansir CNN.
Walau Putin dan pejabat Rusia lainnya telah berulang kali mengisyaratkan penggunaan senjata nuklirnya, para pejabat Barat melaporkan tidak ada tanda-tanda bahwa Rusia melakukan persiapan serius untuk menggunakannya.
(oln/ap/BI/CNN/*)