Para Orangtua di Gaza Tulis Nama Anak Mereka di Tubuh Agar Bisa Dikenali Jika Terbunuh Bom Israel
TRIBUNNEWS.COM - Bombardemen Israel di Gaza dengan dalih memberangus Hamas pada faktanya telah membunuh lebih banyak warga sipil.
Kementerian Kesehatan Palestina menyebut korban tewas di Gaza sudah mencapai lebih dari 5 ribu orang.
Dilansir AFP, Selasa (24/10/2023), dari lebih dari 5.000 korban, hampir separuh di antaranya, lebih dari 2.000 jiwa, adalah anak-anak.
Baca juga: AS Cemas Pasukan Israel Cuma Antar Nyawa Masuk Gaza: Tak Ada Taktik Jelas untuk Serangan Darat
Para orang tua di Gaza menulis nama anak-anak mereka di tubuh mereka sehingga mereka dapat diidentifikasi jika dibunuh, kata laporan tersebut.
Akrabnya kematian bagi anak-anak di Gaza membuat para orangtua di sana seolah sudah menyiapkan diri menerima kabar getir jika buah hati mereka terbunuh.
Satu di antara caranya adalah dengan menuliskan nama anak-anak mereka dengan tinta hitam di tubuh mereka.
Cara ini, paling tidak membuat anak-anak yang terbunuh bisa diidentifikasi oleh dokter untuk bisa dipulangkan ke keluarga mereka dari rumah sakit.
Baca juga: Menteri Israel: Bantuan Kemanusiaan Tak Boleh Masuk Gaza, Mereka Tak Tahu Berterima Kasih
“Kami menerima beberapa kasus di mana orang tua menuliskan nama anak-anak mereka di kaki dan perut,” kata Dr Abdul Rahman Al Masri, kepala unit gawat darurat di Rumah Sakit Martir Al-Aqsa, kepada CNN.
Diketahui, serangan Hamas ke Israel pada 7 Oktober yang menewaskan lebih dari 1.300 orang, dibalas Israel dengan bombardemen ke Jalur Gaza dengan serangan udara.
"Berhari-hari bom meluluhlantakkan Gaza, menewaskan lebih dari 4.300 warga Palestina, termasuk lebih dari 1.700 anak-anak, menurut Kementerian Kesehatan Gaza," Associated Press melaporkan.
Bom-bom ini membuat orangtua di Gaza bersiap terhadap “apa pun yang bisa terjadi” pada anak-anak mereka.
"Mereka cemas tidak ada yang bisa mengidentifikasi anak-ana mereka," kata Al Masri kepada CNN.
Al Masri menambahkan: "Ini berarti mereka merasa menjadi sasaran kapan saja dan bisa terluka atau menjadi martir."
Anak-anak merupakan hampir setengah dari populasi di wilayah tersebut, dan mereka sering ditemukan di rumah sakit sebagai korban, kata seorang pengawas rumah sakit dilansir CNN.
Pengawas ruangan di Rumah Sakit Martir Al-Aqsa, yang menolak disebutkan namanya, mengatakan kepada CNN tersebut kalau para orangtua yang menuliskan nama anak mereka di bagian tubuh adalah “fenomena baru”.
“Banyak anak-anak yang hilang; banyak yang tiba di sini dengan tengkorak patah… dan sulit untuk mengidentifikasi mereka; hanya melalui tulisan itulah mereka dapat diidentifikasi,” tambahnya.
Rumah Sakit Kritis, Korban Bertumpukan
Ketika “pengepungan total” Israel terus berlanjut, sistem kesehatan Gaza berada di ambang kehancuran, di mana rumah sakit kehabisan obat-obatan, air, dan listrik yang diperlukan untuk memberikan perawatan.
Pejabat kesehatan Palestina dan Komite Palang Merah Internasional memperingatkan awal bulan ini kalau rumah sakit sudah tidak bisa lagi menjalankan fungsi medisnya dalam waktu dekat jika kondisi tidak berubah.
Dr Iyad Issa Abu Zaher, direktur jenderal Rumah Sakit Martir Al-Aqsa, mengatakan setelah serangan bom Israel di dekatnya pada Sabtu malam hingga Minggu kemarin, rumah sakit tersebut berada dalam kapasitas penuh dan tidak dapat menerima pasien baru.
“Korban luka berada di depan pintu ruang operasi dan saling bertumpukan, masing-masing menunggu giliran untuk dioperasi,” katanya kepada CNN.
Butuh Bantuan Banyak dan Segera
Dua konvoi bantuan pertama mencapai warga Palestina di Jalur Gaza dari Mesir melalui penyeberangan Rafah pada akhir pekan, kata Wakil Sekretaris Jenderal PBB untuk Urusan Kemanusiaan dalam sebuah postingan di X pada hari Minggu.
“Tetapi mereka membutuhkan lebih banyak lagi,” tambah Martin Griffiths.
Dalam sebuah pernyataan pada hari Minggu, kelompok bantuan PBB di Jalur Gaza, UNRWA, mengatakan kurangnya bahan bakar dalam konvoi pertolongan pertama berarti wilayah tersebut akan kehabisan air, listrik, dan rumah sakit yang berfungsi dalam tiga hingga empat hari ke depan.
“Tidak ada bahan bakar yang akan semakin mencekik anak-anak, perempuan, dan masyarakat Gaza,” kata Philippe Lazzarini, Komisaris Jenderal Badan Bantuan dan Pekerjaan PBB di Palestina.
(oln/cnn/BI/*)