TRIBUNNEWS.COM - Ratusan massa menerobos penghalang polisi di sekitar kediaman Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu di Yerusalem, Sabtu (4/11/2023).
Polisi sempat menahan pengunjuk rasa di luar kediaman Benjamin Netanyahu di tengah kemarahan yang meluas atas kegagalan Israel yang menyebabkan Hamas melancarkan serangan pada 7 Oktober 2023 lalu.
Protes tersebut bertepatan dengan jajak pendapat yang menunjukkan lebih dari tiga perempat warga Israel percaya Benjamin Netanyahu harus mengundurkan diri.
Dilansir Reuters, jajak pendapat yang dilakukan oleh Channel 13 Television Israel menunjukkan bahwa 76 persen warga Israel berpendapat bahwa Netanyahu, yang menjabat sebagai PM Israel untuk keenam kalinya, harus mengundurkan diri.
Lalu, 64 persen warga mengatakan negara tersebut harus mengadakan pemilu segera setelah perang.
Ketika ditanya siapa yang paling bersalah atas serangan itu, 44 persen warga Israel menyalahkan Netanyahu.
Sementara, 33 persen menyalahkan kepala staf militer dan pejabat senior IDF, dan 5 persen menyalahkan Menteri Pertahanan.
Baca juga: Aksi Doa dan Bela Palestina, Zulhas: Apa yang Dilakukan Israel Bukan Lagi Perang tapi Pembantaian
Warga Israel Protes
Ribuan orang turun ke jalan di Israel ketika tekanan meningkat terhadap Benjamin Netanyahu atas kurangnya kesiapan pemerintahnya menghadapi serangan Hamas dan penanganannya terhadap krisis tawanan.
Diberitakan Al Jazeera, sebelum perang, Netanyahu telah menjadi tokoh yang memecah belah.
Netanyahu juga memerangi tuduhan korupsi, dan mendorong rencana untuk mengekang kekuasaan peradilan yang menyebabkan ratusan ribu orang turun ke jalan melakukan protes.
Netanyahu sejauh ini belum menerima tanggung jawab pribadi atas kegagalan serangan mendadak yang menyebabkan ratusan pejuang Hamas menyerbu Israel selatan pada 7 Oktober 2023.
Serangan itu menewaskan lebih dari 1.400 orang dan menawan 240 orang.
Baca juga: BREAKING NEWS: Menteri Kabinet Israel Usul Bom Nuklir Dijatuhkan di Gaza
Sedangkan, perang yang dilancarkan Israel di Gaza sejauh ini telah menewaskan lebih dari 9.400 warga Palestina.
Kebanyakan dari mereka adalah wanita dan anak-anak, dan menjadikan sebagian besar wilayah kantong yang terkepung itu menjadi puing-puing.
Pada Minggu (5/11/2023), pasukan Israel membunuh tiga warga Palestina di Tepi Barat yang diduduki, sehingga menambah jumlah korban tewas.
Sebuah kelompok hak asasi manusia mengatakan, ribuan warga Palestina dari Gaza yang bekerja di Israel telah dicabut izinnya dan banyak yang ditahan serta menjadi sasaran perlakuan tidak manusiawi.
Baca juga: Serangan Israel ke Kamp Pengungsi Gaza Tewaskan 38 Orang, Hamas Sebut Masih Banyak Korban Lain
Al-Haq yang berbasis di Ramallah mengatakan, mereka mendokumentasikan tindakan hukuman, penahanan sewenang-wenang, dan perlakuan merendahkan terhadap pekerja Palestina dari Gaza yang berada di dalam Jalur Hijau pada 7 Oktober 2023.
Di sisi lain, Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS), Antony Blinken, mengatakan AS menyerukan jeda kemanusiaan di Gaza.
Hal itu disampaikan Antony Blinken dalam konferensi pers di Amman dengan rekan-rekannya dari Yordania dan Mesir, Sabtu.
Namun, para menteri Yordania dan Mesir menegur sikap tersebut, dan malah menegaskan perlunya gencatan senjata segera yang sejalan dengan seruan para pemimpin Arab lainnya.
Sementara, sayap bersenjata Hamas mengatakan, lebih dari 60 tawanan hilang karena serangan udara Israel di Gaza.
Juru bicara Brigade Qassam, Abu Obeida, juga mengatakan di akun Telegram Hamas bahwa 23 jenazah tawanan Israel terjebak di bawah reruntuhan.
“Sepertinya kami tidak akan pernah bisa menjangkau mereka karena agresi brutal pendudukan yang terus berlanjut terhadap Gaza,” katanya.
(Tribunnews.com/Nuryanti)