TRIBUNNEWS.COM -- Meski cuaca di semenanjung Korea cenderung dingin jelang musim salju, namun suasana politiknya semakin panas.
Dua negara Korea yang belum bersahabat saling melakukan provokasi.
Aksi pemimpin Korea Utara Kim Jong Un ini semakin membuat tetangganya, Korea Selatan makin ketar-ketir.
Pasalnya, setelah meluncurkan satrlit mata-mata, negara komunis ini juga mengerahkan ribuan pasukan dan perlengkapan perangnya ke wilayah perbatasan.
Baca juga: Kim Jong Un Disebut Perintahkan Pejabat Korut Bantu Palestina, Beri Dukungan agar Dapat Keuntungan
Langkah diktator ini dilakukan menyusul penangguhan sebagian isi perjanjian militer bersama tahun 2018.
Korsel menangguhkan perjanjian tersebut sebagai tanggapan atas peluncuran satelit mata-mata militer oleh Pyongyang.
Seoul menangguhkan perjanjian militer bersama tersebut pada Rabu (22/11/2023).
Korea Utara “tidak akan pernah terikat” dengan perjanjian tersebut, media pemerintah melaporkan pada hari Kamis, mengutip Kementerian Pertahanan.
Perjanjian Militer Komprehensif ditandatangani pada pertemuan puncak tahun 2018 antara pemimpin Korea Utara Kim Jong Un dan mantan Presiden Korea Selatan Moon Jae-in sebagai bagian dari upaya untuk mengurangi ketegangan di semenanjung dan membangun kepercayaan antara kedua negara.
Seoul menarik diri dari perjanjian tersebut pada hari Rabu setelah Pyongyang mengatakan pihaknya berhasil meluncurkan Malligyong-1 ke orbit, menyusul kegagalan pada bulan Mei dan Agustus.
“Kami akan segera memulihkan semua tindakan militer yang telah dihentikan sesuai dengan perjanjian militer Utara-Selatan,” kata kementerian itu dalam sebuah pernyataan yang disiarkan oleh Kantor Berita Resmi Korea (KCNA).
“Kami akan menarik langkah-langkah militer yang diambil untuk mencegah ketegangan dan konflik militer di semua bidang termasuk darat, laut dan udara, dan mengerahkan angkatan bersenjata yang lebih kuat dan perangkat keras militer jenis baru di wilayah sepanjang Garis Demarkasi Militer,” lanjutnya.
Korea Selatan harus “membayar mahal atas provokasi politik dan militer mereka yang tidak bertanggung jawab dan serius yang telah mendorong situasi saat ini ke tahap yang tidak terkendali,” kata Korea Utara.
Baca juga: Ketegangan dengan China dan Korut Kian Panas, Jepang Percepat Pembelian Ratusan Rudal Tomahawk AS
Media pemerintah melaporkan pada hari Rabu bahwa Kim telah dapat meninjau citra yang dikirim kembali oleh satelit pangkalan militer Amerika Serikat di pulau Guam di Pasifik.
Kim telah menjadikan keberhasilan pengembangan satelit pengintaian sebagai prioritas program modernisasi militernya, dengan alasan bahwa peralatan tersebut akan meningkatkan kemampuan Korea Utara untuk memantau negara tetangganya dan menangani dugaan ancaman dari Korea Selatan dan Amerika Serikat.
Malligyong-1 diluncurkan pada Selasa malam, beberapa jam setelah Pyongyang memberi tahu Jepang tentang niatnya meluncurkan satelit antara 22 November dan 1 Desember.
Peluncuran semacam itu dilarang berdasarkan sanksi Dewan Keamanan PBB yang dirancang untuk mengekang program rudal balistik Korea Utara, dan hal ini dengan cepat dikutuk oleh Korea Selatan, Jepang, Amerika Serikat, dan PBB.
Pada Rabu sore, sebagai tanggapan atas peluncuran tersebut, Korea Selatan melanjutkan operasi pengawasan di perbatasan utaranya sebagai penangguhan sebagian dari perjanjian tahun 2018.
Peluncuran Setelit Mata-mata
Peluncuran satelit mata-mata itu bisa menjadi upaya ketiga pemerintahan Kim Jong Un untuk menempatkan satelit mata-mata ke orbit meski melanggar resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Pada Selasa (21/11/2023), Penjaga Pantai Jepang membenarkan bahwa Korea Utara memberikan pemberitahuan tentang peluncuran tersebut.
"Roket itu akan ditembakkan ke arah Laut Kuning dan Laut China Timur," terang Penjaga Pantai Jepang.
Pemberitahuan itu juga memicu kecaman langsung dari Perdana Menteri (PM) Jepang, Fumio Kishida.
Dikutip Ap News, Kishida mengatakan sistem pertahanan udara Jepang, termasuk kapal perusak Aegis dan rudal pertahanan udara PAC-3, siap menghadapi situasi tak terduga yang (akan) muncul.
"Bahkan jika tujuannya adalah untuk meluncurkan satelit, penggunaan teknologi rudal balistik merupakan pelanggaran terhadap serangkaian resolusi Dewan Keamanan PBB," kata Kishida kepada wartawan.
"Ini juga merupakan masalah yang sangat mempengaruhi keamanan nasional," tegasnya.
Ia mengatakan kepada para pejabat untuk mencoba membujuk Pyongyang agar membatalkan rencana peluncuran tersebut melalui kerja sama dengan Amerika Serikat (AS) dan Korea Selatan, lapor Kyodo News.
Reaksi Korea selatan
Sementara itu, Badan Keamanan Maritim Kosel juga bereaksi atas rencana peluncuran roket yang membawa satelit mata-mata Pyongyang.
Dengan cepat, Seoul memperingatkan kapal-kapal yang berlayar di dekat wilayah peluncuran itu.
Para pejabat mengatakan bahwa meski pun Korea Utara membutuhkan satelit mata-mata untuk meningkatkan pemantauannya terhadap Korsel, peluncuran itu dianggap punya tujuan lain.
Yakni untuk memperkuat program rudal jarak jauhnya.
Kementerian Pertahanan Korea Selatan mengatakan saat ini pihaknya mengawasi rencana peluncuran rudal Korea Utara.
Korea Utara sebelumnya meluncurkan satelit mata-mata pada dini hari, dan ada kemungkinan upaya ketiga akan berhasil.
Peluncuran ini akan menjadi yang pertama sejak pemimpin Korea Utara Kim Jong Un melakukan perjalanan luar negeri pada bulan September ke Rusia.
Selama di Rusia, Kim Jong Un mengunjungi pusat peluncuran ruang angkasa paling modern, di mana Presiden Vladimir Putin berjanji untuk membantu Pyongyang membangun satelit.
Jika peluncuran benar-benar terjadi, kemungkinan akan dilakukan tepat sebelum Korea Selatan meluncurkan satelit pengintai pertamanya dengan bantuan AS pada 30 November 2023.
Rencananya, Seoul akan menggunakan roket SpaceX Falcon-9 dari pangkalan militer AS di Vandenberg.
Rencana Korea Utara bisa saja melanggar resolusi Dewan Keamanan PBB
Dewan Keamanan PBB melarang peluncuran satelit apa pun oleh Korea Utara karena menganggap peluncuran tersebut sebagai uji coba terselubung terhadap teknologi misilnya.
Korea Utara telah berusaha meluncurkan satelit mata-mata dua kali pada awal tahun ini, namun gagal karena alasan teknis.
Dan dalam beberapa hari terakhir, para pejabat Korea Selatan mengatakan bahwa negara tersebut tampaknya akan segera mencobanya lagi.
Awalnya, peluncuran ini dijadwalkan pada bulan Oktober, entah karena alasan apa sampai akhirnya diundur bulan ini.
Pyongyang mengaku butuh satelit mata-mata untuk menghadapi meningkatnya ancaman militer dari pimpinan AS. (Al Jazeera/Tribunnews.com)