TRIBUNNEWS.COM - Lebih dari 100 aktivis iklim menggelar aksi blokade jalur pelayaran di Australia.
Aksi tersebut berlangsung selama 30 jam atau hampir 2 hari pada akhir pekan kemarin.
Diperkirakan ada 3.000 orang berpartisipasi dalam blokade jalur pelayaran ini.
Ratusan aktivis berenang dan mengayuh kayak untuk menutup jalur pelayaran di pelabuhan Newcastle di Australia.
Aksi yang digelar berdasarkan persetujuan pihak berwenang itu telah memicu penangkapan terhadap 109 aktivis iklim, lapor BBC.
Rupanya, para aktivis iklim diamankan karena berupaya bertahan di dalam air meski batas waktu protes sudah habis.
Juga ada anak di bawah umur, yang masih berusia lima tahun diamankan pihak berwenang, tapi kemudian dibebaskan.
Baca juga: Jelang KTT PBB, Puluhan Ribu Aktivis Iklim Banjiri Kota New York
Aktivis menyuarakan tidak adanya tindakan terhadap perubahan iklim yang terjadi.
Terletak sekitar 170 kilometer dari Sydney, Pelabuhan Newcastle adalah terminal terpenting di negara ini untuk pengiriman batu bara.
Diperkirakan akibat aksi demo itu, lebih dari setengah juta ton batu bara gagal meninggalkan Australia.
Sebagaimana dikenal, Australia merupakan eksportir batu bara terbesar kedua di dunia.
Australia juga bergantung pada bahan bakar fosil untuk kebutuhan listriknya.
Hadapi Dakwaan
Berdasarkan keterangan kepolisian New South Wales, 104 orang didakwa karea menolak meninggalkan jalur pelabuhan, pada Senin (27/11/2023).
"Saya melakukan ini demi cucu-cucu saya dan generasi mendatang," kata Alan Stuart (97), salah satu aktivis yang melanggar tenggat waktu protes.
Rising Tide - yang mengorganisir aksi tersebut - menyebutnya sebagai "tindakan pembangkangan sipil terbesar terhadap iklim dalam sejarah Australia".
Protes tersebut terjadi hanya beberapa hari menjelang COP28, pertemuan puncak perubahan iklim global tahunan, yang dimulai di Dubai pada hari Kamis.
Rising Tide mengatakan pihaknya ingin pemerintahan Anthony Albanese mengenakan pajak atas ekspor batu bara termal dan membatalkan proyek bahan bakar fosil baru.
Baca juga: Aktivis Iklim Semprotkan Cat Oranye di Gedung Bersejarah di Berlin
Australia telah lama dianggap sebagai negara yang lamban dalam perubahan iklim.
Namun setelah memangku kekuasaan, Albanese berjanji "bergabung dengan upaya global" untuk mengurangi emisi.
Sejak itu, pemerintahannya telah menetapkan target pengurangan emisi sebesar 43 persen pada tahun 2030.
Bisa dibilang, angka ini naik dari komitmen negara sebelumnya yakni sebesar 26-28 persen.
Perbedaan tersebut setara dengan menghilangkan emisi dari seluruh sektor transportasi atau pertanian Australia.
Tanggapan Amnesty Internasional
Kejadian ini tak luput dari perhatian Amnesty Internasional.
Organisasi itu pun menaanggapi penangkapan ratusan aktivis iklim di Australia oleh pihak berwajib.
Meskipun sangat menyedihkan melihat hasil seperti ini setelah protes damai mengenai krisis iklim beberapa hari sebelum COP28, namun juga sangat menginspirasi melihat kreativitas, kecerdikan dan solidaritas para pengunjuk rasa yang menggunakan kayak untuk menentang tidak adanya tindakan terkait perubahan iklim, kata Amnesty Internasional di situs webnya.
Baca juga: Polisi India Jerat Aktivis Iklim Dengan Tuduhan Makar
"Masyarakat tidak akan tinggal diam ketika gejolak iklim mengancam masa depan mereka," kata peneliti Pasifik dari Amnesty International, Kate Schuetze.
(Tribunnews.com/Andari Wulan Nugrahani)