TRIBUNNEWS.COM - Hamas bersedia memperpanjang gencatan senjata lagi di Gaza selama 4 hari.
Hal itu disampaikan oleh sebuah sumber yang dekat dengan Hamas kepada AFP.
"Hamas telah memberi tahu para mediator bahwa mereka bersedia memperpanjang gencatan senjata selama empat hari dan bahwa gerakan tersebut akan dapat membebaskan tahanan Israel yang ditahan oleh mereka, gerakan perlawanan lainnya, dan pihak lain selama periode ini, sesuai dengan ketentuan gencatan senjata yang ada," kata sumber tersebut, dikutip dari Al Arabiya pada Rabu (29/11/2023).
Sebelumnya, telah disepakati gencatan senjata sementara, setelah hampir 7 minggu pertempuran Israel-Hamas pada 7 Oktober 2023.
Gencatan senjata tersebut berlaku selama 4 hari, yakni mulai 24-27 November 2023.
Kemudian ada perpanjangan waktu gencatan senjata selama 2 hari.
Baca juga: Israel Terima Daftar Nama Sandera yang akan Dibebaskan Hamas, Singgung Perpanjangan Gencatan Senjata
Yakni pada kemarin (28/11/2023) hingga hari ini, Rabu (29/11/2023).
Hingga Selasa malam, Hamas telah membebaskan 81 dari 240 sandera yang ditawan.
Sementara Israel telah membebaskan sekitar 180 tahanan Palestin, dikutip dari Al Jazeera.
Upaya distribusi bantuan sebelumnya terhenti, dan lembaga-lembaga memperingatkan bahwa barang-barang yang mudah rusak semakin banyak di perbatasan Mesir.
Kini, di tengah kekacauan logistik akibat gelombang baru ini, mereka hanya mampu memberikan bantuan yang terbatas kepada masyarakat.
Pada hari Selasa setidaknya 750 truk telah melintasi perbatasan Rafah ke Gaza sejak hari Jumat.
Namun, pada hari Senin, Badan Bantuan dan Pekerjaan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA) mengatakan kepada Al Jazeera bahwa 200 truk bantuan akan dibutuhkan setiap hari selama dua bulan untuk memenuhi kebutuhan dasar penduduk.
Dibutuhkan lebih banyak bahan bakar agar badan PBB tersebut dapat memberi daya pada layanan-layanan penting seperti pabrik pengolahan limbah dan pabrik desalinasi air.
Meskipun gencatan senjata telah memberikan sedikit ruang bagi warga Palestina di daerah kantong yang terkepung untuk bernapas dan beristirahat dari hiruk-pikuk drone dan pesawat tempur, namun situasi kemanusiaan di sana sangat buruk.
Perang Israel telah membelah wilayah berpenduduk 2,3 juta jiwa menjadi dua.
Ketika serangannya ke wilayah utara semakin intensif, militer Israel memaksa penduduknya pindah ke selatan, dimana persediaan makanan, bahan bakar dan air sangat langka.
(Tribunnews.com, Widya)