TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - China kini sedang mengalami peningkatan penyakit pneumonia misterius yang menyerang banyak anak-anak.
Mulanya penyakit pernapasan akut tersebut terdeteksi di China bagian utara.
Dilaporkan pada pertengahan Oktober 2023 ada peningkatan penyakit mirip influenza.
Kelompok pneumonia yang tidak terdiagnosis pada anak-anak di China utara tersebut juga telah dilaporkan oleh kelompok-kelompok termasuk Program Pemantauan Penyakit Berkembang.
Terkait hal tersebut Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Siti Nadia
Tarmizi meminta msyarakat tidak panik. Sebab kata Nadia, WHO sudah mengeluarkan pedoman bahwa penyebabnya adalah dari bakteri.
"Jadi kasus pneumonia yang ini dilaporkan China, WHO sudah mengeluarkan pedoman bahwa penyebabnya bakteri. Supaya tidak terlalu khawatir karena bakteri tidak seperti virus ya. Bakteri jelas ada pengobatannya," ujar Nadia di Jakarta, Selasa(28/11).
Peningkatan kasus ini diduga disebabkan oleh Mycoplasma pneumoniae yang lebih sering menyerang anak-anak dibandingkan orang dewasa. WHO sampai saat ini belum menjadikan situasi ini sebagai penyakit Public Health Emergency of International Concern (PHEIC).
Tapi di sisi lain, Nadia mengungkapkan jika pemerintah juga melakukan peningkatan kewaspadaan. "Kita itu melakukan peningkatan kewaspadaan saja. Karena di China menyebabkan kriteria sebagai kejadian luar biasa," kata Nadia.
Beberapa upaya yang dilakukan oleh Kemenkes adalah meningkatkan Influenza-like illness (ILI) . Selain itu pemerintah juga punya sistem di Surveilans Severe Acute Respiratory Infection (SARI).
Ada sentinel untuk diaktifkan untuk surveilans memantau peningkatan kasus. Pengawasan bahan makanan, produk-produk hidup lainnya juga ditingkatkan.
Pihaknya juga sudah mengeluarkan surat edaran tentang kejadian Mycoplasma pneumoniae di Indonesia.
Pintu masuk negara seperti pelabuhan hingga bandara juga dilakukan pengawasan.
"Lalu kantor kesehatan pelabuhan, terutama dengan orang gejala flu, kita edukasi kemudian kalau bertambah berat ke fasilitas kesehatan," jelas Nadia.
Lebih lanjut, Nadia mengimbau pada masyarakat untuk menerapkan anjuran WHO untuk mencegah penyakit ini.
Seperti melakukan vaksin influenza, pakai masker, mengatur jarak, cuci tangan hingga memastikan sirkulasi udara yang baik di dalam ruangan.
"Untuk obat sih kita Mycoplasma tersedia ya. Jadi tidak ada masalah," ujar Nadia.
Terpisah, Dokter Spesialis Penyakit Dalam Eka Hospital BSD Tangerang Selatan, Rudy Kurniawan memastikan ada kemungkinan Indonesia bisa ikut terjangkit wabah tersebut. "Kalau ditanya kemungkinan terjadi ya bisa aja," kata Rudy Kurniawan.
Namun sejauh ini menurut Rudy jika organisasi kesehatan dunia atau WHO belum mengeluarkan pernyataan darurat atau Public Health Emergency of International Concern (PHEIC) terkait wabah pneumonia misterius tersebut.
"Tapi kan WHO belum mengeluarkan stateman ini jenisnya apa variannya seperti apa, bukan seperti yang kaya dulu covid ya," ujar Rudy.
Sehingga masyarakat kini perlu untuk tetap menjaga kesehatan untuk mencegah risiko pneumonia. "Jadi menurut saya tetap kita harus jaga kesehatan. Terus mencegah penularan paling penting," ujar Rudy.
"Kita tunggu saja untuk pernyataan resmi Who seperti apa tapi kota sebagai masyarakat umum sama secara general tetap jaga kesehatan kalau kita enggak yakin lagi enggak sehat di tempat umum pakai masker dan salah satunya vaksinasi," ujarnya.
Gejala Pneumonia
Seorang warga Beijing bernama Wei mengatakan dari mereka yang terkena pneumonia tidak menunjukkan gejala.
"Mereka tidak batuk. Mereka hanya mengalami suhu tinggi (demam) dan banyak yang mengalami bintil paru," ujar Wei dikutip Sky News kemarin.
Sebuah rumah sakit anak-anak di Beijing, China mengatakan kepada media pemerintah CCTV bahwa setidaknya ada 7.000 pasien dirawat di rumah sakit tersebut setiap hari. Jumlah tersebut sudah melebihi kapasitas.
Rumah sakit anak terbesar di dekat Tianjin juga dilaporkan menerima lebih dari 13.000 anak-anak di unit rawat jalan dan gawat darurat dalam satu minggu.
Pihak berwenang China mengatakan peningkatan penyakit pernapasan sebagian disebabkan oleh pencabutan pembatasan pergerakan terkait Covid-19.
Pada musim dingin tahun lalu setelah tindakan pandemi covid-19 dicabut di Inggris juga sempat terjadi lonjakan penyakit termasuk flu, RSV, dan strep A, karena orang-orang lebih banyak berbaur setelah musim dingin ketika penyakit dapat ditekan dengan tinggal di rumah dan memakai masker.
Sementara China mencabut pembatasan pergerakan manusia terkait pandemi Covid-19 jauh lebih lambat dibandingkan banyak negara lain, dengan menghapuskan aturan pengujian dan isolasi pada bulan Desember tahun lalu.
Pihak berwenang juga mengatakan lonjakan ini disebabkan oleh penyakit yang diketahui beredar di China, termasuk flu, RSV, Covid-19, dan pneumonia mikoplasma, yaitu infeksi bakteri umum yang biasanya menyerang anak-anak.
"Cuaca dingin juga berperan. Ketika suhu turun drastis di Beijing, di China utara, ibu kota tersebut memasuki musim penyakit menular pernapasan yang tinggi," ujar Wang Quanyi, Wakil Direktur dan Kepala Ahli Epidemiologi di Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Beijing.
China lanjut Wang menyatakan tidak menemukan penyakit yang tidak biasa atau jenis patogen baru dan menyatakan bahwa lonjakan infeksi tidak membebani rumah sakit.
Sebelumnya WHO telah mengajukan permintaan resmi ke China untuk memberikan tambahan informasi epidemiologi dan klinis serta hasil laboratorium dari wabah yang dilaporkan terjadi pada anak-anak.
Mereka juga meminta informasi lebih lanjut tentang tren sirkulasi patogen yang diketahui yang dirujuk oleh otoritas China.
WHO mengatakan pihaknya telah melakukan kontak dengan para dokter dan ilmuwan melalui kemitraan teknis dan jaringan yang ada di China.
"Lonjakan penyakit pernapasan misterius ini tidak setinggi sebelum pandemi COVID-19, " kata seorang pejabat Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), seraya menegaskan kembali bahwa tidak ada patogen baru atau tidak biasa yang ditemukan dalam kasus-kasus baru-baru ini.
Maria van Kerkhove dari WHO mengatakan lonjakan penyakit diperkirakan terjadi setelah pembatasan pandemi dicabut.
“Inilah yang dihadapi sebagian besar negara satu atau dua tahun lalu,” katanya.
Menulis di X, sebelumnya Twitter, Dr Krutika Kuppalli, yang merupakan bagian dari program darurat WHO, mengatakan kemunculan pneumonia misterius ini bisa jadi disebabkan banyak hal. Namun yang pasti kata dia jangan mengambil kesimpulan terlalu dini.
“Intinya adalah kita masih membutuhkan banyak informasi,” ujar Dr Krutika.
WHO mengatakan bahwa ketika mereka sedang mencari informasi tambahan, mereka merekomendasikan masyarakat di China untuk mengikuti langkah-langkah untuk mengurangi risiko penyakit pernapasan.
Langkah-langkah ini termasuk vaksinasi, menjaga jarak dari orang sakit, tinggal di rumah ketika sakit, menjalani tes dan perawatan medis sesuai kebutuhan, memakai masker jika diperlukan, memastikan ventilasi yang baik, dan mencuci tangan secara teratur.(Tribun Network/ais/oji/sky news/wly)