TRIBUNNEWS.COM, TEHERAN- Amerika Serikat diperintahkan membayar ganti rugi 49,7 miliar dollar AS (Rp 771 triliun) terkait tewasnya Jenderal Qasem Soleimani hampir empat tahun lalu.
Ganti rugi tersebut berdasarkan putusan Pengadilan di Teheran, ibu kota Iran, pada Rabu (6/12/2023).
Soleimani, yang merupakan komandan Pasukan Quds, sayap elite garda revolusi, tewas di dekat Bandara Baghdad, Irak, Januari 2020.
Baca juga: Presiden Iran Ebrahim Raisi: Donald Trump Harus Diadili Karena Pembunuhan Jenderal Qasem Soleimani
Presiden AS saat itu Donald Trump memerintahkan serangan drone di dekat bandara Baghdad yang menewaskan Soleimani (62) dan letnannya asal Irak, Abu Mahdi Al Muhandis, pada 3 Januari 2020.
Beberapa hari kemudian, Iran membalas dengan menembakkan rudal ke pangkalan-pangkalan AS dan koalisi di Irak. Tidak ada personel AS yang tewas, tetapi puluhan tentara menderita cedera otak traumatis.
Kantor berita Mizan Online milik pengadilan Iran mengatakan, pengadilan Teheran memerintahkan Pemerintah "Negeri Paman Sam" membayar 49,7 miliar dollar AS sebagai hukuman kerusakan material dan moral setelah tuntutan hukum diajukan oleh lebih dari 3.300 warga Iran.
Kantor berita AFP melaporkan, pengadilan memutuskan 42 individu dan badan hukum bersalah, termasuk Trump, Pemerintah AS, mantan Menteri Luar Negeri Mike Pompeo, dan mantan Menteri Pertahanan Mark Esper.
Qasem Soleimani adalah pemimpin Pasukan Quds, cabang operasi luar negeri dari Korps Garda Revolusi Iran.
Dia salah satu tokoh masyarakat paling populer di negara itu yang memelopori operasi Iran di Timur Tengah, dan dipandang sebagai pahlawan perang Iran-Irak 1980-1988.
Sebelumnya, Pengadilan Iran beberapa kali menjatuhkan beberapa putusan yang mengharuskan AS membayar.
Bulan lalu, pengadilan Iran memerintahkan Amerika membayar kompensasi 420 juta dollar AS (Rp 6,5 triliun) kepada para korban operasi pembebasan sandera di Kedutaan Besar AS pada 1980 yang gagal.
Baca juga: Peringatan Kematian Mayjen Qasem Soleimani, Iran Kembali Kutuk Perbuatan AS
Mundur lagi pada Agustus 2023, pengadilan Teheran menuntut Washington membayar ganti rugi 330 juta dollar AS (Rp5,12 triliun) karena merencanakan kudeta pada 1980 terhadap republik yang masih baru.
Adapun Iran dan AS tidak memiliki hubungan diplomatik sejak revolusi 1979.
Dugaan keterlibatan Israel
Sebuah bukti baru mengungkapkan Israel terlibat dalam pembunuhan Jenderal Qasem Soleimani.
Kematian Qasem Soleimani membuat AS dan Iran nyaris terlibat perang terbuka, sebelum Teheran "menghujani" pangkalan AS di Irak menggunakan rudal.
Dalam publikasi Sabtu (8/5/2021), Yahoo News memaparkan keterlibatan Israel dalam pembunuhan sang jenderal top.
Baca juga: Gegara Patung Qasem Soleimani, Al Ittihad Ogah Bertanding di Liga Champions Asia Melawan Klub Iran
Dilansir Russia Today, terungkap rencana menyingkirkan Soleimani terjadi masa awal pemerintahan Presiden Donald Trump.
Bukti itu dikumpulkan melalui wawancara terhadap 15 pejabat AS, baik yang masih aktif maupun sudah mundur.
Selain pasukan khusus AS, operasi itu melibatkan berbagai cabang militer maupun dinas intelijen AS.
Anggota Komando Operasi Khusus Gabungan AS terbang ke Tel Aviv, dan membahas melacak jejak ponsel Soleimani.
Baca juga: Iran Bakal Balas Israel Atas Kematian Dua Anggota Pasukan Garda Revolusi di Suriah
Pria yang digadang-gadang sebagai calon pemimpin tertinggi Iran itu dilaporkan mengganti ponselnya beberapa kali sebelum serangan.
Meski begitu, Tel Aviv disebut sudah mengetahui nomor terakhir, dan segera menyerahkannya ke telik sandi Amerika.
Tidak disebutkan unit mana yang membantu Washington. Hanya disebut mereka merupakan "mitra" dari AS.
Israel melalui Perdana Menteri Benjamin Netanyahu sudah melontarkan bantahan mereka bertanggung jawab atas kematian Soleimani.
"Pembunuhan Qasem Soleimani bukanlah agenda kami. Melainkan agenda AS. Kami tidak terseret maupun terlibat," ujar Netanyahu.
Baca juga: AS Makin Tak Tenang, Kapal Induknya Terus Diawasi Drone Iran
Sementara dua badan utama keamanan Israel, Mossad dan direktorat intelijen militer, menyatakan mereka 'menjaga jarak'.
Jika artikel itu benar, ini bukanlah hal baru bagi Teheran, yang berulang kali menuding musuh bebuyutannya itu sudah menyabotase mereka.
"Negeri Para Mullah" sebelumnya menyebut sang rival sebagai dalang serangan di fasilitas nuklir Natanz, hingga kapal tanker. (Kompas.com/Russia Today)