Laporan Wartawan Tribunnews.com, Mikael Dafit Adi Prasetyo
TRIBUNNEWS.COM, NEW YORK – Uni Emirat Arab telah meminta Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa Bangsa (DK PBB) untuk melakukan pemungutan suara pada Jumat (8/12/2023) mengenai rancangan resolusi yang menuntut gencatan senjata kemanusiaan antara Israel dan kelompok militan Palestina Hamas di Gaza.
Dorongan baru untuk melakukan gencatan senjata dilakukan oleh negara-negara Arab setelah Sekretaris Jenderal Antonio Guterres membuat langkah yang jarang terjadi pada Rabu (6/12/2023) dengan secara resmi memperingatkan Dewan Keamanan mengenai ancaman global dari perang.
Baca juga: Putra Menteri Kabinet Perang Israel Tewas dalam Pertempuran di Gaza, Masih Umur 25 Tahun
Guterres, yang telah berulang kali menyerukan gencatan senjata kemanusiaan, akan memberikan pengarahan kepada dewan pada Jumat (8/12/2023).
Amerika Serikat (AS) dan sekutunya Israel telah menentang gencatan senjata karena mereka yakin gencatan senjata hanya akan menguntungkan Hamas. Washington justru mendukung jeda untuk melindungi warga sipil dan memungkinkan pembebasan orang yang disandera oleh Hamas dalam serangan mematikan terhadap Israel pada 7 Oktober 2023.
AS menawarkan amandemen substansial terhadap teks singkat yang dirancang Uni Emirat Arab, termasuk kecaman atas serangan teroris Hamas di Israel yang terjadi pada 7 Oktober 2023. Keputusan itu tidak ditambahkan ke dalam teks yang akan dipilih pada Jumat (8/12/2023).
Rancangan tersebut kemudian diubah dengan menyatakan bahwa “penduduk sipil Palestina dan Israel harus dilindungi sesuai dengan hukum kemanusiaan internasional” dan “menuntut pembebasan segera dan tanpa syarat semua sandera”.
Baca juga: Israel dan PBB Akan Buka Perbatasan Kerem Shalom untuk Akses Bantuan ke Gaza
Bulan lalu, AS abstain untuk mengizinkan Dewan Keamanan mengadopsi resolusi yang menyerukan jeda dalam pertempuran. Jeda tujuh hari yang membuat Hamas membebaskan beberapa sandera dan peningkatan bantuan kemanusiaan ke Gaza yang berakhir pada 1 Desember 2023.