TRIBUNNEWS.com - Sebuah video yang memperlihatkan penderitaan seorang anak perempuan di Gaza, viral di media sosial.
Video tersebut diunggah oleh jurnalis Palestina, Hani Aburezeq, Jumat (8/12/2023), yang kemudian berhasil diverifikasi oleh AlJazeera.
Dalam video tersebut, tampak seorang anak perempuan bernama Retal Ashour, harus duduk di kursi roda karena kedua kakinya terluka.
Saat ditanya soal kabarnya, Retal mengucapkan dia baik-baik saja.
"Alhamdulillah," kata dia sambil matanya berkaca-kaca.
Baca juga: AS-Israel Rebutan Balas Serang Ansarallah, Washington Desak Tel Aviv Tak Respons Rudal Houthi Yaman
Namun, tawa Retal terlihat getir saat ditanya soal kondisinya.
"Coba ceritakan pada kami apa yang terjadi padamu," ujar Aburezeq.
Karena melihat Retal hanya tertawa, Aburezeq kembali bertanya soal kondisi bocah berusia 9 tahun itu.
"Apa yang terjadi padamu?" tanya Aburezeq.
Menjawab pertanyaan itu, Retal mengatakan saat ini ia sangat kesakitan dan tak bisa merasakan kakinya.
Retal ingin kakinya kembali sembuh hingga ia bisa berjalan lagi seperti anak-anak yang lain.
"Aku sangat kesakitan dan tak bisa merasakan kakiku. Aku ingin kembali berjalan seperti anak-anak yang lain," ungkapnya dengan suara bergetar.
Lebih lanjut, Retal mengungkapkan ingin pergi ke luar Gaza agar mendapatkan pengobatan yang memadai.
Ia tak ingin kakinya diamputasi karena ingin kembali berjalan seperti dulu.
"Kakiku terluka dan aku ingin berobat. Aku ingin pergi (keluar Gaza) agar bisa mendapatkan pengobatan yang tepat dan bisa berjalan kembali," kata dia.
Diketahui, Retal mengalami luka parah di kaki setelah Israel menyerang wilayah tempat tinggalnya di Kota Beit Lahiya, Gaza.
Retal adalah salah satu dari 8.663 anak-anak Gaza yang terluka akibat serangan Israel.
Menurut data Kementerian Kesehatan Gaza, per Kamis (7/12/2023), ada 46 ribu warga Gaza yang terluka karena serangan Israel sejak eskalasi militer meningkat pada 7 Oktober, dimana 8.663 di antaranya adalah anak-anak.
Baca juga: Alasan Sekjen PBB Antonio Guterres Terapkan Pasal 99 Terkait Perang Israel-Hamas
Sementara itu, 7.600 orang lainnya dilaporkan masih menghilang.
Dikutip dari Al Arabiya, korban tewas akibat serangan Israel di Gaza telah menembus angka 17.177 jiwa, dengan korban paling banyak adalah anak-anak, yaitu 7.112.
Tidak Ada Tempat Aman di Gaza
Terpisah, keluarga Abu Shahla di pusat Kota Gaza, terpaksa meninggalkan rumah mereka ketika Israel terus melancarkan operasi darat di wilayah tersebut.
Amal (24) mengaku pengalamannya ini mengingatkan dirinya soal Nakba pada 1948, dimana saat itu 750.000 warga Palestina dipaksa untuk mengungsi dari tanah air mereka.
"Kakek nenek saya terpaksa meninggalkan rumah dan harta benda mereka pada 1948."
"Dan saat ini, kami juga hidup dengan pengalaman pengungsian paksa," katanya kepada AlJazeera.
Meski telah meninggalkan pusat kota, Amal dan keluarganya tidak akan pergi ke selatan atau ke manapun.
Menurutnya, tidak ada tempat yang aman di seluruh Gaza, mengingat Israel juga membom Kota Rafah di selatan dan tank-tank membombardir Khan Younis, yang juga terletak di selatan.
Kakek Amal, Abu Rushdi, menuturkan apapun yang terjadi di Gaza menjadi alasan yang cukup untuk "tetap teguh di tanah kami."
"Kami bisa membangun rumah lagi, di manapun itu. Tapi, kami hanya punya satu tanah, dan itu adalah Palestina," kata dia.
Menurut dia, keluarganya adalah salah satu dari banyak keluarga di Palestina yang "bersiekras agar kami tetap tinggal di tanah kami, meskipun ada ketakutan di sekitar kami."
"Mereka (Israel) punya lebih banyak kekuatan, namun kami punya hak hidup dan menikmati dasar-dasar kehidupan manusia di Gaza dan seluruh Palestina, setelah mimpi buruk ini berakhir," pungkasnya.
Israel akan Buka Perbatasan
Baca juga: Israel Telanjangi Pengungsi Gaza Utara: Diarak ke Jalan Lalu Diangkut Truk dengan Tangan Terikat
Di tengah krisis yang dihadapi warga Gaza, Israel akan membuka perbatasan untuk mempercepat penyaluran bantuan, kata pejabat Amerika Serikat (AS).
Menurut laporan Reuters, Israel telah menyetujui permintaan AS untuk membuka perbatasan Karem Abu Salem - antara Israel dan Gaza - untuk pemeriksaan pengiriman bantuan.
Setelahnya, bantuan akan masuk melalui penyeberangan di Rafah dengan melewati Mesir.
Mengutip perkataan seorang pejabat senior AS, Reuters mengatakan pembukaan perbatasan itu bertujuan untuk mempercepat penyaringan dan pemeriksaan truk-truk yang membawa bantuan kemanusiaan ke Gaza "lewat penyeberangan Rafah".
Pejabat AS tidak memberikan kerangka waktu kapan Israel akan melaksanakan perjanjian tersebut.
Kepala bantuan kemanusiaan PBB, Martin Griffiths, mengatakan pada Kamis, pembukaan Karem Abu Salem akan menjadi “dorongan besar bagi proses logistik dan basis logistik operasi kemanusiaan” di Gaza.
Griffiths juga mengatakan situasi di Gaza sekarang sangat mengerikan sehingga “kami tidak memiliki operasi kemanusiaan di selatan Gaza yang dapat disebut dengan nama tersebut lagi."
Update Terkini Israel vs Hamas
Dilansir AlJazeera, berikut perkembangan terkini pendudukan Israel di Palestina per Jumat:
- Israel mengebom wilayah Gaza, dari Jabalia di utara hingga Khan Younis di selatan.
- Direktur WHO mengatakan pertempuran sengit membuat operasi kesehatan di Gaza sulit dipertahankan.
Ia juga menekankan tidak ada tempat aman di Gaza.
- Ajudan Gedung Putih, John Finer, mengatakan AS "belum memberikan batas waktu yang tegas pada Israel" untuk mengakhiri operasi militer di Gaza.
Namun, pihaknya mengatakan AS berusaha mengarahkan konflik dengan "cara yang konstruktif."
- Direktur Amnesty Internasional menyerukan Dewan Keamanan PBB untuk mengesahkan resolusi gencatan senjata di Gaza saat Dewan Keamanan diperkirakan akan membahas situasi tersebut pada Jumat.
- Penghormatan mengalir untuk akademisi dan penyair terkemuka Palestina, Refaat Alareer, yang tewas dalam serangan Israel di Gaza selatan.
(Tribunnews.com/Pravitri Retno W)