TRIBUNNEWS.COM - Israel mengusulkan kepada Hamas penghentian perang selama seminggu di Gaza demi pembebasan 40 sandera.
Israel mengusulkan gencatan senjata dengan imbalan sandera, termasuk perempuan, orang lanjut usia, dan mereka yang membutuhkan.
Tawaran tersebut akan menjadi bagian dari kesepakatan yang disampaikan kepada Hamas melalui mediator Qatar.
Duta Besar Israel untuk Amerika Serikat, Michael Herzog, mengakui kesiapan Israel untuk berhenti sejenak dalam upaya memaksimalkan pembebasan sandera.
Namun, Michael Herzog enggan mengonfirmasi kesepakatan akhir.
“Saya pikir terlalu dini untuk mengatakan apakah kita mencapai kesepakatan atau tidak, karena hingga saat ini Hamas menolak melakukan kesepakatan lain,” ujarnya, Rabu (20/12/2023), seperti diberitakan The Economic Times.
“Mereka mengharapkan gencatan senjata permanen, tapi saya berharap bahwa di bawah tekanan dari apa yang kami lakukan di lapangan, ditambah tekanan dari Qatar, mereka akan setuju untuk melakukan kesepakatan, tapi itu masih terlalu dini pada tahap ini,” jelasnya.
Baca juga: Hindari Rasa Malu, Tentara Israel yang Terluka Tolak Temui Netanyahu
Hamas disebut bersikeras melakukan gencatan senjata sebelum melepaskan lebih banyak sandera.
Sementara itu, upaya diplomatik yang sedang berlangsung terjadi di tengah krisis kemanusiaan yang memburuk di wilayah yang terkepung.
Pemungutan Suara PBB Ditunda
Pemungutan suara di Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengenai upaya untuk meningkatkan pengiriman bantuan ke Jalur Gaza telah ditunda beberapa hari karena perundingan terus berusaha menghindari veto ketiga Amerika Serikat (AS) atas tindakan yang telah berlangsung selama dua bulan perang Israel-Hamas.
Dilansir CNA, dewan beranggotakan 15 orang awalnya akan melakukan pemungutan suara terhadap resolusi yang dirancang oleh Uni Emirat Arab, Senin (18/12/2023).
Namun, hal ini telah berulang kali tertunda karena para diplomat mengatakan UEA dan AS kesulitan mencapai kesepakatan dengan alasan penghentian permusuhan dan proposal untuk membentuk pemantauan bantuan PBB.
Ketika ditanya apakah mereka hampir mencapai kesepakatan, Duta Besar AS untuk PBB, Linda Thomas-Greenfield, mengatakan pada Selasa (19/12/2023): "Kami sedang berusaha, kami benar-benar berhasil."
Baca juga: Anwar Ibrahim: Kapal-kapal Berbendera Israel Haram Sandar di Pelabuhan Malaysia
Rancangan resolusi tersebut akan menuntut Israel dan Hamas mengizinkan dan memfasilitasi pengiriman bantuan melalui darat, laut, dan udara ke dan di seluruh Jalur Gaza dan meminta PBB untuk memantau bantuan kemanusiaan yang tiba di daerah kantong Palestina.
Para diplomat mengatakan, AS ingin memperkuat pernyataan yang menyerukan penghentian segera permusuhan untuk memungkinkan akses kemanusiaan yang aman dan tanpa hambatan, dan untuk langkah-langkah mendesak menuju penghentian permusuhan yang berkelanjutan.
Amerika Serikat dan Israel menentang gencatan senjata karena mereka yakin hal itu hanya akan menguntungkan Hamas.
Washington malah mendukung jeda dalam pertempuran untuk melindungi warga sipil dan memungkinkan pembebasan sandera yang disandera oleh Hamas.
Baca juga: Warga Afrika Selatan yang Gabung Tentara Israel Bakal Hadapi Tuntutan Hukum Lakukan Kejahatan Perang
Sebagai informasi, serangan Israel di Gaza hanya dalam satu hari telah menewaskan sekitar 100 warga Palestina dan melukai ratusan lainnya, seperti diberitakan Al Jazeera.
Pemungutan suara Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) mengenai rancangan resolusi untuk menghentikan pertempuran telah ditunda dan sekarang diperkirakan akan dilaksanakan pada Rabu (20/12/2023).
Kemudian, Israel menyatakan telah menguasai kamp pengungsi Jabalia di Jalur Gaza utara.
Tentara Israel mengklaim pasukan Hamas di wilayah tersebut telah dibongkar.
Setidaknya 19.667 warga Palestina telah tewas dalam serangan Israel sejak 7 Oktober 2023.
Jumlah korban tewas akibat serangan Hamas terhadap Israel mencapai hampir 1.140 orang.
(Tribunnews.com/Nuryanti)