TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Agresi militer Israel ke Gaza Palestina telah berlangsung lebih dari 80 hari.
Perang Hamas dengan Israel ini menghancurkan wilayah Gaza, kota di Palestina yang dikepung dengan serangan militer Israel.
Tak hanya berdampak kepada keselamatan warga Gaza, namun serangan darat dan udara Israel itu berdampak ke hewan-hewan di kebun binatang di Rafah, kota di Gaza Selatan.
Hewan-hewan itu ada yang mati dan ada yang sekarat karena kelaparan.
Hewan di kebun binatang itu kini kekurangan pasokan makanan.
Saat ini sudah empat monyet mati karena kelaparan.
Baca juga: Serangan Israel Hancurkan Masjid Bersejarah Al-Omari, Warga Gaza: Kami Tidak Lagi Dengar Azan
Pemilik kebun binatang mengatakan bahwa malahan banyak pengungsi di Gaza Palestina yang kini berlindung di kebun binatang ketimbang hewan.
Adel Gomaa, yang mengungsi dari bagian utara Gaza, kini tinggal di kebun binatang bersama keluarganya.
Ia mengatakan jangankan hewan, masyarakat pun tidak bisa mendapatkan makanan.
“Hidup di daerah pengungsian sulit. Tidak ada makanan untuk manusia. Sulit untuk mendapatkan makanan untuk hewan karena prioritasnya adalah menyediakan makanan untuk masyarakat,” ujarnya.
Ahmed Gomaa, pemilik kebun binatang, mengatakan situasinya “tragis”, karena ia tidak mampu memberi makan hewan-hewan tersebut selama berminggu-minggu sejak dimulainya perang.
Seekor singa jantan, seekor singa betina, dan anak-anak mereka juga kelaparan, karena mereka makan roti yang direndam dalam air setiap minggu.
Anak-anak singa itu mungkin akan mati jika situasinya memburuk, kata Sofian Abdeen, dokter hewan yang membantu Gomaa.
Abdeen biasanya membawa ayam mati di Gomaa dari peternakan terdekat, yang juga mati kelaparan.
Namun sementara kekurangan pangan berlanjut, situasi akan semakin memburuk.
Bagaimana dengan Bantuan dari Luar?
Bantuan kemanusiaan yang telah disalurkan ke Gaza hanya memenuhi 10 persen dari kebutuhan penduduk.
Surat kabar ternama Israel, Haaretz, yang dikutip Anadolu hari Senin (1/1/2024) melaporkan lebih dari dua juta orang di Gaza, setengah dari total populasi, menghadapi kondisi kelaparan parah atau bahkan ekstrem.
Haaretz menyatakan 90 persen penduduk Gaza sering kali harus bertahan tanpa makanan dalam kehidupan sehari-hari.
"Meskipun 190 truk memasuki Gaza setiap hari dengan persetujuan Israel, namun hanya menyediakan sekitar 10 persen dari kebutuhan penduduk Gaza," tulis Haaretz.
Media Israel juga dikecam karena menutup-nutupi besarnya kerusakan, kematian, dan bencana kemanusiaan yang melanda Jalur Gaza akibat perang.
Sebuah pernyataan tegas dari surat kabar tersebut menunjukkan kekhawatiran akan minimnya liputan terhadap tragedi di wilayah tersebut.
Warga Gaza saat ini dalam krisis kemanusiaan dan kesehatan sangat parah, 1,4 juta dari 2,3 juta orang di wilayah tersebut terpaksa mengungsi dari rumah mereka.
Bencana kemanusiaan semakin diperparah oleh kebijakan Israel yang membatasi akses terhadap makanan, air, obat-obatan, dan listrik, semuanya terjadi di tengah pengeboman yang intensif oleh Israel ke wilayah kantong tersebut.
Bantuan yang tiba di Jalur Gaza selama ini belum pernah mencukupi kebutuhan keseluruhan penduduk, terutama karena blokade ketat yang diberlakukan Israel sejak tahun 2006 terhadap wilayah Palestina.
Konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa PBB untuk Perdagangan dan Pembangunan (UNCTAD) mengungkapkan pada 26 Oktober bahwa blokade Israel selama bertahun-tahun di Gaza telah membuat 80 persen warga Palestina di sana bergantung pada bantuan internasional.
Dalam 24 jam terakhir, setidaknya 150 warga Palestina dikabarkan meninggal dunia dan 286 lainnya terluka ketika pasukan Israel melanjutkan serangan mereka di Jalur Gaza yang terkepung, demikian disampaikan oleh Kementerian Kesehatan Gaza pada Minggu.
Jumlah korban Palestina yang meninggal akibat serangan tentara Israel sejak 7 Oktober terus bertambah, mencapai 21.900 orang.
Sedangkan 56.451 orang lainnya dilaporkan mengalami luka-luka. Situasi ini menggambarkan tragedi kemanusiaan yang semakin mendalam di Jalur Gaza.
Perang Terus Lanjut
Militer Israel pada Senin (1/1/2024) menyatakan, perang di Gaza akan terus berlanjut sepanjang tahun 2024.
Dalam sebuah pesan tahun baru, Juru Bicara Militer Israel Daniel Hagari menegaskan, bahwa puluhan ribu tentara cadangan akan dibutuhkan untuk bertempur.
"IDF (Pasukan Pertahanan Israel) harus membuat rencana ke depan, dengan memahami bahwa kami akan diminta untuk melakukan tugas-tugas tambahan dan peperangan sepanjang tahun ini," katanya kepada para wartawan.
"Tujuan perang membutuhkan pertempuran yang berkepanjangan dan kami sedang mempersiapkannya," tambah Hagari sebagaimana dikutip dari AFP.