TRIBUNNEWS.COM - Arab Saudi resmi bergabung dengan blok ekonomi yang terdiri atas Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan (BRICS).
Dikutip dari Reuters, pengumuman ini disampaikan lewat TV Pemerintah Arab Saudi pada Selasa (2/1/2024) waktu setempat.
Bergabungnya negara minyak ini mengonfirmasi pernyataan Menteri Luar Negeri Arab Saudi, Faisal bin Farhan Al Saud, pada Agustus 2023 lalu bahwa pihaknya bakal mempelajari detail-detail sebelum bergabung dengan BRICS
Adapun Faisal bin Farhan, saat itu, mengungkapkan pengumuman bergabungnya Arab Saudi ke BRICS kemungkinan bakal disampaikan pada awal Januari 2024.
Selain Arab Saudi, blok BRICS ini akan semakin bertambah anggotanya setelah bergabungnya negara lain yaitu Uni Emirat Arab, Mesir, Iran, dan Etiopia.
Hubungan Arab Saudi dan AS Diprediksi Makin Renggang
Di sisi lain, masuknya Arab Saudi ini bersamaan dengan terjadinya ketegangan geopolitik antara Amerika Serikat dan China serta perluasan pengaruh Cina ke Arab Saudi.
Kendati hubungan yang kuat dengan AS terus berlanjut, Arab Saudi terlihat semakin mengatur arah negaranya sendiri lantaran kekhawatiran bahwa AS kurang berkomitmen terhadap keamanan di wilayah strategis antara Arab Saudi dan Uni Emirat Arab.
Peneliti di Rice University Baker Institute, Jim Krane, melihat kerenggangan hubungan Arab Saudi-AS semakin nyata ketika ada pengabaian oleh Arab Saudi dalam sektor minyak.
"Kami melihat Saudi mengabaikan kepentingan AS di beberapa bidang: kemitraan pasar minyak Saudi-Rusia, dalam hubungan Riyadh yang semakin erat dengan China, dan dalam serentetan penolakan kerajaan untuk meningkatkan produksi minyak ketika Washington memintanya," ujarnya.
Baca juga: Afsel Pastikan Vladimir Putin Tak Hadiri KTT BRICS, Presiden Cyril Ramaphosa Serba Salah
Krane juga melihat bahwa hubungan Arab Saudi justru semakin erat dengan China ketika Presiden China, Xi Jinping disambut dengan meriah pada Desember 2023 lalu.
Sementara di sisi lain, pertemuan dengan Presiden AS, Joe Biden, justru batal terealisasi.
Padahal, sambungnya, pertemuan Arab Saudi dan AS demi meyakinkan Arab Saudi untuk meningkatkan produksi minyak dan dikirim ke Negeri Paman Sam demi menurunkan harga bahan bakar minyak (BBM).
Krane mengungkapkan bahwa kekhawatiran terbesar AS adalah ketika penetapan harga minyak bukan dikonversikan dalam mata uang dolar AS tetapi ke mata uang BRICS, renminbi.