“Saya tidak bisa diam-diam terlibat karena pemerintahan ini gagal memanfaatkan pengaruhnya sebagai sekutu terkuat Israel untuk menghentikan taktik hukuman kolektif yang kejam dan terus berlanjut yang telah memutus akses terhadap makanan, air, listrik, bahan bakar, dan pasokan medis bagi warga Palestina di Gaza, yang menyebabkan meluasnya konflik di Gaza. penyakit dan kelaparan,” kata Habash dalam suratnya.
Dukungan Biden terhadap Israel semakin tidak populer
Selain meningkatnya perbedaan pendapat dari dalam pemerintahannya, Biden juga menghadapi ketidakpuasan dari partai politiknya sendiri dan masyarakat Amerika atas pendekatannya terhadap perang Israel di Gaza.
Pemerintahan Biden telah berulang kali mengatakan pihaknya memberikan nasihat kepada Israel tentang cara meminimalkan korban sipil. Namun, ketika jumlah korban tewas di Palestina terus meningkat, AS juga mempercepat pengiriman senjata ke Israel.
Pemerintahan Biden telah dua kali menggunakan otoritas darurat untuk mengabaikan tinjauan kongres dan mengirim artileri dan amunisi ke Israel. Hal ini secara khusus telah menimbulkan kekhawatiran dari anggota parlemen Partai Demokrat, yang mengeluarkan pernyataan menentang langkah Biden untuk melepaskan wewenang kongres dalam penjualan senjata.
AS juga merupakan satu-satunya negara yang memveto resolusi Dewan Keamanan PBB yang menyerukan gencatan senjata di Gaza, sebuah tuntutan yang didukung oleh mayoritas dewan serta puluhan negara lainnya. Pembelaan Washington terhadap Israel di PBB telah menyebabkan peningkatan isolasi dengan mayoritas komunitas internasional mengenai posisi perang Gaza.
Jajak pendapat publik di Amerika juga menunjukkan bahwa pendekatan Biden tidak menguntungkan, terutama di kalangan anak muda Amerika.
Sebuah survei yang dilakukan oleh The New York Times menemukan bahwa setengah dari generasi muda Amerika percaya bahwa Israel sengaja membunuh warga sipil di Gaza, sementara 70 persen dari mereka tidak setuju dengan cara Biden menangani konflik tersebut.
(Sumber: middle east monitor, Sky News Arabia, Middle East Eye)