TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pekan ini sebuah kabar dari Arab Saudi menjadi perhatian komunitas internasional.
Pasalnya Arab Saudi resmi mengumumkan bergabung dengan BRICS.
BRICS adalah organisasi antarpemerintah yang sebelumnya beranggotakan Brazil, Rusia, India, China dan Afrika Selatan.
Namun kini keanggotannya diperluas.
Anggota baru BRICS yang bertambah mayoritas berasal dari Timur Tengah.
Belakangan keanggotannya bertambah dengan bergabungnya Uni Emirat Arab, Mesir, Iran, dan Ethiopia.
Kini Arab Saudi juga menyatakan bergabung BRICS.
Baca juga: Lawan Dolar AS, Iran Mau Bikin Mata Uang Bersama Negara-Negara BRICS
TV pemerintah Saudi mengatakan pada Selasa (2/1/2024) bahwa kerajaan tersebut secara resmi bergabung dengan blok negara-negara BRICS.
Kementerian Luar Negeri Arab Saudi sebelumnya mengatakan pada Agustus bahwa kerajaannya akan mempelajari secara terperinci sebelum diusulkan bergabung pada 1 Januari untuk mengambil “keputusan yang tepat.”
Pangeran Faisal bin Farhan mengatakan kelompok BRICS adalah “saluran yang bermanfaat dan penting” untuk memperkuat kerja sama ekonomi.
Masuknya Arab Saudi terjadi di tengah ketegangan geopolitik antara Amerika Serikat (AS) dan China dan perluasan pengaruh China terhadap Arab Saudi.
Meski terus menjalin hubungan yang kuat dengan AS, Arab Saudi mengambil langkah sendiri karena kekhawatiran bahwa Washington kurang berkomitmen terhadap keamanan Teluk dibandingkan di masa lalu.
China, pembeli minyak terbesar Arab Saudi, memimpin seruan agar BRICS berekspansi untuk menjadi penyeimbang terhadap negara-negara Barat.
Perluasan keanggotaan tersebut dapat memperkuat ambisi kelompok tersebut untuk menjadi pemimpin negara-negara di belahan bumi Selatan, meskipun pada November lalu Argentina memberi isyarat bahwa mereka tidak akan menerima undangan untuk bergabung.
Mengapa Arab Saudi Tak Gabung G7?
Menurut IMF, BRICS yang diperluas kini melampaui G7.
G7 merupakan kelompok kerjasama informal negara-negara barat yang dimotori Amerika Serikat (AS) beranggotakan AS,Inggris, Italia, Jepang, Jerman, Kanada, dan Prancis.
IMF mengatakan PDB BRICS kini mencakup 36 persen dari total PDB dunia.
Sejumlah analis mereka-reka mengapa Arab Saudi tidak bergabung dengan kelompok G7.
Masuknya Arab Saudi ini bersamaan dengan terjadinya ketegangan geopolitik antara Amerika Serikat dan China serta perluasan pengaruh Cina ke Arab Saudi.
Kendati hubungan yang kuat dengan AS terus berlanjut, Arab Saudi terlihat semakin mengatur arah negaranya sendiri lantaran kekhawatiran bahwa AS kurang berkomitmen terhadap keamanan di wilayah strategis antara Arab Saudi dan Uni Emirat Arab.
Peneliti di Rice University Baker Institute, Jim Krane, melihat kerenggangan hubungan Arab Saudi-AS semakin nyata ketika ada pengabaian oleh Arab Saudi dalam sektor minyak.
"Kami melihat Saudi mengabaikan kepentingan AS di beberapa bidang: kemitraan pasar minyak Saudi-Rusia, dalam hubungan Riyadh yang semakin erat dengan China, dan dalam serentetan penolakan kerajaan untuk meningkatkan produksi minyak ketika Washington memintanya," ujarnya.
Krane juga melihat bahwa hubungan Arab Saudi justru semakin erat dengan China ketika Presiden China, Xi Jinping disambut dengan meriah pada Desember 2023 lalu.
Sementara di sisi lain, pertemuan dengan Presiden AS, Joe Biden, justru batal terealisasi.
Padahal, sambungnya, pertemuan Arab Saudi dan AS demi meyakinkan Arab Saudi untuk meningkatkan produksi minyak dan dikirim ke Negeri Paman Sam demi menurunkan harga bahan bakar minyak (BBM).
Krane mengungkapkan bahwa kekhawatiran terbesar AS adalah ketika penetapan harga minyak bukan dikonversikan dalam mata uang dolar AS tetapi ke mata uang BRICS, renminbi.
"China telah menekan Arab Saudi untuk menetapkan harga minyak dalam renminbi selama beberapa waktu," ujarnya.
"Pemerintahan Biden sedang mengejar masah ini dalam kerangka kerja Abraham Accords. Jadi kerajaan (Arab Saudi) ini tampaknya berada dalam posisi yang membuat iri untuk "menyeimbangkan" antara Beijing dan Washington, mengikuti pihak mana pun yang menawarkan hadiah terbesar," sambung Krane.
Mengapa Indonesia Tidak Gabung?
Beberapa waktu lalu, Indonesia juga dikabarkan akan gabung BRICS.
Namun Presiden Joko Widodo (Jokowi) menegaskan Indonesia masih mengkaji keikutsertaan untuk menjadi anggota BRICS.
Hal itu disampaijan Jokowi dalam pernyataan persnya usai menghadiri KTT BRICS di Afrika Selatan, Kamis, (24/8/2023).
"Kita ingin mengkaji terlebih dahulu mengkalkukasi terlebih dahulu," kata Jokowi.
Untuk menjadi anggota BRICS kata Jokowi suatu negara harus menyampaikan surat expression of interest. Sampai Saat ini Indonesia belum menyampaikan surat tersebut.
"Kita tidak ingin tergesa-gesa," katanya.
Lagi pula kata Presiden hubungan Indonesia dengan lima negara anggota BRICS yakni Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan terjalin dengan baik.
"Juga hubungan kita dengan anggota BRICS juga sangat baik dan terutama di bidang ekonomi," katanya.