TRIBUNNEWS.COM - Rangkuman berita populer Tribunnews di kanal Internasional dapat disimak di sini.
PM Israel Benjamin Netanyahu semakin tidak dipercaya bahkan oleh sekutunya sendiri.
Seorang anggota parlemen AS yang pro-Israel pun menyebutnya sebagai bencana.
Sementara itu, pasukan Israel menyebar pamflet berisi foto-foto para sandera di Gaza selatan.
Selengkapnya, berikut berita populer internasional dalam 24 jam terakhir.
1. Disebut Bencana, Netanyahu Semakin Tak Dipercaya Bahkan di Kalangan Parlemen AS yang Pro-Israel
Sejumlah anggota parlemen Amerika Serikat yang pro-Israel menyatakan keraguan mereka terhadap PM Benjamin Netanyahu mengenai caranya menangani perang di Gaza, NBC News melaporkan.
Tiga anggota parlemen yang diwawancarai NBC News bertanya-tanya apakah Netanyahu memiliki strategi nyata dalam perang melawan Hamas.
Mereka menduga, Netanyahu sengaja memperpanjang perang agar ia tetap berkuasa.
Salah satu anggota DPR dari Partai Republik mengatakan, "sangat sulit" untuk membela Netanyahu.
Ia menyatakan, bahwa PM Israel memiliki keuntungan politik tersendiri bila menghindari gencatan senjata.
Baca juga: Netanyahu: Israel dari Sungai ke Laut, Hamas Gebrak Negara Arab Agar Tersadar Soal Normalisasi
Anggota parlemen itu menekankan, ada ketidakpercayaan terhadap kemampuan Netanyahu memimpin, baik di pemerintahan maupun di lapangan.
Seorang anggota DPR dari Partai Demokrat yang menyebut, dirinya sebagai "teman kuat" Israel, justru menyebut Netanyahu sebagai "bencana".
Ia menyatakan, keprihatinan atas perang tanpa akhir yang menewaskan terlalu banyak warga sipil di Gaza.
Pendapat tersebut sejalan dengan laporan serupa mengenai para pejabat AS yang semakin frustrasi menghadapi Netanyahu.
2. Israel Sebar Pamflet di Gaza Selatan, Minta Warga untuk Cari Informasi tentang Sandera
Pasukan Israel (IDF) menyebarkan pamflet yang berisi foto puluhan sandera di Gaza Selatan pada hari Sabtu (20/1/2024).
Dalam selebaran tersebut, IDF meminta kepada warga untuk memberikan informasi tentang sandera yang masih berada di Gaza.
“Kamu ingin kembali ke rumah? Silakan laporkan jika Anda mengidentifikasi salah satu dari mereka,” bunyi pesan yang tertulis di selebaran, dikutip dari Al Jazeera.
Mereka juga mencantumkan nomor telepon yang dapat dihubungi dan tautuan ke situs web yang berisi foto dan nama para tawanan dalam bahasa Arab.
IDF berjanji memberikan imbalan kepada warga yang memberikan informasi tersebut.
Menurut salah satu warga Gaza, Israel melakukan langkah tersebut karena tidak dapat informasi terkait sandera yang masih berada di Gaza.
“Mereka meminta bantuan masyarakat karena mereka tidak bisa mendapatkan sandera mereka karena adanya perlawanan,” kata Abu Ali.
Ia mengatakan, apabila sandera ingin segera dikembalikan, maka Netanyahu harus segera mengakhiri agresi di Gaza.
“Akhiri perang, Netanyahu, dan kembalikan rakyatmu,” katanya kepada kantor berita Reuters.
Para tawanan yang masih berada di Gaza selatan diambil selama serangan Hamas pada 7 Oktober di Israel selatan.
Lebih dari 100 tawanan dibebaskan selama gencatan senjata singkat antara Israel dan Hamas pada bulan November.
Israel mengatakan 132 orang masih berada di Gaza dan 27 orang tewas di tempat sandera.
3. Media AS Sebut Israel Gagal di Gaza: Komanda Militer IDF Frustasi, Infrastruktur Hamas Lebih Canggih
Media Amerika Serikat (AS) New York Times, menerbitkan sebuah artikel, isinya soal kegagalan agresi Israel di Gaza.
Artikel tersebut, berdasarkan kesaksian empat pemimpin senior militer, yang berbicara tanpa menyebut nama karena tidak diizinkan untuk berbicara secara terbuka tentang pendapat pribadi mereka.
Namun dalam sebuah pernyataan yang diterbitkan pada Sabtu sore (20/1/2024), tentara Israel menyangkal artikel New York Times tersebut.
Tentara Israel mengatakan, bahwa komentar yang dikutip dalam laporan media AS itu 'tidak diketahui' oleh militer dan tidak mencerminkan posisi IDF.
Dalam artikel itu, para komandan militer Israel mengatakan dua tujuan utama pemerintah Israel kini tidak sejalan.
Dituliskan di New York Times, usai lebih dari 100 hari perang, kemajuan terbatas Israel dalam membubarkan Hamas telah menimbulkan keraguan di kalangan komando tinggi militer mengenai kelayakan jangka pendek untuk mencapai tujuan utama negara itu pada masa perang.
Yakni memberantas Hamas dan membebaskan sandera Israel yang masih di Gaza.
Militer Israel harus terlibat dalam perang panjang yang kemungkinan besar akan memakan korban jiwa para sandera.
Selama 100 hari lebih itu, Israel hanya bisa menguasai sebagian kecil wilayah Gaza, jauh dari rencana Israel sejak awal invasi.
Kecepatan yang lebih lambat dari yang diharapkan telah menyebabkan beberapa komandan militer Israel merasa frustrasi, atas strategi pemerintah sipil di Gaza.
Dan membuat mereka menyimpulkan bahwa kebebasan lebih dari 100 sandera Israel yang masih berada di Gaza hanya dapat diperoleh melalui cara-cara diplomatik dan bukan militer.
4. Gelombang Serangan Hizbullah Hantam Tentara IDF, Israel Ngamuk Bombardir Kota-Kota Lebanon
Milisi Perlawanan di Lebanon, Hizbullah dilaporkan melancarkan sejumlah serangan secara bergelombang ke tentara Israel (IDF) di perbatasan, Sabtu (20/1/2023).
Hizbullah mengeklaim, serangan secara akurat menghantam kelompok tentara dan pangkalan militer garis depan IDF di wilayah utara.
"Untuk mendukung rakyat Palestina dan Perlawanan mereka, para pejuang Hizbullah melancarkan tiga serangan pada Sabtu pagi, meliputi distrik operasi barat dan timur," tulis laporan Al-Mayadeen mengutip pernyataan kelompok perlawanan tersebut.
Disebutkan, gelombang serangan Hizbullah pada Sabtu dimulai pada pukul 09.40 waktu setempat dengan menargetkan sekelompok tentara Israel yang ditempatkan di sekitar lokasi militer al-Dhayrah Israel.
"Serangan mengakibatkan beberapa korban di antara barisan musuh," kata pernyataan Hizbullah.
Kemudian, kelompok tersebut melancarkan serangan di distrik operasi timur, menargetkan kelompok lain pasukan IDF yang ditempatkan di sekitar Kastil Hounin Lebanon yang diduduki Israel.
Situs ini telah digunakan oleh Israel untuk tujuan militer dan terletak di wilayah pendudukan al-Jalil Panhandle, dekat wilayah Lebanon yang dibebaskan pada Mei 2000.
(Tribunnews.com)