TRIBUNNEWS.COM - Sebuah pangkalan militer milik Amerika Serikat (AS) kembali diserang di Suriah, Senin (5/2/2024).
Pangkalan militer yang berada di Provinsi Deir ez-Zor, Suriah ini diserang pesawat tak berawak oleh kelompok milisi yang didukung oleh Iran.
Kelompok tersebut ditempatkan di tepi barat Sungai Eufrat menyerang ladang minyak Al-Omar, tempat pasukan AS ditempatkan.
Mengutip Anadolu Agency, dalam serangan drone kamikaze tersebut, tak ada korban jiwa yang dilaporkan.
Sejauh ini, AS belum mengeluarkan pernyataan mengenai serangan tersebut.
Namun, Penasihat Keamanan Nasional Gedung Putih, Jake Sullivan pada Minggu (4/2/2024) telah memperingatkan Iran dan milisi yang dipersenjatai, akan adanya pembalasan yang lebih lanjut jika mereka masih melakukan serangan.
"Kami siap menghadapi apa pun yang coba dilakukan oleh kelompok atau negara mana pun," kata Sullivan, dikutip dari Arab News.
Sullivan mengatakan Iran harus mengharapkan "tanggapan yang cepat dan kuat" jika Iran – dan bukan salah satu proksinya – "memilih untuk merespons secara langsung" terhadap AS.
Peringatan Sullivan ini muncul setelah AS dan Inggris menyerang 36 sasaran Houthi di Yaman.
Militan yang didukung Iran telah berulang kali menembaki kepentingan Amerika dan internasional setelah perang Israel-Hamas.
Pasukan Amerika juga melakukan serangan udara terhadap lima rudal di Yaman pada hari Minggu.
Baca juga: Pasukan AS Menjarah Minyak Suriah, Penyelundupan Minyak Terjadi 2 Hari Setelah Serangan Brutal AS
Serangan itu terjadi sehari setelah pasukan AS dan Inggris melancarkan gelombang serangan udara terhadap Houthi.
Komando Pusat AS (CENTCOM) mengatakan, pasukan AS telah melakukan serangan untuk membela diri terhadap rudal jelajah serangan darat Houthi.
"Dan kemudian menyerang empat rudal jelajah anti-kapal, yang semuanya siap diluncurkan terhadap kapal-kapal di Laut Merah," tulis CENTCOM dalam pernyataannya.
"Pasukan Amerika mengidentifikasi rudal-rudal tersebut di wilayah Yaman yang dikuasai Houthi dan menyimpulkan bahwa rudal-rudal tersebut merupakan ancaman nyata terhadap kapal Angkatan Laut AS dan kapal dagang di wilayah tersebut," tambahnya.
Serangan AS dan Inggris
Amerika Serikat (AS) dan Inggris telah melakukan serangan terhadap posisi-posisi yang dikuasai Houthi di Yaman dalam gelombang serangan baru terhadap kelompok Yaman yang bersekutu dengan Iran, Sabtu (3/2/2024).
Gelombang serangan baru ini menyusul serangan udara AS di Irak dan Suriah pada hari Jumat, yang menargetkan kelompok bersenjata yang terkait dengan Korps Garda Revolusi Islam (IRGC) Iran sebagai pembalasan atas pembunuhan tiga tentara AS di Yordania pekan lalu.
AS menyalahkan serangan Yordania terhadap Perlawanan Islam di Irak, sebuah koalisi kelompok bersenjata yang terkait dengan Iran.
Teheran telah berusaha menjauhkan diri dari serangan pesawat tak berawak tersebut.
Baca juga: Tak Mau Perangi Teheran, AS Ingin Berangus Militan Dukungan Iran di Timur Tengah
CENTCOM mengatakan mereka melancarkan serangan "proporsional" dengan "dukungan" dari Australia, Bahrain, Kanada, Denmark, Belanda, dan Selandia Baru.
Sebanyak 36 sasaran diserang di 13 lokasi sekitar tengah malam pada hari Sabtu.
"Serangan ini dimaksudkan untuk melemahkan kemampuan Houthi yang digunakan untuk melanjutkan serangan mereka yang ceroboh dan melanggar hukum terhadap kapal-kapal AS dan Inggris serta pelayaran komersial internasional di Laut Merah, Selat Bab al-Mandeb, dan Teluk Aden," kata CENTCOM, dikutip dari Al Jazeera.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran, Nasser Kanaani mengutuk serangan terhadap Yaman dalam sebuah pernyataan pada hari Minggu.
Kanaani mengatakan bahwa serangan tersebut merusak perdamaian dan keamanan internasional dan bertentangan dengan klaim Washington dan London bahwa mereka tidak menginginkan perang yang lebih luas di wilayah tersebut.
"AS dan Inggris, dalam melanjutkan dukungan penuh mereka terhadap kejahatan perang rezim Zionis dengan tindakan militer mereka di seluruh wilayah, menyebarkan kekacauan, kekacauan, ketidakamanan dan ketidakstabilan dengan tujuan memberikan ruang bernapas bagi rezim kriminal, yang dituduh melakukan genosida terhadap warga Palestina," kata Kanaani.
Baca juga: Gertak AS, Iran Pamer Rudal Anti Tank Baru, Diklaim Bisa Melesat hingga 20 Kilometer
Irak Kutuk Serangan AS
Irak pada hari Sabtu mengutuk serangan balasan AS terhadap kelompok bersenjata pro-Iran di wilayahnya.
Juru bicara Perdana Menteri Irak Mohamed Shia Al-Sudani, Jenderal Yehia Rasool memperingatkan akan adanya konsekuensi bencana bagi negara dan sekitarnya.
Yehia Rasool mengatakan, serangan hari Jumat di Irak barat dekat perbatasan Suriah adalah "pelanggaran kedaulatan Irak".
"Ini (serangan AS) akan membawa konsekuensi yang berbahaya bagi keamanan dan stabilitas Irak dan kawasan," kata Rasool dalam sebuah pernyataan, dikutip dari Arab News.
Namun, Gedung Putih mengaku sudah menghubungi pemerintah Irak sebelum melakukan serangan udara.
Baca juga: Panglima Perang Israel Merengek ke AS, Minta Pasukan Radwan Hizbullah Dijauhkan ke Sungai Litani
Pernyataan Gedung Putih ini muncul setelah militer Irak menuduh Washington melanggar kedaulatan negaranya.
"Kami sudah memberi tahu pemerintah Irak sebelum serangan terjadi," kata juru bicara Dewan Keamanan Nasional Gedung Putih, John Kirby, dikutip dari Al Jazeera.
Gedung Putih bersikeras bahwa Amerika Serikat tidak ingin berperang dengan Iran.
Meski melakukan serangan udara terhadap Korps Garda Revolusi Islam (IRGC) dan kelompok bersenjata yang berafiliasi, AS bersikeras tak ingin membuka konflik dengan Iran.
"Kami tidak mencari konflik dengan Iran," kata Kirby.
Baca juga: Nurut Pada Perintah AS, Irak Larang Bank Lokal Gunakan Dolar untuk Alat Transaksi
"Target-target ini dipilih untuk mengganggu kemampuan IRGC dan kelompok-kelompok yang mereka sponsori."
"Kami yakin target-target ini termasuk dalam kriteria tersebut. Tujuannya adalah menghentikan serangan-serangan ini. Kami tidak ingin berperang dengan Iran," tegasnya.
(Tribunnews.com/Whiesa)