TRIBUNNEWS.COM -- Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky ternyata sudah lama menginginkan panglima perangnya Valeri Zaluzhny didepak dari jabatannya.
Akan tetapi panglima berjuluk 'Jenderal Besi' tersebut hingga kini masih menduduki jabatannya.
Hingga pada akhir Januari lalu, rumor bahwa Presiden sudah ingin memecat panglima perangnya tersebut meledak. Berbagai media Barat hingga media dari negara musuhnya, Rusia pun memberitakan bahwa Zelensky menginginkan pergantian panglima perang.
Akan tetapi hingga kini Jenderal Valeri Zaluzhny masih duduk di jabatannya dan tidak ada yang berani mendongkel posisinya.
Ukrainska Pravda memberitakan bahwa Zaluzhny sebagai bawahan Zelensky sudah mulai 'mbalelo' atau melawan saat presiden mendeklarasikan serangan balasan musim semi 2023.
Zelensky menganggapnya sebagai bawahannya dalam elemen vertikal pemerintahan Ukraina. Presiden harus menjamin hasil dalam peperangan dan diterjemahkan dalam peringkat politik.
Semua elemen di bawahnya dianggap harus bekerja keras untuk meraih hasil.
“Sudah lama jelas bahwa Zelensky tidak bisa memerintahkan Zaluzhny. Ia hanya berpura-pura mendengarkan dan kemudian melakukan apa yang menurutnya benar. Ketika mereka bersiap untuk serangan balasan, ada banyak cerita seperti ini ketika hal itu terjadi. hingga distribusi senjata, perencanaan, dan segalanya,” jelas salah satu anggota tim Zelensky.
“Tetapi ketika Panglima secara terbuka mulai terlibat dalam politik dan menulis opini untuk media Barat, jelas bahwa dia telah melakukan lebih dari sekedar pekerjaan militer. Saat itulah presiden memutuskan dia harus mengambil tindakan,” ujar sumber tersebut menambahkan.
Sederhananya, krisis manajemen militer antara Zelensky dan Zaluzhnyi diperparah ketika krisis tersebut beralih ke tingkat politik semata, terutama ketika operasi ofensif besar-besaran di selatan gagal mencapai hasil yang diharapkan.
Puncaknya, pada akhir Januari, saat Kantor Kepresidenan mengadakan survei yang hasilnya ternyata sangat tidak terduga.
Sumber-sumber media yang berpusat Kiev tersebut mengatakan ada tiga hasil jajak pendapat yang membuat Zelensky geleng-geleng kepala.
Pertama, peningkatan warga yang menginginkan perang diakhiri. Ini kompromi dengan pihak agresor, wilayah Ukraina pun bakalan berkurang drastis.
Kedua, ada dua tren politik yang jelas: penurunan tingkat dukungan terhadap pemerintah saat ini.
Ketiga, popularitas Valeri Zaluzhny, Panglima Angkatan Bersenjata Ukraina justru melonjak dikalangan militer dan masyarakat.
Hal ini bakalan menjadi masalah, manakala Ukraina yang rencananya tahun ini menggelar pemilihan presiden, kalau tidak terjadi perang.
Zaluzhny yang dianggap lebih polpuler dan menjadi kepercayaan militer dan warga Ukraina mengancam karir politik Zelensky.
Kantor tersebut mempertanyakan keandalan hasil survei, melarang keras tim peneliti mempublikasikannya, dan tidak menunjukkannya kepada tim Presiden atau siapa pun di luar lingkaran kecil.
Presentasi diadakan pada tanggal 24 Januari. Dan pada tanggal 29, Zelensky mengundang Zaluzhny ke Jalan Bankova, tempat Kantor Presiden berada, dan menawarinya kesempatan untuk memilih posisi baru di tim.
Ternyata Presiden sudah berulang kali menawarkan ke sejumlah pejabatnya yang akhirnya lengser, diantaranya adalah Perdana Menteri Oleksii Honcharuk yang lengser pada tahun 2020 lalu Jaksa Agung Iryna Venediktova pada Juli 2022.
Dan terakhir adalah Yulia Laputina, Menteri Urusan Veteran Ukraina yang mengundurkan diri pada pekan ini.
Namun hal itu tidak terjadi pada Zaluzhny. Panglima tentara Ukraina ini adalah orang pertama menolak mengundurkan diri.
Presiden menyarankan agar Zaluzhny mencari posisi baru, seperti menjadi penasihat modernisasi angkatan darat.
Sebagai tanggapan, Zaluzhny berterima kasih kepada Zelenskyy atas "keterusterangannya" tetapi menolak usul tersebut.
Ia pun menolak saran agar ia menulis surat pengunduran diri. Zaluzhny menilai, jika Panglima Tertinggi memutuskan untuk mengganti Panglima TNI, hal itu merupakan kewenangannya dan sudah menjadi keputusannya.
Zaluzhnyi dan timnya menghabiskan seminggu setelah pertemuan terkenal itu menunggu pemecatan. Selama ini, Kantor Kepresidenan dan Menteri Pertahanan Umierov masih berusaha meyakinkan Zaluzhnyi untuk "memilih posisi" di timnya.
Ia bahkan ditawari posisi Duta Besar untuk negara anggota NATO.
Seorang duta besar harus warga sipil, dan Zaluzhnyi adalah jenderal militer. Jadi dia harus mengundurkan diri terlebih dahulu, dan itu tidak mungkin dilakukan selama darurat militer,” ungkap sumber yang dekat dengan Zaluzhnyi.
Ukrainska Pravda mendapat informasi bahwa Staf Umum mengharapkan keputusan pemberhentian Zaluzhny dan Shaptala muncul pada hari Jumat, 2 Februari.
The Washington Post (WaPo), mengutip sumbernya sendiri, sebelumnya melaporkan bahwa pemerintah Ukraina telah memberi tahu Gedung Putih tentang keputusan Zelensky untuk menggantikan Panglima Angkatan Bersenjata Ukraina.
Menurut WaPo, Gedung Putih tidak mendukung rencana presiden Ukraina tersebut, namun juga tidak mengajukan keberatan, dan mengakui bahwa itu adalah keputusan Zelensky.
Hari itu, menurut sumber Ukrainska Pravda, Dinas Keamanan Ukraina (SSU) mengatakan kepada anggotanya untuk bersiap menghadapi kemungkinan kerusuhan di kota Kiev.
SSU meminta beberapa komandan batalion dan brigade Angkatan Bersenjata Ukraina untuk mengawasi personelnya agar tidak ada yang meninggalkan posisinya atau merencanakan perpindahan.
Namun pemecatan itu tidak terjadi. Sebaliknya, pada tanggal 2 Februari, Volodymyr Zelensky mengadakan pertemuan Staf Panglima Tertinggi, yang juga mengundang Zaluzhny.
Semua orang yang hadir memperhatikan Presiden dan Panglima dengan cermat. Terkait situasi di garis depan, Zelensky meminta Zaluzhny untuk berbicara, seperti biasa.
"Semua orang sedikit gugup, tapi mereka berdua bertindak seolah-olah tidak terjadi apa-apa dan itu hanya rapat Staf biasa. Ketika Zaluzhny menyelesaikan laporannya, Zelenksy tidak bergeming – dia mengucapkan terima kasih dan memberikan kesempatan kepada pembicara berikutnya ," kenang salah satu peserta.
Ketika pertemuan berakhir, Presiden melaporkan hal tersebut melalui Telegram seperti biasa: "Saya telah mengadakan pertemuan Staf Panglima Tertinggi. Kami membahas produksi drone dan amunisi Ukraina, situasi di zona pertempuran, sektor energi, dan pembangunan benteng."
Upaya untuk menyamarkan pemecatan Zaluzhny sebagai bagian dari "reset besar" secara keseluruhan dapat dimengerti.
Namun pengaturan ulang ini sepertinya tidak akan mengalihkan perhatian dari pemecatan orang paling tepercaya di Ukraina, yang merupakan hal yang diinginkan oleh Kantor Kepresidenan.
Upaya meragukan dari jaringan pengaruh yang berorientasi pada Kantor Kepresidenan, yang berupaya merendahkan Zaluzhny atau menggambarkan pengunduran dirinya sebagai tuntutan Amerika Serikat, sepertinya tidak akan membantu. (Ukrainska Pravda)