TRIBUNNEWS.COM - Kepala pemuka agama Yahudi Ortodok Rabi Yitzhak Yosef, menyerukan umatnya yang sebagian besar komunitas Yahudi Haredi, eksodus massal atau pindah ke luar negeri, jika Pemerintah Israel memaksa mereka ikut wajib militer.
Pernyataan tersebut menuai kontroversi di saat IDF, pasukan pertahanan Israel, mengalami krisis tentara seiring perang yang berkecamuk di Gaza dan utara Israel.
Sejak 7 Oktober 2023 hingga saat ini, IDF melancarkan serangan untuk menghancurkan kekuatan militer Hamas di Gaza.
Sementara di utara Israel yang berbatasan dengan Lebanon Selatan, IDF menghadapi tekanan dari Hizbullah.
Rabi Yitzhak Yosef berpendapat bahwa Yeshiva, lembaga pendidikan Yahudi, adalah yang selama ini menopang dunia.
"Negara ada berdasarkan pembelajaran Taurat, dan tanpa Taurat, tentara tidak akan berhasil," serunya dalam pelajaran sebuah kelas di Yerusalem, seperti dikutip Jerusalem Post.
"Jika mereka memaksa kami untuk bergabung dengan tentara, kami semua akan pindah ke luar negeri,” demikian ancamannya.
Pernyataan Yitzhak Yosef tentu saja bisa memicu eksodus besar-besaran sehingga dapat mengguncang fondasi negara Israel mengingat komunitas Haredim merupakan salah satu yang terbesar di negara Yahudi tersebut.
Dia mengingat kembali pencapaian militer pada 7 Oktober, menghubungkannya dengan perlindungan ilahi yang diberikan melalui pembelajaran Taurat, bukan hanya karena kecakapan militer.
“Apa yang akan kita lakukan tanpa Yeshivas? Merekalah yang menopang dunia. Tidak ada yang mengatakan kepada saya bahwa ini semua berkat pilot, pemboman, atau pesawat,” terangnya menyoroti anggapan rendahnya penghargaan atas kontribusi spiritual terhadap keamanan nasional.
Tak hanya menyampaikan kritik, ia juga menebar ancaman tindakan kolektif
"Kami akan membeli tiket; tidak ada yang memaksa kami masuk militer. Negara mendukung hal ini,” tegasnya.
Komentar Yosef merupakan topik lama yang menjadi perdebatan di kalangan masyarakat Israel.
Diketahui, komunitas Yahudi Haredim berjumlah 13,5 persen dari 9,45 juta orang total populasi Israel saat ini.
Secara tradisional mereka menikmati pengecualian penuh dari wajib milter.
Pengecualian itu sudah diatur secara khusus sejak lama oleh Davin Ben Gurion, Perdana Menteri pertama sekaligus salah satu pendiri negara Israel.
Rabi Yitzhak Yosef dikritik habis-habisan
Pernyataan Yosef ditanggapi dengan kritik keras. Salah satunya datang dari Partai Religius Zionis.
Dalam sebuah postingan di X (sebelumnya Twitter) mereka mengatakan, "wajib militer menjadi tentara adalah sebuah mitzvah (semacam perintah Tuhan) yang hebat! Setelah dua ribu tahun pengasingan."
"Kami tidak akan pernah meninggalkan negara kami. Masyarakat yang bersedia untuk membayar dengan nyawanya karena Tanah Israel tidak akan menyerahkannya dalam kondisi apa pun.”
Rabbi David Stav, Ketua Organisasi Kerabian Tzohar, juga tak kalah keras menanggapi pernyataan Rabi Yosef.
“Selama masa penderitaan dan tragedi yang terus-menerus menimpa rakyat Israel, di mana hampir setiap hari kita menyaksikan semakin banyak anak-anak kita yang gugur dalam mempertahankan tanah ini, setiap fokus harus tertuju pada pertahanan dan dukungan militer kita."
"Pernyataan yang menganjurkan untuk menghindari dinas IDF adalah noda moral yang tercela dan aib nama Tuhan."
Ia juga menegaskan bahwa ancaman meninggalkan Israel khususnya untuk menghindari membela negara kita sangat tercela dan sepenuhnya bertentangan dengan semangat Halacha (hukum Yahudi).
“Orang mungkin berharap bahwa seseorang yang menduduki jabatan Kepala Rabbi Israel akan mendorong layanan IDF dibandingkan menghindari layanan hingga benar-benar meninggalkan negara tersebut," kata Stav menyindir Yosef.