TRIBUNNEWS.COM -- Meski mengeroyok Rusia dalam membela Ukraina, negara-negara anggota NATO ternyata tertatih-tatih dalam hal memproduksi senjatanya.
Bahkan kini NATO yang terdiri dari Amerika Serikat dan sebagian besar anggota Uni Eropa tersebut hanya bisa memproduksi sepertiga dari Rusia.
Intelijen Barat seperti dikutip dari CNN menyebutkan bahwa sejak menginvasi Ukraina, Rusia terus menggenjot produksi senjatanya.
Baca juga: Terus Dibombardir Ukraina, Rusia Pindahkan Pangkalan Kapal Militer di Krimea
Kini Moskow mampu membuat sebanyak tiga juta amunisi per tahun, padahal para anggota NATO total hanya bisa menyediakan sebanyak 1,2 juta amunisi saja ke Kiev.
Pejabat intelijen tersebut mengatakan bahwa Rusia telah menempatkan orang-orang mereka secara tepat sehingga produksi senjata bisa dioptimalkan.
“Mesin perang mereka bekerja dengan kecepatan penuh,” ujarnya.
Karena artileri terbukti penting dalam peperangan posisi skala besar dalam konflik Ukraina, Moskow “meningkatkan keuntungan yang signifikan di medan perang,” kata salah satu sumber NATO.
Padahal, saat ini Rusia belum 'gaspol'. Para analis Barat mengatakan, bahwa militer Rusia akan mencapai puncak produksi senjatanya pada tahun depan.
Mereka yakin jika Presiden Vladimir Putin memiliki keunggulan dibandingkan “negara-negara kapitalis” yang mendukung Kiev dalam hal meningkatkan sektor pertahanan, karena ia adalah seorang “otokrat,” klaim laporan tersebut.
Meski demikian, Letnan Jenderal Steven Basham, wakil komandan Komando Eropa AS, kepada CNN mengatakan bahwa “Barat akan memiliki kekuatan pendukung yang lebih besar”.
Rusia menganut sistem ekonomi kapitalis, namun sebagian besar sektor pertahanannya adalah milik negara. Analis NATO memperkirakan bahwa saat ini mereka mempekerjakan 3,5 juta orang, naik dari sekitar 2 juta hingga 2,5 juta orang sebelum permusuhan di Ukraina meletus pada tahun 2022.
Baca juga: Rudal Iskander Rusia Merajalela, Setelah HIMARS Giliran Sistem Pertahanan S-300 Ukraina Hancur Lebur
Belanja Militer Melonjak
Sementara Guardian menggambarkan, bahwa total belanja militer Rusia melonjak sebesar 7,5 persen sejak invasi. Cara kerja pun mulai berubah dengan adanya penambahan jam kerja di pabrik-pabrik yang memproduksi amunisi, kendaraan lapis baja.
"Seringkali dalam shift wajib 12 jam dengan lembur ganda, untuk mempertahankan mesin perang Rusia di masa mendatang."
Bahkan Vladimir Putin pun mengatakan sebanyak 520.000 lapangan kerja baru telah diciptakan di kompleks industri militer. Kini industri tersebut mempekerjakan sekitar 3,5 juta orang Rusia, atau 2,5 persen dari populasi.