TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dominic Allen perwakilan Dana Kependudukan PBB (UNFPA) mengungkap laporan dokter yang bertugas di Jalur Gaza Palestina, soal kondisi terkini di lokasi perang Israel dan Hamas.
Menurutnya, dampak buruk terjadi pada bayi yang lahir dengan kondisi tidak normal hingga operasi caesar tanpa anastesi yang memadai.
"Dokter tidak lagi menangani persalinan dengan ukuran normal di Gaza," katanya melalui konferensi pers online di Yerusalem, Jumat (15/3/2024) malam.
Ia menyebutkan ada 180 perempuan yang menderita kelaparan dan dehidrasi setelah melahirkan di Jalur Gaza.
“Secara pribadi, saya meninggalkan Gaza minggu ini dan saya khawatir dengan satu juta perempuan dan anak perempuan di Gaza, 650.000 (perempuan) usia reproduksi, dan terutama terhadap 180 perempuan yang berada di Gaza melahirkan setiap hari," katanya.
Dia mengatakan dia bisa mengunjungi rumah sakit yang masih memberikan layanan perawatan ibu di Jalur Gaza utara.
"Para dokter mengatakan mereka tidak lagi melihat bayi baru lahir berukuran normal," katanya, dikutip dari Al Arabi.
Namun, ukuran bayi yang baru lahir tersebut masih lebih besar dibandingkan dengan bayi lainnya yang berusia beberapa minggu.
Ia mengatakan bayi yang berusia beberapa minggu itu memiliki ukuran yang kecil karena mengalami malnutrisi di Jalur Gaza.
"Wanita hamil kelelahan karena rasa takut, sering bergerak, kelaparan, dan dehidrasi," katanya.
“Para ibu ini seharusnya menggendong anak mereka, bukan di dalam kantung jenazah,” lanjut Allen.
Selain itu, ia menunjuk pada kurangnya anestesi yang dibutuhkan oleh wanita hamil yang menjalani operasi caesar.
Ia juga mengecam penolakan Israel untuk mengizinkan lewatnya pengiriman bantuan milik Program Kependudukan PBB.
"Ini adalah mimpi buruk yang lebih besar daripada krisis kemanusiaan. Ini adalah krisis kemanusiaan," katanya.
"Kenyataannya lebih buruk daripada apa yang dapat saya gambarkan, apa yang ditunjukkan oleh gambar-gambar, dan apa yang dapat Anda bayangkan," lanjutnya, dikutip dari Al Jazeera.
Dia juga menceritakan pengalamannya saat mengunjungi Jalur Gaza utara.
“Apa yang saya lihat selama berkunjung ke Jalur Gaza utara membuat saya patah hati,” katanya.
Baca juga: Bukan dari Indonesia, Ini Kapal Pertama yang Masuk ke Gaza Bawa 200 Ton Bantuan Kemanusiaan
"Setiap orang yang kami lihat atau ajak bicara menjadi kurus dan lapar, dan mereka semua melakukan gerakan ini untuk mencari makanan," lanjutnya sambil menutup mulut.
Saat kunjungan itu, ia melihat seorang anak berjalan ketakutan sambil mengangkat tangan ke udara, sementara saudarinya berjalan di belakangnya sambil membawa bendera putih.
Hamas Palestina vs Israel
Jumlah kematian warga Palestina di Jalur Gaza mencapai 31.490 jiwa dan 73.479 lainnya terluka sejak Sabtu (7/10/2023) hingga Jumat (15/3/2024), 1.147 kematian di wilayah Israel, dan 375 kematian warga Palestina di Tepi Barat hingga Selasa (30/1/2024), dikutip dari Xinhua News.
Sebelumnya, Israel mulai membombardir Jalur Gaza setelah gerakan perlawanan Palestina, Hamas, meluncurkan Operasi Banjir Al-Aqsa untuk melawan pendudukan Israel dan kekerasan di Al-Aqsa pada Sabtu (7/10/2023).
Israel memperkirakan, masih ada kurang lebih 136 sandera yang ditahan Hamas di Jalur Gaza, setelah pertukaran 105 sandera dengan 240 tahanan Palestina pada akhir November 2023.
Sementara itu, ada lebih dari 8.000 warga Palestina yang berada di penjara-penjara Israel, menurut laporan The Guardian pada Desember 2023 lalu.