Mayor Jenderal Komandan Batalyon IDF Tewas dalam Pertempuran Sengit di Gaza Utara
TRIBUNNEWS.COM - Tentara Israel (IDF), Kamis (19/3/2024), mengumumkan terbunuhnya seorang komandan Batalyon setelah terluka dalam pertempuran di Gaza Utara.
Komandan Batalyon itu adalah Mayor Jenderal (Reserve) Sebastian Ion yang berasal dari satuan Brigade 401 setelah sebelumnya dilaporkan mengalami luka serius dalam pertempuran di Jalur Gaza utara.
Baca juga: Brigade Al-Qassam Rilis Video Penembakan Perwira Elite IDF yang Pimpin Penyerbuan RS Al-Shifa
Khaberni mengutip lembaga penyiaran Israel, KAN menyatakan, "Perwira Israel yang tewas adalah bagian dari garis komando depan dan tangan kanan salah satu komandan brigade penyerang utama di Gaza utara."
Pernyataan militer Israel menambahkan, jumlah perwira dan tentara IDF yang tewas di Gaza meningkat menjadi 594 orang sejak 7 Oktober lalu.
Masih Ada Ribuan Pejuang Hamas di Gaza Utara
Surat kabar Israel, Yedioth Ahronoth memberikan ulasan seputar rencana penyerbuan Rafah, kota kecil di Gaza Selatan dekat perbatasan dengan Mesir yang kini menjadi tempat jutaan pengungsi Palestina dari pelbagai Jalur Gaza.
Tentara Israel (IDF) menyebut, Rafah adalah benteng terakhir para pejuang Brigade Al-Qassam, sayap militer Hamas, organisasi pembebasan Palestina yang ingin mereka basmi terhitung sejak 7 Oktober 2023.
Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu merinci, Hamas memiliki sekitar empat batalyon tempur di Rafah, karena itu penyerbuan darat segera ke sana adalah hal wajib kalau tidak mau di bilang kalah.
Baca juga: Netanyahu: Jika IDF Tak Serbu Rafah, Berarti Israel Kalah Perang Lawan Hamas
Namun, di tengah rencana agresi militer darat IDF ke Rafah, media tersebut -mengutip sumber keamanan Israel- menyebut kalau masih ada antara 4 hingga 6 ribu pejuang Hamas di Jalur Gaza tengah dan utara, Khaberni melaporkan.
Sumber keamanan Israel tersebut juga memperingatkan kalau pengurangan pasukan di Gaza dan tidak adanya kekuatan untuk mengisi kekosongan akan menyebabkan pembaruan kontrol militer dan administratif Hamas atas Jalur Gaza.
Artinya, taktik IDF selama ini membombardir Gaza Utara dan Tengah akan percuma, karena Hamas akan kembali melakukan re-grouping pasukan.
Baca juga: Gaza Selatan Meledak Lagi, Tank IDF Hangus, Tentara Israel Panggil Bala Bantuan di Gerbang Al-Zaytun
Baca juga: Video Terbaru Brigade Al-Quds Ungkap Tiga Hal Memalukan Bagi Tentara Israel, Khan Yunis Masih Kokoh
Penarikan Mundur Pasukan
IDF memang sudah secara rutin melakukan penarikan mundur pasukan di Gaza Utara dan Gaza Tengah dengan alasan sudah menetralisir wilayah-wilayah tersebut.
Namun pada kenyataan di lapangan, pertempuran di kedua wilayah, bahkan di Gaza Selatan masih terus berlangsung sengit.
Sejumlah analis militer menyebut, penarikan mudnur pasukan sebagai bagian dari taktik IDF mereorganisir pasukan yang menderita kehilangan banyak personel militer.
Sejumlah lainnya menyebut, penarikan pasukan ini sebagai persiapan dari konfrontasi penuh di front utara ke Lebanon melawan Hizbullah.
Adapun penarikan mundur pasukan itu sudah dilakukan IDF sejak awal tahun ini.
Baca juga: Terowongan di Khan Yunis Tak Habis-Habis, Tiga Brigade IDF Terjebak Tak Berdaya di Perang Sengit
Media Israel melaporkan tentara IDF telah menarik 2 Brigade cadangan dari Jalur Gaza pada Minggu (28/1/2024).
Kedua Brigade cadangan tersebut adalah Brigade 4 atau yang disbut Bridgade Karyati dan juga Brigade 55 yang dikenal sebagai 'Ras al-Rumh'.
Radio Angkatan Darat Israel mengatakan Brigade Karyati dan Brigade 55 telah meninggalkan Gaza pada Minggu malam, dikutip dari Global Security.
Brigade Cadangan Kiryati beranggotakan ribuan tentara dan bertempur di wilayah utara dan timur Khan Yunis.
Roya News melaporkan, Israel mengklaim menarik kedua Brigade tersebut karena merupakan bagian dari pengurangan pasukan cadangan di Gaza.
Sebelumnya, IDF juga menarik mundur pasukannya yaitu Batalyon Teknik Tempur ke-7107 dari Gaza pada Sabtu (27/1/2024).
Kata Netanyahu Soal Penyerbuan Darat Rafah
Perdana Menteri Israel, berjanji untuk melanjutkan rencana tentara pendudukan Israel (IDF) menyerang Rafah, wilayah terakhir di Jalur Gaza selatan yang belum diserang dari darat.
Dalam pernyataanya Kamis (7/3/2024), Netanyahu menekankan, jika tidak melakukan hal tersebut berarti kekalahan Israel melawan kelompok Hamas, tulis laporan Anadolu Agency.
Baca juga: Ekonomi Jebol, Kerugian Israel di Perang Gaza 6 Kali Lipat Lebih Besar Dibanding Perang Lebanon 2006
“Siapapun yang menyuruh kami untuk tidak beroperasi di Rafah berarti menyuruh kami kalah perang dan hal itu tidak akan terjadi,” kata Benjamin Netanyahu pada upacara kadet tentara Israel, menurut lembaga penyiaran publik, KAN.
Meskipun berjanji untuk meminimalkan korban sipil di Gaza, ia mengulangi tuduhannya kalau Hamas menggunakan warga sipil sebagai tameng manusia sebagai bagian dari taktiknya dalam menghadapi tentara Israel.
Hamas membantah tudingan tersebut, dan menuduh balik Israel menggunakan warga Palestina sebagai tameng manusia dalam serangannya terhadap wilayah Palestina.
Netanyahu juga mengatakan "Tentara Israel akan terus bertindak melawan Hamas di seluruh penjuru Gaza, termasuk di Rafah, benteng terakhir Hamas”.
Baca juga: Cueki AS dan Internasional, Netanyahu Bersumpah Israel Lanjut Serang Gaza dan Benteng Terakhir Hamas
Abaikan Tekanan Internasional
Dia mengakui kalu pemerintahannya menghadapi tekanan internasional untuk tidak menyerang Rafah, namun menekankan bahwa Israel akan bertahan dengan tekanan ini dan terus berperang di Gaza sampai kemenangan penuh melawan Hamas.
Tel Aviv dilaporkan tetap berencana melakukan serangan darat di Rafah, tempat 1,4 juta orang mengungsi, meskipun ada peringatan dan seruan internasional untuk menghindari serangan semacam itu.
Israel telah melancarkan serangan balasan di Jalur Gaza sejak 7 Oktober, menewaskan sedikitnya 30.800 orang dan melukai hampir 73.000 lainnya di tengah kehancuran massal dan kekurangan bahan-bahan kebutuhan pokok.
Israel juga menerapkan blokade yang melumpuhkan wilayah kantong Palestina, menyebabkan penduduknya, khususnya warga Gaza utara, berada di ambang kelaparan akut.
Sekitar 85 persen warga Gaza telah mengungsi akibat serangan Israel di tengah kekurangan makanan, air bersih dan obat-obatan, sementara 60 persen infrastruktur di wilayah kantong tersebut telah rusak atau hancur, menurut PBB.
Israel dituduh melakukan genosida di Mahkamah Internasional yang, dalam keputusan sementara pada bulan Januari, memerintahkan Tel Aviv untuk menghentikan tindakan genosida dan mengambil tindakan untuk menjamin bahwa bantuan kemanusiaan diberikan kepada warga sipil di Gaza.
(oln/khaberni/anadolu/memo/*)