TRIBUNNEWS.COM - Juru bicara UNICEF James Elder menanggapi resolusi DK PBB soal gencatan senjata di Gaza.
Namun, pejabat UNICEF ini memperingatkan agar gencatan senjata dilakukan secara nyata untuk mengakhiri krisis kemanusiaan di Gaza.
"Gencatan senjata di Jalur Gaza harus bersifat 'substantif, bukan simbolis' untuk mengakhiri 'bab tergelap' umat manusia," kata Elder, dikutip dari Anadolu Anjansi.
Ia menegaskan bahwa harus ada pertukaran sandera sesuai keputusan dan masyarakat Gaza harus mendapatkan kebebasan.
“Para sandera harus pulang, masyarakat Gaza harus dibiarkan hidup,” tambahnya.
UNICEF juga menceritakan bagaimana pihaknya akan menyalurkan bantuan di Gaza utara.
Elder meminta agar krisis kemanusiaan di Gaza dapat diperbaiki dalam hitungan hari dan titik penyeberangan Erez dibuka untuk menyalurkan bantuan.
Pada hari Senin, Dewan Keamanan PBB mengeluarkan resolusi yang menuntut gencatan senjata segera di Gaza selama bulan suci Ramadhan.
Tidak hanya itu, pembebasan sandera segera dan tanpa syarat dan kebutuhan mendesak untuk memperluas aliran bantuan ke Gaza.
Setelah memveto tiga rancangan resolusi dewan mengenai perang di Jalur Gaza, sekutu utama Israel, Amerika Serikat, abstain untuk pertama kalinya dalam pemungutan suara tersebut.
Hamas menyambut baik resolusi tersebut, yang juga menuntut pembebasan tanpa syarat seluruh sandera yang disandera oleh kelompok militan tersebut dalam serangan mematikan pada 7 Oktober di Israel selatan.
Namun hal tersebut dibantah oleh Israel.
Baca juga: Sikap abstain AS dalam Resolusi DK PBB soal Gaza memperlihatkan keretakan aliansi AS-Israel
Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant mengatakan Israel tidak akan menghentikan perangnya di Jalur Gaza.
“Kami akan beroperasi melawan Hamas di mana pun termasuk di tempat-tempat yang belum pernah kami kunjungi,” jelasnya.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, yang hubungannya dengan Washington telah tegang karena keganasan serangan tersebut, mengatakan kegagalan AS untuk memveto proposal tersebut merupakan 'kemunduran yang jelas' dari posisi sebelumnya.
Hal tersebut membuat Netanyahu tidak akan menindaklanjuti rencana pengiriman delegasi ke Washington untuk membahas rencana operasi militer Israel di kota Rafah di Gaza selatan.
Mengetahui keputusan Netanyahu, Washington mengakatan itu adalah keputusan yang mengecewakan.
Konflik Palestina vs Israel
Israel telah melancarkan serangan paling mematikan pada 7 Oktober 2024.
Serangan ini telah menewaskan lebih dari 32.333 warga Palestina hingga saat ini.
Lebih dari 74.694 orang terluka akibat kehancuran massal dan kekurangan kebutuhan pokok.
Perang Israel juga telah menyebabkan 85 persen penduduk Gaza mengungsi.
Sementara 60 persen infrastruktur di Gaza telah rusak dan hancur.
(Tribunnews.com/Farrah Putri)
Artikel Lain Terkait UNICEF dan Konflik Palestina vs Israel