Kim Jong Un terakhir kali mengawasi uji coba sistem peluncuran roket ganda 600 milimeter milik militernya pada bulan Maret lalu.
Pada saat itu, laporan berita negara menyatakan senjata tersebut mungkin dilengkapi dengan hulu ledak nuklir.
Lee Sung Joon, juru bicara Kepala Staf Gabungan Korea Selatan, mengatakan Korea Utara kemungkinan besar melebih-lebihkan keakuratan sistem roketnya.
Ia juga mengatakan bahwa militer Korea Selatan dapat mendeteksi dan mencegat senjata tersebut, menurut The Associated Press.
Lee Sung Joon menambahkan bahwa Korea Utara mungkin menggunakan latihan pada tanggal 22 April untuk menguji coba peluncur roket sebelum kemungkinan mengekspornya ke Rusia.
Korea Utara dan Rusia berulang kali membantah melakukan perdagangan senjata.
Komando Indo-Pasifik A.S. yang bermarkas di Hawaii mengatakan bahwa peluncuran terbaru tersebut tidak menimbulkan ancaman langsung terhadap personel atau wilayah A.S., atau terhadap sekutu.
Namun mereka mengatakan bahwa uji coba tersebut menyoroti dampak program senjata terlarang DPRK yang mengganggu stabilitas di kawasan tersebut.
Pada konferensi pers pada hari Senin, juru bicara Departemen Luar Negeri AS Matthew Miller mengecam peluncuran rudal balistik terbaru Korea Utara.
Miller menilai peluncuran itu melanggar beberapa resolusi Dewan Keamanan PBB.
“Mereka menimbulkan ancaman terhadap perdamaian dan keamanan regional dan internasional, dan ini jelas akan menjadi agenda ketika Menlu melakukan perjalanan ke Beijing,” kata Miller, merujuk pada kunjungan Antony Blinken ke ibu kota China, yang dijadwalkan dilakukan pada 24-26 April.
(Tribunnews.com, Tiara Shelavie)