TRIBUNNEWS.COM – Belakangan ini ada banyak sekali kampus di Amerika Serikat (AS) yang menjadi tempat aksi unjuk rasa pro-Palestina.
Para pengunjuk rasa memprotes perang yang dilakukan Israel di Jalur Gaza dan menginginkan diadakannya gencatan senjata.
Mereka turut mendirikan tenda-tenda di lingkungan kampus guna mendukung aksinya.
Beberapa di antara mereka ditangkap oleh pihak berwenang. Bahkan, ada pula yang dilarang mengikuti kuliah karena berani melancarkan demonstrasi.
Dikutip dari laman Campus Safety Magazine, berikut sejumlah kampus di AS yang menjadi tempat unjuk rasa.
- Columbia University
- Emerson College
- University of Southern California (USC)
- Yale University
- Harvard University
- MIT
Baca juga: Viral Video Polisi Kampus ASU di AS Diduga Lepaskan Hijab Pengunjuk Rasa Pro-Palestina
- Tufts University
- Cal Poly Humboldt
- NYU
- Vanderbilt
- Brown University
- University of Michigan
- UC Berkeley
- Emory University
- Indiana University at Bloomington
- George Washington Un
- UCLA
- Northeastern
- Ohio State University
- UT Austin
- Arizona State University
- Washington University in St. Louis
- Cornell University
- University of Pennsylvania
- Stanford University
- University of Georgia, Athens
- Sonoma State University
- San Francisco State University
- Sacramento State University
- University of Washington
- Virginia Tech
- Princeton University
- University of Minnesota
- UConn
- University of South Carolina
- University of Illinois
- University of Utah
- McGill University (Montreal, Quebec, Canada)
- Portland State University
- University of North Carolina, Chapel Hill
- Tulane University
- University of Florida (Gainesville)
- University of Colorado, Denver
- Case Western Reserve University
- City College of New York
- Rutgers
- Johns Hopkins University
- University of Maryland, College Park
- Barnard College
- Pomona College
Kampus AS kewalahan
Saat ini dilaporkan sudah ada hampir 1.000 orang yang ditangkap karena aksi demonstrasi.
Banyak universitas yang menindak keras para pengunjuk rasa dan tenda-tenda mereka pun disingkirkan.
Pihak universitas mengklaim sejumlah penunjuk rasa ditangkap dan dilarang mengikuti kuliah karena merusak barang-barang di kampus, masuk, tanpa izin, melanggar aturan kampus, dan mengganggu mahasiswa Yahudi.
Namun, kelompok mahasiswa membantah semua tudingan itu. Menurut mereka, sebagian besar aksi unjuk rasa itu berlangsung dengan damai.
Kemudian, mereka menyatakan orang yang menyampaikan komentar antisemitik dan ancaman adalah orang yang datang dari luar dan tidak punya kaitan dengan kampus.
Salah satu mahasiwa yang disanksi karena melancarkan adalah Momodou Taal dari Universitas Cornell.
Dia dan empat mahasiwa lain di kampus itu dilarang mengikuti kuliah setelah mendirikan tenda di lingkungan kampus.
Kepada Al Jazeera, Taal mengklaim para mahasiswa yang mengikuti unjuk rasa mendapat ancaman.
Di samping itu, mereka berisiko menjadi korban doxxing, yakni penyebaran informasi pribadi di internet tanpa izin mereka.
Taal menyebut para mahasiswa itu tidak mendapatkan perlindungan dari institusi mereka.
Baca juga: Universitas Columbia Hadapi Tekanan Politik, Mahasiswa yang Protes Genosida Israel Kemah di Kampus
Kepala Urusan HAM Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Volker Turk pada hari Selasa, (30/4/2024), mengaku “terganggu” dengan tindakan penegakan hukum dan keamanan di kampus AS untuk merespons aksi unjuk rasa.
“Harus dijelaskan bahwa tindakan sah kebebasan berekspresi tidak boleh digabungkan dengan dorongan kepada kekerasan dan kebencian,” kata Turk kepada The Guardian.
Kelompok advokasi juga mengkritik respons kampus atas aksi demonstrasi itu.
Adapun di kampus UCLA, terjadi bentrokan antara pengunjuk rasa pro-Palestina dan pengunjuk rasa pro-Israel.
Adapun pada hari Selasa para pengunjuk rasa di Universitas Columbia menduduki Balai Hamilton di gedung utama universitas itu.
Sementara itu, para pengunjuk rasa di Cal Poly Humboldt menduduki Balai Siemens selama lebih dari seminggu.
Di Porltand State, demonstran mengambil alih sebuah perpustakaan.
Para pengunjuk rasa meminta kampus mereka untuk memutuskan hubungan dengan organisasi yang diyakini membantu Israel melancarkan perang di Gaza.
(Tribunnews/Febri)