TRIBUNNEWS.COM – Di media sosial beredar video yang memperlihatkan beberapa polisi melepaskan hijab seorang wanita yang terlibat dalam aksi unjuk rasa pro-Palestina.
Polisi itu diduga adalah polisi kampus Arizona State University (ASU) di Amerika Serikat (AS).
Adapun video itu diunggah oleh wartawan ABC 15 bernama Dave Biscobing.
Dalam video tersebut tampak seorang wanita duduk di dekat sebuah bus. Tangannya terlihat diborgol.
Hijab yang dikenakannya kemudian dilepaskan oleh empat polisi yang mengelilinginya.
Juru bicara ASU mengaku tidak bisa mengonfirmasi apakah polisi ASU terlibat dalam aksi kekerasan itu.
Dia mengatakan peristiwa itu tengah ditinjau atau diselidiki. Tidak ada rencian lain yang disampaikan juru bicara itu.
Dewan Hubungan Amerika-Islam Cabang Arizona mengutuk keras tindakan polisi dalam video tersebut.
Kelompok itu meyakini polisi kampus ASU terlihat dalam tindakan itu.
Menurut pernyataan kelompok itu, wanita tersebut ditangkap setelah aksi unjuk rasa pro-Palestina di ASU pada hari Sabtu, (27/4/2024). Dalam aksi demontrasi itu ada 70 orang yang ditangkap.
Direktur Eksekutif Dewan Hubungan Amerika Islam Cabang Arizona, Azza Abuseif, mengatakan pelepasan hijab secara paksa adalah pelanggaran privasi dan identitas seseorang.
Baca juga: Universitas Columbia Hadapi Tekanan Politik, Mahasiswa yang Protes Genosida Israel Kemah di Kampus
“Anda merasa diganggu, Anda disakiti, dan itu tidak manusiawi,” kata Abuseif.
“Memakai hijab adalah bagian dari identitas mereka. Ada pelanggaran besar terhadap hak keagamaan para pengunjuk rasa yang damai.”
Menurut kelompok itu, ada tiga wanita lainnya yang mendapat perlakukan serupa saat aksi unjuk rasa berlangsung.
Kelompok tersebut kemudian meminta polisi ASU untuk menyelidiki persoalan itu.
Abuseif mengatakan pihaknya sudah menghubungi wanita dalam video itu, pengacaranya, dan pengacara wanita lainnya.
Pihaknya tengah menyelidiki apa yang sebenarnya terjadi dan akan memutuskan apakah nantinya bakal mengambil tindakan.
Adapun awal bulan ini pemerintah Kota New York sepakat membayar $17,5 juta dalam kasus gugatan terhadap dua polisi.
Kedua polisi tersebut diduga melepaskan hijab dua wanita saat keduanya diambil fotonya pada tahun 2018 silam.
Lola N’Sangou yang menjabat sebagai Direktur Eksekutif Mass Liberation AZ turut mengecam aksi polisi melepaskan hijab wanita.
“Sebagai seorang yang mengenakan hijab, menyaksikan pelepasan hijab wanita secara paksa oleh polisi itu tindakan yang sangat menyakitkan, menderu-deru, dan memicu,” kata N’Sangou.
N’Sangou kemudian menyamakan tindakan polisi Arizona dengan tindakan militer Israel.
Baca juga: Polisi Perancis Menyerang Pengunjuk Rasa di Universitas Sorbonne, Dukungan untuk Gaza Makin Merebak
“Tindakan kekerasan ini sangat berlebihan dan melawan prinsip keamanan masyarakat,” katanya.
Dia meminta tindakan seperti itu dikecam dengan keras.
Puluhan pengunjuk rasa ditangkap pada hari Sabtu di kampus ASU setelah pihak kampus mengklaim para demonstran mendirikan “perkemahan tak berizin”.
Pihak kampus mengatakan ada 15 mahasiwa yang ditangkap dalam aksi itu..
“Meski universitas ini akan terus menjadi lingkungan yang mendukung kebebasan berbicara, prioritas utama ASU ialah menciptakan lingkungan yang aman yang mendukung pengajaran dan pembelajaran,” demikin pernyataan dari pihak ASU.
Dikutip dari TRT World, video pelepasan hijab itu mendapat kecaman setelah viral di media sosial.
Polisi yang melakukan tindakan tersebut dituding memiliki islamofobia atau ketakutan kepada Islam.
Adapun peristiwa itu bukanlah pertama kalinya polisi menindak keras para pengunjuk rasa dan mahasiwa.
Jumlah aksi penangkapan di seluruh AS telah mendekati angka 1.000 sejak polisi New York menangkap para demonstran di Columbia University tanggal 18 April lalu.
Penangkapan itu memicu para mahasiswa di banyak universitas di AS untuk bergabung dengan aksi unjuk rasa pro-Palestina.
Mahasiwa menginginkan gencatan senjata di Gaza. Selain itu, mereka meminta kampus masing-masing untuk memutuskan hubungan dengan perusahan-perusahaan yang mendukung Israel.
Sementara itu, Presiden AS Joe Biden dan pejabat lainnya menuding aksi itu sebagai “antisemitisme”.
(Tribunnews/Febri)