Drama di Balik Persetujuan Hamas Soal Gencatan Senjata: AS Turuti Mau Israel Tapi Netanyahu yang Menolak
TRIBUNNEWS.COM - Media Amerika Serikat (AS), Associated Press (AP) mengulas seputar penolakan Israel atas proposal gencatan senjata yang sudah disetujui Hamas.
Seperti dilaporkan, ada enam poin kontroversial yang ditolak Israel dari proposal pertukaran sandera demi terjadinya gencatan senjata tersebut.
Baca juga: Enam Poin Kontroversial yang Ditolak Israel dalam Perjanjian Gencatan Senjata, Hamas Lapor Iran
Sebagai informasi, Hamas menyetujui proposal yang diajukan oleh para mediator perundingan, termasuk Mesir, Qatar, dan AS.
Soal isi proposal, AS dilaporkan sejatinya sudah mengadopsi permintaan Israel dalam perundingan tersebut.
"Washington mengadopsi rancangan gencatan senjata dan perjanjian pertukaran tahanan yang diterima oleh Gerakan Perlawanan Hamas, dan Israel-lah yang menarik diri dari persetujuan rancangan tersebut," tulis AP dilansir Khaberni, Selasa (7/5/2024).
AP melaporkan dari berbagai sumber bahwa rancangan perjanjian tersebut mencakup sedikit perubahan kata-kata dari versi yang diajukan oleh Washington dengan persetujuan Israel.
Sumber yang sama menambahkan kalau perubahan tersebut dilakukan setelah berkonsultasi dengan Direktur CIA William Burns, yang mengadopsi rancangan tersebut sebelum mengirimkannya ke Hamas.
Hal ini terjadi saat Burns berangkat ke Kairo untuk melanjutkan diskusi mengenai negosiasi pertukaran sandera.
Perubahan Kecil, Netanyahu Pilih Perpanjang Perang
Sementara itu, The New York Times mengutip para pejabat yang mereka gambarkan sebagai 'orang dalam', mengatakan kalau proposal yang disetujui oleh Hamas mencakup sedikit perubahan dalam kata-katanya.
Laporan itu menyatakan, kalau tanggapan dari Hamas tersebut serius, dan kini terserah pada Israel untuk memutuskan apakah mereka akan ikut serta dalam perjanjian tersebut atau tidak.
Para pejabat mengatakan bahwa mediator Qatar dan Mesir telah berbicara dengan William Burns tentang perubahan yang bersedia diterima Hamas.
Axios mengutip seorang anggota Komite Intelijen DPR AS yang mengatakan, invasi Rafah akan mengarahkan pembicaraan mengenai pertukaran tahanan ke arah yang salah.
Laporan tersebut juga mencatat bahwa Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu telah 'meninggalkan' nasib para tahanan dan sandera Israel di tangan Hamas.
"Netanyhu tampaknya lebih memilih untuk memperpanjang perang," tambah laporan tersebut.
Kantor Netanyahu mengumumkan bahwa usulan terbaru Hamas tidak memenuhi tuntutan Israel, namun pihaknya akan mengirimkan delegasi untuk bertemu dengan para perunding guna mencoba mencapai apa yang digambarkan sebagai kesepakatan yang dapat diterima.
Dia menambahkan, Dewan Perang dengan suara bulat memutuskan untuk melanjutkan operasi Rafah, dan menjelaskan kalau tujuan mereka adalah untuk memberikan tekanan militer terhadap gerakan Hamas.
"Tekanan ini bertujuan untuk mencapai kemajuan dalam upaya pembebasan tahanan dan mencapai tujuan perang Israel," tulis laporan itu soal alasan Israel tetap menyerbu ke Rafah.
Sementara itu, seorang pejabat Israel mengatakan bahwa proposal yang diumumkan Hamas untuk disetujui adalah versi yang “dipermudah” dari proposal Mesir yang mencakup unsur-unsur yang tidak dapat diterima Israel.
Sandera Hidup atau Mati?
Dalam rincian kesepakatan tersebut, jaringan NBC Amerika mengutip seorang pejabat Israel, mengatakan bahwa salah satu perbedaan antara Israel dan Hamas adalah apakah 33 tahanan yang akan dibebaskan semuanya masih hidup.
Laporan ini menekankan kalau Israel mewajibkan Hamas harus membebaskan 33 sandera hidup-hidup. .
Pejabat Israel mengindikasikan bahwa ada perselisihan lain mengenai jumlah tahanan yang akan dibebaskan setiap minggu setelah gencatan senjata.
Kemarin, Senin, gerakan Hamas mengatakan bahwa kepala biro politiknya, Ismail Haniyeh, melakukan panggilan telepon dengan Perdana Menteri dan Menteri Luar Negeri Qatar, Sheikh Mohammed bin Abdul Rahman Al Thani, dan dengan Direktur Intelijen Mesir, Abbas Kamel , dan memberi tahu mereka tentang persetujuan gerakan tersebut terhadap usulan perjanjian gencatan senjata.
Khalil Al-Hayya, wakil ketua gerakan Hamas di Gaza, mengatakan – selama wawancara dengan Al Jazeera – bahwa proposal yang diajukan oleh para mediator gerakan tersebut mencakup tiga tahap, dan mencakup penarikan penuh pasukan pendudukan dari Jalur Gaza, pemulangan pengungsi, dan pertukaran tahanan.
(oln/khbrn/ap/tnyt/axs/*)