TRIBUNNEWS.COM - Hubungan bilateral antara Thailand dan Myanmar beberapa waktu belakangan ini tiba-tiba kian memanas.
Hal ini terjadi setelah terbongkarnya langkah mantan Perdana Menteri Thailand Thaksin Shinawatra yang menggelar pertemuan diam-diam dengan kelompok anti-pemerintah Junta militer di Myanmar.
Langkah tersebut pun membuat DPR Thailand geram dan dinilai menambah panasnya hubungan kedua negara semenjak Junta mengkudeta pemerintahan Myanmar pada 2021 lalu.
Imbas pertemuan tersebut, Komite DPR Bidang Keamanan Negara dan Urusan Perbatasan pun akan memasukkan masalah tersebut dalam agenda ketika mereka melakukan perjalanan resmi ke distrik Mae Sot di provinsi Tak pada hari Minggu ini
Dikutip Tribunnews dari Thai PBS, Hal tersebut diutarakan oleh Rangsiman Rome selaku ketua komite pada hari Rabu ini (8/5/2024).
Komite akan mengundang pejabat terkait untuk memberi briefing kepada anggotanya mengenai masalah ini, tambahnya,
Rangsiman menekankan bahwa pertemuan Thaksin dengan perwakilan dari kelompok-kelompok ini bisa menyebabkan kebingungan mengenai peran Thailand dalam memulihkan perdamaian di Myanmar.
Sosok yang menjadi anggota kunci partai Move Forward itu juga memertanyakan apa kapasitas Thaksin sehingga ia dengan sembrono menyelenggarakan pertemuan tersebut.
"Thaksin tidak memiliki posisi dalam pemerintahan ini dan pemerintah tidak menugaskannya untuk menciptakan perdamaian di Myanmar," katanya,
"Pertemuan dengan kelompok-kelompok yang bertikai di Myanmar hanya boleh dilakukan oleh perwakilan yang sah dan berwenang." lanjut Rangsiman.
Rangsiman juga mengatakan bahwa dia tidak memahami bagaimana Thaksin menjadi perwakilan Thailand dalam diskusi tersebut.
Baca juga: Imbas Gelombang Panas, Panen Durian di Chanthaburi, Thailand Tahun Ini Menurun Drastis
Ia juga menyatakan kekhawatirannya bahwa, jika Thaksin membuat komitmen dalam pembicaraan tersebut, pemerintah Thailand dapat terikat untuk mengikutinya.
Hal ini ia takutkan dapat menimbulkan tekanan pada pemerintah Thailand dan mempengaruhi hubungan timbal balik dengan Myanmar
Rangsiman juga menegaskan langkah Thaksin ini mengkhianati diplomasi Thailand sebagai sesama anggota ASEAN yang telah berkali-kali menyatakan kebijakan non-intervensinya dalam urusan internal anggota lain.
"Perdana Menteri Srettha Thavisin seharusnya mewakili Thailand dalam masalah ini. Dia memiliki dukungan dari parlemen, tetapi Thaksin tidak ada dalam pemerintahan." lanjut Rangsiman.
Sejauh ini, baik perdana menteri maupun Menteri Luar Negeri Maris Sangiampongsa belum mengutuk tindakan Thaksin, kata Rangsiman, yang jelas melemahkan kepemimpinan keduanya.
"Sebuah pertanyaan bisa diajukan, siapakah yang menjadi perdana menteri atau menteri luar negeri?" tambahnya.
(Tribunnews.com/Bobby)