Jenderal Top Pentagon Beberkan Kebodohan Berulang Strategi Militer Israel di Gaza: Hamas Itu Ideologi!
TRIBUNNEWS.COM - Jenderal tinggi Pentagon, Selasa (21/5/2024) mengkritik strategi militer tentara Israel dalam upaya mereka memberantas gerakan Hamas di Gaza.
Jenderal tersebut menilai, Israel melakukan kebodohan berulang karena tidak menduduki wilayah yang telah mereka kuasai di Gaza.
Alih-alih menetap, tentara Israel memilih untuk mundur dan menarik pasukan dari wilayah tersebut setelah “membersihkan” wilayah tersebut dari pejuang Perlawanan Palestina, kata sang jenderal menurut laporan Politico.
Baca juga: Israel Salah Langkah di Jabalia, Al Qassam Robohkan 30 IDF Sekali Tepuk, Jenderal Ambruk di Zaytoun
“Anda tidak hanya harus benar-benar masuk dan menyingkirkan musuh apa pun yang Anda hadapi, Anda juga harus masuk, mempertahankan wilayah tersebut, dan kemudian Anda harus menstabilkannya,” kata Jenderal Charles Brown, komandan kepala staf gabungan pasukan AS , berdasarkan pengalaman sebelumnya di Timur Tengah.
Patut dicatat, pasukan Israel berulang kali dipaksa mundur dari wilayah yang mereka klaim telah mereka kuasai karena serangan dari milisi Perlawanan Palestina.
Baca juga: 3 Hal di Balik Remuknya Israel di Jabalia: IDF Salahkan Politisi, Qassam Kini Kuasai Jurus Hizbullah
Brown mengatakan, taktik perang Israel yang meninggalkan suatu daerah setelah “mengusir pejuang Hamas” pada kenyataannya memberikan peluang kepada milisi Perlawanan untuk menggalang ulang kekuatan.
Hal ini jelas mempersulit IDF untuk menstabilkan situasi di lapangan wilayah yang mereka klaim sudah bisa 'dibersihkan'.
Dia juga mengklaim kalau langkah IDF menarik mundur pasukan dan keluar dari wilayah yang sudah dikuasai tersebut "merusak upaya kemanusiaan" di Gaza.
Setelah pasukan pendudukan Israel membersihkan lokasi para petempur milisi perlawanan, mereka tidak bertahan (menetap), sehingga memungkinkan musuh untuk menetap kembali di daerah tersebut jika Anda tidak berada di sana,” kata komandan tertinggi militer AS tersebut.
"Harus kembali ke tempat yang sama berkali-kali "membuatnya menjadi tantangan [bagi Israel] dalam mencapai tujuan mereka untuk menghancurkan dan mengalahkan Hamas secara militer," tambah Brown.
Hamas Bukan Sekadar Organisasi
Ia juga membahas tantangan pendudukan Israel dalam memerangi kelompok Perlawanan Palestina.
“Hamas bukan sekadar organisasi, tapi sebuah ideologi,” katanya.
Secara gamblang, Brown menjelaskan kalau Hamas adalah partai penguasa utama di Gaza sejak tahun 2005.
“Jadi, Anda harus memikirkan keseluruhan upaya untuk memberikan keamanan tidak hanya bagi Israel, tetapi juga bagi seluruh wilayah di dunia," katanya.
Perang di Gaza sudah mendekati bulan ke-8, namun tidak ada satu pun tujuan militer yang ditetapkan Israel telah tercapai.
Sementara itu, ketegangan internal di Israel, pada tingkat pemerintahan, kabinet perang, dan masyarakat, semakin meningkat karena kurangnya visi dan strategi baik selama perang maupun mengenai “The Day After”.
Netanyahu Enggan Bahas 'The Day After'
The New York Times mengatakan dalam sebuah laporan pekan lalu bahwa kegagalan untuk mencapai rencana pada topik 'The Day After' telah memaksa pasukan pendudukan Israel untuk kembali menyerang wilayah di Gaza utara, yang sebelumnya diklaim telah mereka kuasai setidaknya dua kali.
Para pejabat militer Israel semakin frustrasi terhadap pemerintah, kata surat kabar itu, dan menambahkan bahwa mereka menjadi lebih vokal dalam menyampaikan kritik mereka, terutama setelah peluncuran invasi “skala terbatas” Rafah awal bulan ini.
Baca juga: 3 Hal di Balik Remuknya Israel di Jabalia: IDF Salahkan Politisi, Qassam Kini Kuasai Jurus Hizbullah
Menurut mereka, keengganan Netanyahu untuk terlibat dalam diskusi 'The Day After War" telah memfasilitasi kemampuan Hamas untuk membangun kembali kekuatannya, khususnya di daerah seperti Jabalia di Gaza utara – di mana militer IDF terpaksa melancarkan serangan lagi.
Baca juga: Operasi Gabungan Al-Qassam, Al-Quds, DFLP di Rafah-Jabalia Bingungkan Tentara Israel: IDF Mandi Bom
Setelah hampir mencapai kesepakatan gencatan senjata awal bulan ini ketika Hamas mengumumkan kalau mereka telah menerima kesepakatan yang diusulkan, Netanyahu menyabotase perundingan tersebut, dengan mengumumkan bahwa perang di Gaza akan berlanjut hingga “kemenangan mutlak.”
Hal ini terjadi meskipun kesepakatan yang disetujui Hamas telah disetujui sebelumnya oleh entitas tersebut dan Amerika Serikat.
"Gaza membutuhkan “demiliterisasi berkelanjutan oleh Israel” terlebih dahulu, karena “tidak ada seorang pun yang akan datang sampai mereka tahu bahwa Anda telah menghancurkan Hamas, atau Anda akan menghancurkan Hamas,” kata Netanyahu dalam sebuah wawancara Senin lalu.
Para ahli strategi Israel pada awalnya mengantisipasi pasukan memasuki kembali wilayah tertentu di Gaza pada tahap akhir perang.
Namun, mengutip dua pejabat Israel, NYT mengatakan memulai pembentukan badan pemerintahan baru di Gaza akan menimbulkan tantangan dan berpotensi meringankan beban militer Israel.
(oln/almydn/*)