Laporan Wartawan Tribunnews.com Namira Yunia
TRIBUNNEWS.COM, TEL AVIV – Situasi di ibu kota Tel Aviv kembali memanas usai Parlemen Israel dibawah kepemimpinan PM Benjamin Netanyahu menerapkan undang-undang baru terkait perubahan usai wajib militer bagi masyarakat agama ultra-Ortodoks Israel.
Kediaman Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu dan keluarganya yang berada di ibu kota Tel Aviv mulai dijaga ketat oleh pihak kepolisian setelah sejumlah massa melakukan teror dengan menggunakan granat.
Adapun Insiden itu terjadi setelah sebelumnya puluhan ribu massa melakukan aksi demo di depan kediaman Netanyahu untuk memprotes Undang-undang (UU) kebijakan wajib militer bagi pelajar seminari Yahudi ultra-Ortodoks di Yerusalem.
Baca juga: Pejabat AS Takut Invasi Israel ke Lebanon Bisa Seret Rusia dalam Konflik Hizbullah vs Israel
Dalam tuntunya ribuan orang itu menentang usulan parlemen Netanyahu yang mewajibkan pelajar seminari Yahudi ultra-Ortodoks bergabung dalam perekrutan militer Israel.
Massa juga menolak adanya perubahan usia wamil bagi pelajar Israel dari awalnya dipatok 26 tahun kini turun menjadi 21 tahun.
Tak lama pasca demo berlangsung, pihak kepolisian menemukan sebuah tas berisi bahan peledak dan granat di depan kediaman pribadi Perdana Menteri Benjamin Netanyahu di kompleks Caesarea.
Menanggapi penemuan granat asap tersebut, tim penjinak bom Israel langsung bergegas menggelar penyelidikan besar-besaran untuk mencari seorang tersangka yang dengan sengaja meledakkan granat asap di kediaman Netanyahu.
“insiden tersebut digambarkan sebagai tindakan berbahaya. Hasutan terhadap Perdana Menteri Netanyahu sudah melewati batas. Jaksa Agung, dinas keamanan Shin Bet dan Polisi Israel harus mengakhiri kekerasan dan hasutan terhadap Perdana Menteri," ungkap laporan media lokal Channel 14 Ibrani dikutip dari APNews.
Baca juga: Dataran Tinggi Golan Dihujani Drone Hizbullah, 18 Pasukan Israel Terluka
Massa Bakar Mobil Pejabat Israel
Tak hanya Netanyahu, massa juga turut melakukan serangan yang membabi buta kepada sejumlah pejabat. Salah satunya Menteri Perumahan Israel Yitzhak Goldknopf sekaligus ketua partai Ultra-Ortodoks United Torah Judaism (UTj).
Dalam cuplikan rekaman yang beredar di sosial media, sejumlah memperlihatkan pendemo yang melempari batu hingga memukul-mukul mobil Yitzhak Goldknopf.
Hal serupa juga terjadi pada eks ketua UTJ Yaakov Liztman, ia mengaku telah mendapat serangan serupa saat melintasi Yerusalem. Amukan massa yang sulit diredam membuatnya mobil dinas Liztman turut jadi amukan massa.
Kondisi yang semakin tidak kondusif, memaksa pendemo terlibat bentrok dengan aparat kepolisian, memblokir jalan-jalan di Yerusalem, hingga membakar sampah.
Warga Ultra-Ortodoks Ancam Tinggalkan Israel Jika Dipaksa Wajib Militer
Merespon ramainya desakan wajib militer yang dilontarkan masyarakat Israel dans ejumlah pejabat Tel Aviv, Kepala Yahudi ultra-Ortodoks, Rabi Sephardic Israel Yitzhak Yosef dan para pengikut mengancam akan meninggalkan negara itu jika mereka dipaksa masuk militer, lapor media lokal.
“Jika mereka memaksa kami untuk bergabung dengan militer, kami semua akan terbang ke luar negeri, membeli tiket, dan pergi,” ungkap kepala rabi Yahudi Sephardic, dikutip dari Anadolu.
“Mereka (orang Israel yang sekuler) harus memahami bahwa tanpa Taurat, tanpa kollels dan yeshivas (perguruan tinggi Yahudi untuk penelitian Talmud), militer [Israel] tidak akan sukses,” tambah Sephardic.
Sejak 2018, Mahkamah Agung Israel menangguhkan aturan agar warga ultra-ortodoks un tidak ikut wajib militer. Ini karena Ultra-ortodoks merupakan warga kelas agamawan Israel yang difokuskan khusus urusan agama.
Sehingga Kaum ultra-Ortodoks mengklaim hak mereka hanya untuk belajar di pendidikan khusus agama bukan untuk bertugas di militer atau menjadi pegawai negeri sipil.