TRIBUNNEWS.COM - Wakil Direktur Badan Intelijen Federal Jerman (BND) Ole Diehl bertemu dengan orang kedua di komando Hizbullah, Wakil Sekretaris Jenderal Sheikh Naim Qassem, pada Sabtu malam.
Dilansir The Jerusalem Post, pertemuan itu baru dilaporkan oleh organisasi berita Lebanon yang berafiliasi dengan Hizbullah, Al Akhkbar, pada hari Selasa (2/7/2024), mengutip sumber yang mengetahui hal tersebut.
Pertemuan di Beirut ini merupakan kali kedua kedua pejabat tersebut bertemu.
Keduanya pertama kali bertemu pada bulan Januari lalu untuk membahas serangan proksi Iran terhadap Israel.
Menurut sumber tersebut, suasana pertemuan itu positif.
Diskusi tersebut membahas mengenai meningkatnya ketegangan antara kelompok militan Lebanon dan Israel dan bagaimana perang skala penuh dapat dihindari.
Pada pertemuan tersebut, Ole Diehl dilaporkan menyampaikan keinginan Israel untuk memulangkan para pengungsi di Utara ke rumah mereka.
Ia menambahkan bahwa Israel akan melancarkan perang terhadap Hizbullah jika diperlukan untuk mencapai tujuan ini.
Diehl dilaporkan menambahkan bahwa kesalahan yang dilakukan oleh salah satu pihak dapat mengakibatkan perang antara kedua belah pihak.
Sebagai tanggapan, Al Akhkbar melaporkan bahwa Qassem mengatakan setiap diskusi mengenai penghentian serangan Hizbullah di Israel utara, tergantung dengan pencapaian gencatan senjata di Jalur Gaza.
Tanggapan Qassem belum berubah sejak Januari lalu.
Baca juga: Pejabat Iran: Kami akan Dukung Hizbullah dengan Segala Cara jika Israel Memulai Perang Besar-besaran
Ia tetap menolak untuk membahas apa pun sebelum Israel menghentikan serangannya di Gaza.
Qassem juga mendesak Jerman untuk menekan Israel agar menghentikan agresinya.
Peran Jerman dalam Membawa Misi Perdamaian Israel-Lebanon
Pada tahun 1978, PBB membentuk badan khusus untuk menjaga perdamaian antara Israel dan Lebanon.
Badan tersebut dikenal dengan nama UNIFIL (United Nations Interim Force in Lebanon) dan Jerman adalah satu dari sekian banyak negara anggota.
UNIFIL adalah salah satu misi perdamaian PBB tertua yang masih aktif hingga kini.
Di tahun-tahun awal pembentukan, tugas utama UNIFIL adalah mengkonfirmasikan penarikan pasukan Israel dari Lebanon dan membantu Pemerintah Lebanon dalam memulihkan otoritas efektifnya.
Pada tahun 2006, mandat tersebut direvisi secara ekstensif melalui Resolusi 1701 Dewan Keamanan PBB.
UNIFIL memantau gencatan senjata antara Lebanon dan Israel di wilayah perbatasan di Lebanon selatan dan mendukung Pemerintah Lebanon dalam mengamankan perbatasan darat dan maritimnya, misalnya untuk mencegah penyelundupan senjata.
Jerman telah berpartisipasi dalam misi perdamaian UNIFIL sejak tahun 2006.
Tujuannya adalah untuk mencegah penyelundupan senjata melalui laut dan memungkinkan angkatan bersenjata Lebanon untuk memantau sendiri perbatasan laut mereka.
Elemen inti dari kontribusi Jerman adalah partisipasi dalam Satuan Tugas Maritim UNIFIL.
Jerman mendukung angkatan bersenjata Lebanon dengan memberikan pelatihan, khususnya angkatan laut.
Batas atas personel Jerman yang berpartisipasi dalam misi saat ini adalah 300 tentara.
Parlemen Jerman (Bundestag) telah memperpanjang mandat Bundeswehr (Angkatan Bersenjata) untuk misi penting ini satu tahun lagi hingga tahun 2025.
Baca juga: UNIFIL Cemas Hizbullah-Israel di Ambang Perang Terbuka, Komandan Pasukan Radwan Tewas Dibom IDF
Saat ini, terdapat lebih dari 10 ribu tentara yang berkontribusi dalam misi perdamaian UNIFIL.
10.147 tentara tersebut berasal dari 49 negara, menurut situs resmi UNIFIL.
Indonesia juga ambil bagian dalam misi UNIFIL, dengan total 1232 prajurit, yang terbanyak di antara 49 negara tersebut.
(Tribunnews.com, Tiara Shelavie)