TRIBUNNEWS.COM - Pemimpin Hizbullah, Sayyed Hassan Nasrallah mengatakan bahwa Hamas melakukan perundingan gencatan senjata di Gaza atas nama seluruh Poros Perlawanan.
Jika kesepakatan dicapai, maka Hizbullah akan menghentikan operasinya tanpa perlu perundingan lagi, Reuters melaporkan Rabu (10/7/2024).
“Hamas melakukan negosiasi atas nama mereka sendiri dan atas nama faksi-faksi Palestina, dan juga atas nama seluruh Poros Perlawanan. Apa yang diterima Hamas, kami semua terima,” kata Nasrallah.
Nasrallah berbicara dalam pidato yang disiarkan televisi saat ia menyampaikan belasungkawa atas tewasnya komandan senior Hizbullah baru-baru ini.
Di samping itu, Nasrallah memperingatkan bahwa Hizbullah siap dan tidak takut berperang.
Nasrallah membuktikan kata-katanya itu dengan salvo roket dan drone yang ditembakkan ke arah Israel selama beberapa hari terakhir.
Poros Perlawanan adalah aliansi yang dibangun selama bertahun-tahun atas dukungan Iran untuk melawan Israel dan pengaruh AS di Timur Tengah.
Selain Hizbullah, kelompok bersenjata Houthi di Yaman dan kelompok bersenjata Syiah di Irak masuk dalam poros.
Hizbullah mulai menembaki sasaran-sasaran Israel di perbatasan Lebanon untuk mendukung warga Palestina sejak 8 Oktober 2023.
Hizbullah berulang kali menyebut serangan mereka sebagai “front dukungan”, yang bertujuan untuk menarik sumber daya militer Israel dari Gaza dan mendukung warga Palestina.
Puluhan ribu warga Israel dan Lebanon terpaksa mengungsi dari daerah sekitar perbatasan keduanya.
Baca juga: Hizbullah Diklaim Sukses Buat Israel Ngos-ngosan, 100 Ribu Tentara Zionis Ditahan di Palagan Utara
Para pengamat internasional memperingatkan dalam beberapa pekan terakhir akan meningkatnya risiko konflik yang lebih luas.
AS dan Prancis telah mempelopori upaya diplomatik untuk mencoba mencapai kesepakatan yang akan mencegah meluasnya konflik antara Israel dan Hizbullah.
Nasrallah mengatakan, bagi Hizbullah, gencatan senjata di Gaza sudah cukup untuk mewujudkan hal tersebut.
“Jika ada gencatan senjata di Gaza maka front kami juga akan melakukan gencatan senjata tanpa diskusi, terlepas dari perjanjian atau mekanisme atau negosiasi lainnya.”
Axis of Resistance atau Poros Perlawanan
Poros Perlawanan adalah label yang digunakan untuk merujuk pada koalisi anti-Israel dan anti-Barat yang dipimpin oleh pemerintah Iran.
Poros perlawanan mencakup kelompok Muslim Sunni dan Syiah serta pemerintah di Yaman, Suriah, Lebanon, Gaza dan Irak, dengan perbedaan dan tingkat kedekatan dengan Iran yang berbeda-beda satu sama lain dan, mengutip NPR.
Rezim Iran dan Pasukan Quds, yang merupakan bagian dari Korps Garda Revolusi Iran, berkontribusi lebih besar untuk mengembangkan jaringan tersebut.
Poros perlawnan ini juga mencakup kelompok militan Lebanon dan partai politik Syiah Hizbullah, rezim Suriah dan milisi Syiah di Suriah, yang dibangun dan dilatih oleh Teheran.
Pemberontak Houthi di Yaman juga berada di bawah poros tersebut.
Kelompok Houthi telah melancarkan perang saudara melawan pemerintah Yaman – yang didukung oleh Arab Saudi – selama hampir satu dekade.
Poros ini juga terdiri dari milisi di Pasukan Mobilisasi Populer di Irak yang didukung Iran, yang dibentuk untuk membantu memerangi ISIS pada tahun 2014.
Di Lebanon, Hizbullah yang didukung Iran beroperasi baik sebagai partai politik Muslim Syiah maupun sebagai kelompok militan.
Hizbullah mempunyai kekuatan yang signifikan, terutama di Lebanon selatan, dan aktif di sepanjang perbatasan utara Israel, tempat ketegangan meningkat sejak serangan 7 Oktober.
Setiap kelompok poros mempunyai hubungan yang berbeda dengan Iran.
Baca juga: Menteri Israel Desak Hizbullah Menjauh, Nasrallah Tak Takut, Sebut IDF Sudah Kalah Perang di Rafah
Mereka juga mempunyai perbedaan satu sama lain.
Misalnya di Gaza, Hamas dan Jihad Islam Palestina (PIJ), kelompok militan saingan yang lebih kecil dan tidak terlibat dalam proses politik, dianggap sebagai bagian dari aliansi tersebut.
“Penting untuk diingat bahwa Hamas bukanlah proksi Iran seperti halnya Hizbullah,” kata Kim Ghattas, peneliti terkemuka di Columbia Institute of Global Politics.
“Hizbullah telah menjadi kaki tangan dari Pasukan Quds Pengawal Revolusi Iran."
“Hamas mempertahankan identitasnya yang terpisah dan mempunyai pendukung lain, selain Iran.”
Namun terlepas dari perbedaan mereka, kata Ghattas, kepentingan mereka sering kali sama.
“Agenda mereka masih sejalan dengan pandangan dunia yang anti-Amerika dan anti-Israel, dan mereka bersatu kembali bila diperlukan."
(Tribunnews.com, Tiara Shelavie)