TRIBUNNEWS.COM - Negara-negara BRICS baru-baru ini mengundang enam negara baru untuk bergabung dengan mereka pada tahun 2024.
Dari keenam negara tersebut, empat negara yakni UEA, Mesir, Iran, dan Ethiopia, telah menyatakan bersedia.
Namun disebutkan, Argentina menolak dan Arab Saudi masih dalam proses pengambilan keputusan.
China atau Tiongkok dan Rusia mendorong perluasan ini untuk memperkuat BRICS secara finansial dan untuk melawan AS dan sekutu-sekutu Baratnya.
Seiring dengan hal itu, tidak semua pihak di BRICS setuju dengan rencana ini.
Faktanya dikabarkan cryptopolitan, tiga negara anggota BRICS antara lain India, Afrika Selatan, dan Brasil tidak terlalu senang dengan penambahan anggota yang dinilai berlangsung cepat.
Mereka ingin memperlambat keadaan dan membiarkan anggota baru beradaptasi terlebih dahulu.
Tiga negara itu khawatir jika terlalu banyak negara bergabung sekaligus, berpotensi mengacaukan kebijakan dan kesepakatan perdagangan.
India khususnya skeptis terhadap niat China. Mereka mengira China menggunakan BRICS untuk mendorong agendanya sendiri untuk mendominasi dunia.
India juga yakin Rusia mencoba menggunakan BRICS untuk membalas AS atas sanksi terhadap ekonominya.
Dalam pandangan India, ekspansi 2024 hanyalah kedok untuk rencana besar China dan Rusia.
Baca juga: Mengapa Sejumlah Negara Asia Tenggara Ingin Bergabung dengan BRICS?
"India ingin BRICS mempertahankan semangat aslinya, yakni kemitraan yang setara," kata seorang sumber.
India mengusulkan jeda lima tahun sebelum menerima lebih banyak negara.
Mereka berpendapat, waktu ini diperlukan agar semuanya berjalan lancar dengan anggota baru.
Demikian telah dibahas dalam pertemuan pejabat senior dan sherpa baru-baru ini.
Sementara perdebatan ini berlangsung, situasi keuangan tidak terlihat begitu baik.
Dolar AS telah mengalahkan rupee India baru-baru ini.
Rupee mencapai titik terendah 83,63 pada bulan Juni 2024, pulih sedikit, tetapi kemudian turun kembali ke 83,62.
Ini bukan hanya masalah rupee. Dolar telah mengungguli 22 dari 23 mata uang utama Asia bulan ini.
Hanya dolar Hong Kong yang berhasil mempertahankan posisinya.
Yuan Tiongkok telah jatuh ke titik terendah sejak Desember 2023, dan yen Jepang telah mencapai titik terlemahnya sejak tahun 1990-an.
Investor institusional asing (FII) juga berkontribusi terhadap jatuhnya rupee.
Awal bulan ini, mereka menarik $2,6 miliar atau senilai Rp 42 miliar dari pasar saham India.
Arus keluar yang besar ini menambah tekanan pada rupee, menyebabkannya semakin melemah terhadap dolar.
Upaya Dedolarisasi
Negara-negara yang tergabung di blok ekonomi BRICS seperti Rusia, China, India, saat ini sedang berupaya meluncurkan sistem keuangan yang independen dari dominasi pihak ketiga.
Penegasan itu disampaikan Duta Besar Rusia untuk China, Igor Morgulov, saat berbicara di Forum Perdamaian Dunia (WPF) ke-12, Sabtu, 6 Juli 2024.
Dia mengatakan, negara-negara anggota blok BRICS juga akan membahas pembentukan mata uang baru untuk mengurangi ketergantungan pada dolar AS dalam perdagangan internasional diantara negara-negara BRICS.
Volume transaksi Rusia dalam mata uang nasional dengan sesama negara BRICS sendiri selama ini terus meningkat.
Saat berbicara di Forum Perdamaian Dunia (WPF) ke-12. Morgulov menyoroti bahwa omset perdagangan Rusia-Tiongkok telah mencapai 240 miliar dolar AS dan 92 persen penyelesaiannya dilakukan dalam mata uang rubel Rusia dan yuan China.
“Kami meninggalkan ruang yang didominasi dolar dan mengembangkan mekanisme dan alat untuk sistem keuangan yang benar-benar independen,” kata Morgulov seperti dikutip oleh RIA Novosti.
Morgulov juga mengatakan, penerapan mata uang tunggal baru masih jauh dari harapan.
Namun menekankan bahwa kelompok tersebut – yang baru-baru ini berkembang dan kini terdiri dari Brazil, Rusia, India, Tiongkok, Afrika Selatan, Ethiopia, Iran dan Mesir – “bergerak ke arah ini. ”
Diberitakan Russian Today beberapa bulan lalu, Wakil Menteri Keuangan Rusia, Ivan Chebeskov mengatakan kepada media bahwa Rusia sedang berupaya menciptakan infrastruktur penyelesaian dan pembayaran bersama dengan bank sentral negara-negara anggota BRICS.
Baca juga: Gerakan Patahkan Dominasi Dolar AS Makin Gencar, SCO Jadi Motor Penggeraknya
Pejabat senior negara tersebut menyebutkan bahwa blok ekonomi tersebut sedang berupaya meluncurkan platform Jembatan BRICS untuk penyelesaian dalam mata uang nasional.
Menteri Keuangan Rusia Anton Siluanov mengatakan kepada harian Rusia Vedomosti bahwa BRICS Bridge dapat memberikan kesempatan kepada negara-negara anggota untuk melakukan penyelesaian menggunakan aset digital bank sentral yang terkait dengan mata uang nasional.
Rusia telah mempromosikan sistem pembayaran domestiknya sendiri sebagai alternatif yang dapat diandalkan untuk SWIFT, setelah banyak lembaga keuangan negara tersebut terputus dari jaringan keuangan Barat pada tahun 2022.
Sistem pesan antar bank SPFS Rusia memastikan transfer pesan keuangan antar bank yang aman. dalam dan luar negeri.
Moskow juga mempercepat upaya untuk beralih dari SWIFT dengan melakukan perdagangan dengan mitra internasional menggunakan mata uang nasional masing-masing.
Baca juga: Ekonom: Bank Indonesia Harus Berjibaku Kuatkan Rupiah di Bawah Rp 16.000 per Dolar AS
Tren ini semakin didukung oleh anggota kelompok BRICS, yang telah beralih dari penggunaan dolar dan euro untuk penyelesaian perdagangan.
Pangsa mata uang nasional dalam penyelesaian Rusia dengan negara-negara BRICS melonjak menjadi 85 persen pada akhir tahun 2023, naik dari 26 persen pada dua tahun lalu.
(Tribunnews.com/Chrysnha)