Kalangan politik di Berlin sedang khawatir. Sebagian besar politisi mengandalkan terpilihnya kembali Joe Biden dari Partai Demokrat sebagai Presiden AS, yang secara politik lebih dekat dengan mereka.
Namun dalam tiap tampilan publiknya, Biden sering terlihat salah bicara. Sejak upaya pembunuhan terhadap Donald Trump, kebangkitan Partai Republik tampaknya tidak dapat dihentikan. Kongres partai di Milwaukee secara resmi menominasikan Trump sebagai kandidat presiden dari Partai Republik dan mendapat tepuk tangan meriah.
Kanselir Jerman Olaf Scholz (SPD) tidak menampik dan menjelaskan pada KTT G7 di Italia pada bulan Juni bahwa dia lebih memilih Joe Biden untuk masa jabatan kedua.
Namun, Jens Spahn dari partai oposisi terbesar, CDU, berpendapat berbeda. CDU adalah partai yang berkuasa di Berlin pada masa kepresidenan Trump pada 2016 hingga 2020.
Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!
"Saya pikir Trump kemungkinan besar akan menjadi presiden Amerika Serikat berikutnya,” katanya kepada DW, "dan kita tidak boleh melakukan kesalahan yang sama seperti yang kita lakukan pada masa kepresidenannya yang terakhir. Saat itu, tidak ada seorang pun yang memiliki jaringan kontak dengan tim Trump. Tidak ada yang benar-benar tahu apa yang dia lakukan. Kali ini kita harus tahu sebelumnya dan menjalin kontak dengan dia dan timnya". Jens Spahn saat ini menghadiri konferensi Partai Republik di Milwaukee karena dia yakin politisi Jerman harus memperlakukan Trump secara berbeda.
JD Vance tidak peduli Ukraina
Kekhawatiran di Jerman tidak hanya terkait prospek terpilihnya kembali Trump, tetapi juga terkait calon wapres, J.D. Vance. Ada kekhawatiran mengenai dukungannya terhadap Ukraina.
Pada Konferensi Keamanan München (MSC) pada bulan Februari, J.D. Vance mengatakan bahwa sikap Trump terhadap hal ini jelas, dan "dia akan menyerahkan Ukraina kepada Putin," tulis pemimpin Partai Hijau Ricarda Lang di X.
Vance mengatakan secara terbuka dalam sebuah podcast pada tahun 2022: "Bagi saya, apa yang terjadi di Ukraina tidak terlalu penting."
Jerman semakin tergantung kepada AS
Memang, Jerman dan Eropa perlu berbuat lebih banyak untuk pertahanan mereka. Trump berulang kali mengatakan hal ini selama masa kepresidenannya pada tahun 2016 hingga 2020.
"Masalahnya, Jerman dan Eropa saat ini jauh lebih 'rentan' dibandingkan tahun 2016 karena Rusia tidak hanya mengancam Ukraina, tetapi juga seluruh Eropa. Dan politik keamanan Eropa sangat bergantung pada AS," ujar Dominik Tolksdorf dari Dewan Hubungan Luar Negeri Jerman.
Politisi CDU Jens Spahn mengatakan Trump adalah sebuah seruan bagi Eropa untuk bertumbuh. "AS adalah sekutu kita yang paling penting. Merekalah yang menjamin keamanan di Eropa. Kenyataannya adalah, tanpa AS, Eropa tidak aman. Hal ini berlaku saat ini dan di masa mendatang. Itu sebabnya kita membutuhkan Amerika Serikat sebagai mitra, tidak peduli siapa presidennya."
Senjata jarak jauh AS di Jerman sesuai keinginan Trump
Jerman telah memulai perubahan haluan dalam belanja pertahanan dan meningkatkan anggaran militernya secara signifikan. Hal ini terutama disebabkan oleh ancaman Rusia. Kanselir Olaf Scholz juga setuju rencana AS menempatkan rudal jarak jauh Amerika di Jerman.
Bagaimana pemerintah federal mempersiapkan diri untuk kemungkinan Trump kembali menjabat? "Perbaiki kondisi di negara kita, jadikan UE lebih kuat dan lebih kompetitif, serta perkuat pilar Eropa di NATO. Jerman harus mengambil peran kepemimpinan demi terciptanya UE yang percaya diri dan bersatu dalam aliansi transatlantik," kata Michael Link (FDP), Koordinator Transatlantik Pemerintah Federal Jerman.
Kenangan Trump bikin politisi Jerman ngeri
Banyak politisi Jerman mengingat kepresidenan pertama Trump dengan rasa ngeri. Kemenangannya dalam pemilu saat itu membuat sebagian besar orang tidak percaya karena mereka sepenuhnya mengharapkan Hillary Clinton dari Partai Demokrat akan menang.
Seberapa dalam kesenjangan antara Trump dan politik Jerman saat itu - dan hingga saat ini - juga ditunjukkan oleh pernyataan yang sangat tidak diplomatis dari Menteri Luar Negeri Jerman saat itu, Frank-Walter Steinmeier. Dia menyebut Donald Trump sebagai "pengkhotbah kebencian" selama kampanye pemilu AS tahun 2016.
Apa yang akan berubah bagi Jerman?
Koordinator transatlantik Michael Link mengatakan, Joe Biden "dengan sangat serius menganggap Jerman sebagai mitra, dan UE sebagai sebuah institusi. Ia berinvestasi dalam kemitraan multilateral seperti G7 dan juga dalam organisasi internasional seperti PBB."
KekhawatiranMichael Link adalah bahwa dalam pemerintahan Trump yang kedua, hal sebaliknya akan terjadi. "Trump mengandalkan hubungan bilateral dan 'kesepakatan' transaksional baru dibandingkan aliansi dan aliansi yang sudah ada. Dia tidak menghormati UE sebagai mitra setara dan akan mencoba menyulut perpecahan antara negara-negara Eropa."
Namun Michael Link yakin: "Jika Donald Trump terpilih kembali, terlepas dari semua retorika America First, ia akan menyadari bahwa AS di bawah kepemimpinannya akan tetap bergantung kepada sekutunya, misalnya terkait kebijakan tentang Cina, ketika AS dan UE berada dalam posisi yang sama. Keduanya dapat memberikan dampak ketika mereka bekerja sama, bukan bekerja sendiri-sendiri."
(ae/hp)