TRIBUNNEWS.COM - Departemen Luar Negeri Amerika Serikat (AS) mengkritik Fatah dan Hamas yang menandatangani Deklarasi Beijing untuk menyatukan 14 faksi perlawanan Palestina.
Deklarasi Beijing ditandatangani pada Selasa (23/7/2024) dalam pertemuan yang difasilitasi oleh Kementerian Luar Negeri China di Beijing pada 21-23 Juli 2024.
Meski AS belum meninjau teks Deklarasi Beijing yang mengakhiri perpecahan di antara faksi-faksi perlawanan Palestina, AS tetap tidak mendukung peran Hamas dalam memerintah Jalur Gaza setelah perang.
“Dalam hal mengatur Jalur Gaza di akhir konflik, tidak ada peran organisasi Hamas," kata juru bicara Departemen Luar Negeri AS, Matthew Miller, Rabu (24/7/2024).
Matthew Miller mengatakan, dia tidak yakin perjanjian tersebut akan berdampak pada diskusi yang sedang berlangsung untuk mencapai gencatan senjata antara Israel dan Hamas di Jalur Gaza.
"Amerika ingin melihat Otoritas Palestina memerintah Jalur Gaza dan Tepi Barat setelah perang," kata Matthew Miller.
Namun, ia kembali menegaskan, Hamas tidak boleh berkuasa di Jalur Gaza.
“Tetapi tidak, kami tidak mendukung peran Hamas karena mereka ternoda oleh darah warga sipil yang tidak bersalah, baik warga Israel maupun Palestina,” kata Matthew Miller, seperti diberitakan Al Waqi Al Akhbar.
Matthew Miller tidak mengatakan apakah Menteri Luar Negeri AS, Antony Blinken, akan membicarakan Deklarasi Beijing secara khusus dalam pertemuannya yang akan datang dengan Menteri Luar Negeri China, Wang Yi.
Kritikan ini muncul setelah sekutu AS, Israel, mengkritik langkah Fatah yang bekerja sama dengan Hamas untuk menandatangani Deklarasi Beijing untuk menyatukan faksi-faksi perlawanan Palestina.
"Hamas dan Fatah di Tiongkok menandatangani perjanjian untuk bersama-sama mengendalikan Gaza setelah perang," kata Menteri Luar Negeri Israel, Israel Katz, di akun X, Selasa (23/7/2024).
Baca juga: Indonesia Dukung Kesepakatan Hamas-Fatah dalam Deklarasi Beijing, Berharap Agar Diimplementasikan
"Hal ini tidak akan terjadi karena kekuasaan Hamas akan berakhir dan Abbas akan melihat Gaza dari jauh,” menurut klaimnya, merujuk pada Presiden Palestina, Mahmoud Abbas yang berasal dari gerakan Fatah.
Sebelumnya, Menteri Luar Negeri China, Wang Yi, mengatakan Fatah dan Hamas telah menandatangani Deklarasi Beijing pada Selasa kemarin di Beijing.
Menteri Luar Negeri China itu menegaskan poin terpenting dari Deklarasi Beijing adalah kesepakatan untuk membentuk pemerintahan rekonsiliasi nasional sementara untuk mengelola Jalur Gaza setelah perang, yang diharapkan akan berujung pada keanggotaan penuh Palestina di PBB.
14 faksi Palestina yang hadir dalam Deklarasi Beijing:
- Gerakan Pembebasan Nasional Palestina (Fatah)
- Gerakan Perlawanan Islam (Hamas)
- Front Populer untuk Pembebasan Palestina (PFLP)
- Front Demokratik untuk Pembebasan Palestina (DFLP)
- Gerakan Jihad Islam Palestina (PIJ)
- Partai Rakyat Palestina
- Front Perjuangan Rakyat Palestina
- Gerakan Inisiatif Nasional Palestina
- Front Populer untuk Pembebasan Palestina - Komando Umum
- Persatuan Demokratik Palestina (FIDA)
- Front Pembebasan Palestina
- Front Pembebasan Arab
- Front Arab Palestina
- Pelopor Perang Pembebasan Rakyat (Pasukan As-Sa'iqa).
Jumlah Korban
Saat Israel masih melancarkan agresinya di Jalur Gaza, jumlah kematian warga Palestina meningkat menjadi lebih dari 39.145 jiwa dan 90.257 lainnya terluka sejak Sabtu (7/10/2023) hingga Rabu (24/7/2024), dan 1.147 kematian di wilayah Israel, seperti dilaporkan Anadolu Agency.
Sebelumnya, Israel mulai membombardir Jalur Gaza setelah gerakan perlawanan Palestina, Hamas, meluncurkan Operasi Banjir Al-Aqsa pada Sabtu (7/10/2023) untuk melawan pendudukan Israel dan kekerasan di Al-Aqsa sejak tahun 1948.
Israel memperkirakan kurang lebih ada 120 sandera yang hidup atau tewas dan masih ditahan Hamas di Jalur Gaza, setelah pertukaran 105 sandera dengan 240 tahanan Palestina pada akhir November 2023.
Sementara itu, lebih dari 21.000 warga Palestina yang masih berada di penjara-penjara Israel, menurut laporan Yedioth Ahronoth pada awal Juli 2024.
(Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)
Berita lain terkait Konflik Palestina vs Israel