TRIBUNNEWS.COM - Pejabat pemerintahan Amerika Serikat menyatakan pada hari Senin (29/7/2024) bahwa terpilihnya kembali Nicolas Maduro sebagai Presiden Venezuela baru-baru ini, tidak memiliki kredibilitas apa pun karena manipulasi pemilu, sehingga membuka kemungkinan sanksi baru terhadap negara tersebut.
Otoritas pemilu Venezuela mendeklarasikan Nicolas Maduro sebagai pemenang pilpres tahun ini.
Namun, jajak pendapat independen menunjukkan kemenangan telak jatuh pada pihak oposisi.
Kandidat oposisi Edmundo Gonzalez menegaskan bahwa dialah pemenang sebenarnya.
Dilaporkan Reuters, para pejabat AS, yang berbicara secara anonim, menuntut Maduro untuk menerbitkan penghitungan suara secara terperinci.
Mereka memperingatkan bahwa jika Maduro tidak bisa melakukannya, masyarakat internasional akan menolak hasil pemilu.
Meskipun belum ada tindakan hukuman baru yang diumumkan, Washington menilai kebijakan sanksinya dilakukan berdasarkan tindakan Maduro.
Seorang pejabat menekankan, "Kita dihadapkan pada skenario baru. Kita akan mempertimbangkan ini saat memutuskan sanksi terhadap Venezuela."
Sanksi AS Terhadap Venezuela
Mengutip Al Jazeera, pada Januari lalu, AS menjatuhkan sanksi terhadap Venezuela setelah negara tersebut menggagalkan upaya pencalonan pemimpin oposisi, Maria Corina Machado.
Mahkamah Agung Venezuela, yang setia kepada pemerintahan Presiden Nicolas Maduro, menyatakan bahwa Machado tidak layak menjadi presiden dan tidak diperbolehkan mencalonkan diri selama 15 tahun ke depan.
"Perusahaan AS mana pun yang berbisnis dengan perusahaan tambang milik negara Venezuela, Minerven, punya waktu hingga 13 Februari untuk menyelesaikan penghentian transaksi dengan perusahaan tersebut," kata Kantor Pengawasan Aset Luar Negeri Departemen Keuangan AS saat itu.
Baca juga: Maduro Murka, Setop Hubungan Diplomatik Dengan Negara yang Ragukan Hasil Pilpres Venezuela
Padahal tahun lalu, pemerintah Maduro dan oposisi telah mencapai kesepakatan untuk mengadakan pemungutan suara Pilpres 2024 yang bebas dan adil.
Kesepakatan tersebut membuat AS melonggarkan sanksi sebelumnya, yang memungkinkan Chevron yang berbasis di AS untuk melanjutkan ekstraksi minyak terbatas dan membuka jalan bagi pertukaran tahanan.
Hasil Pemilu Venezuela
Mengutip NDTV, otoritas pemilihan umum Venezuela atau CNE, mengumumkan tepat setelah tengah malam pada hari Senin bahwa Maduro memenangkan masa jabatan ketiganya dengan perolehan 51 persen suara.
Sementara itu, CNE mengatakan Gonzalez hanya meraih 44 persen suara.
Tetapi pemimpin oposisi Maria Corina Machado mengatakan kandidat oposisi Edmundo Gonzalez telah mengamankan 70 persen suara.
Beberapa jajak pendapat independen dan hitung juga cepat secara meyakinkan menunjukkan kemenangan Gonzalez.
Edison Research, yang dikenal karena jajak pendapatnya tentang pemilu AS, memperkirakan dalam jajak pendapat bahwa Gonzalez akan memenangkan 65% suara, sementara Maduro akan memenangkan 31%.
Perusahaan lokal menganalisis memperkirakan 65% suara untuk Gonzalez dan kurang dari 14% untuk Maduro.
Gonzalez mengatakan dia tidak menyerukan para pendukung untuk turun ke jalan atau melakukan tindakan kekerasan apa pun, meskipun sebagian besar tidak menghiraukan seruannya.
Aksi protes terjadi di beberapa kota, CNN melaporkan.
Di ibu kota Caracas, pasukan keamanan menggunakan gas air mata untuk membubarkan kerumunan besar pengunjuk rasa.
Kerumunan orang terlihat berjalan di jalan utama sambil memukul-mukul panci dan wajan karena kemarahan yang meningkat atas kemenangan Maduro.
PROVEA, sebuah organisasi hak asasi manusia Venezuela, mengatakan kelompok bersenjata pro-Maduro menembaki demonstran damai di Avenue Urdaneta.
Protes juga dilaporkan di kota-kota lain, termasuk Maracay, tempat aktivis oposisi Esthefania Natera mengatakan kepada CNN bahwa orang-orang turun ke jalan untuk berteriak dan menuntut diungkapkannya kebenaran.
Baca juga: Oposisi Klaim Punya Bukti Kemenangan dalam Pilpres Venezuela, Kantongi Lebih dari 70 Persen Suara
Di negara bagian pesisir Falcón, demonstran merobohkan patung Maduro, seperti yang ditunjukkan dalam video di media sosial.
Para analis mengatakan mungkin akan ada gelombang kerusuhan baru di negara itu jika ada protes yang meluas terhadap rezim tersebut.
Demonstrasi jalanan pada tahun-tahun sebelumnya ditumpas oleh militer negara itu, yang telah lama mendukung Maduro dan pendahulunya, mendiang Hugo Chavez.
Pada Senin malam, Maduro mengatakan pemerintahnya tahu bagaimana menghadapi situasi itu dan akan mengalahkan mereka yang melakukan kekerasan.
Ia mengklaim tanpa bukti bahwa mayoritas pengunjuk rasa adalah penjahat yang dipenuhi kebencian dan rencana mereka disusun di Amerika Serikat.
(Tribunnews.com, Tiara Shelavie)