Tentara Israel Naikkan Status Jadi Siaga, Skenariokan Semua Potensi Serangan Iran-Houthi-Hizbullah
TRIBUNNEWS.COM - Juru bicara militer Israel menyatakan kalau Angkatan Bersenjata Israel (IDF) berada pada kesiapan puncak baik di udara, darat, dan laut serta siap menghadapi semua skenario serangan yang potensial terjadi dalam waktu segera.
Pernyataan itu dikeluarkan saat Iran, gerakan Hizbullah Lebanon, dan Kelompok Houthi Yaman menegaskan bahwa tanggapan dan pembalasan terhadap penargetan dan pembunuhan pemimpin polit biro Hamas, Ismail Haniyeh, akan dilakukan secara terkoordinasi.
Baca juga: Shin Bet Israel Keluarkan Instruksi Luar Biasa Antisipasi Pembalasan Iran yang Incar Nyawa Netanyahu
Terkait hal tersebut, Channel 12 Ibrani mengatakan kalau tentara IDF terindikasi menaikkan status mereka menjadi siaga perang.
Status siaga ini terlihat saat IDF menyiapkan puluhan pesawat tempur di landasan untuk persiapan pertahanan dan serangan.
IDF juga memobilisasi kapal perang.
Media Israel tersebut juga melaporkan kalau Angkatan Udara Israel (IAF) meningkatkan jumlah pesawat tempur yang berpatroli di sepanjang perbatasan di beberapa front.
Baca juga: Komite Perlawanan Palestina: Hizbullah-Houthi-Kataib Hizbullah Bersatu, Awal Habisnya Israel
Kapal Kerahkan Belasan Kapal Perang
Tanda-tanda terjadinya perang besar di Timur Tengah juga makin tampak seiring meningkatnya eskalasi konflik antara Israel dan milisi pembebasan Palestina dan para entitas pendukungnya dalam konteks Perang Gaza.
Terbaru, tanda-tanda itu ditunjukkan oleh kabar yang dilansir surat kabar terkemuka Amerika Serikat (AS), The Washington Post yang mengutip seorang pejabat Departemen Pertahanan AS di Gedung Pentagon.
Baca juga: Eks-Pejabat Keamanan Israel: Kematian Ismail Haniyeh Tak akan Mengubah Kemampuan Militer Hamas
Laporan itu mengatakan kalau AS mengerahkan 12 kapal perang di Timur Tengah setelah pembunuhan Ismail Haniyeh dan Fouad Shukr oleh Israel, sekutu abadi AS di kawasan.
Ismail Haniyeh adalah pemimpin biro politik Hamas. Sedangkan Fouad Shukr adalah komandan militer gerakan Hizbullah Lebanon.
Keduanya terbunuh dalam serangan senyap yang dilakukan Israel lewat pengeboman udara, masing-masing di Beirut, Lebanon dan Teheran, Iran dalam waktu yang cenderung berdekatan.
Israel membunuh Fouad Shukr dalam pengeboman yang dilakukan Selasa (30/7/2024) sedangkan Haniyeh dieksekusi pada Rabu (31/7/2024).
Keduanya merupakan sosok petinggi gerakan di poros perlawanan yang menjadi mitra strategis dari Iran.
Selain keduanya, dalam bombardemen di Beirut yang menewaskan Fouad Shukr, Israel rupanya juga melenyapkan penasihat militer asal Iran, Milad Bidi dalam serangan tersebut.
Faktor itu, ditambah pengeboman yang dilakukan di teritorial mereka, diyakini akan membuat Iran akan ikut terjun langsung dalam peperangan terhadap Israel.
Baca juga: Garda Revolusi Siapkan Tindakan, Media Israel: Ismail Haniyeh Dibunuh Rudal dari Luar Iran
Garda Revolusi Terima Perintah Serangan Langsung ke Israel dari Ali Khamenei
Sinyal Iran akan terlibat langsung dalam peperangan melawan Israel dipertegas oleh pernyataan Pemimpin tertinggi Iran, Ayatullah Ali Khamenei.
Dia dilaporkan telah mengeluarkan perintah untuk menyerang Israel secara langsung.
Serangan tersebut sebagai balasan atas pembunuhan pemimpin Hamas, Ismail Haniyeh di Teheran.
Hal ini berdasarkan keterangan tiga pejabat Iran terpisah yang diberi pengarahan tentang perintah tersebut.
Perintah serangan diberikan dalam pertemuan darurat Dewan Keamanan Nasional Tertinggi Iran pada Rabu pagi, tak lama setelah Iran mengumumkan bahwa Pemimpin Hamas Ismail Haniyeh telah terbunuh.
Dikutip dari New York Times, ketiga pejabat, di mana dua di antaranya adalah anggota Garda Revolusi meminta agar nama mereka tidak dipublikasikan karena mereka tidak berwenang untuk berbicara di depan umum.
Sementara Pejabat Amerika Serikat di Pentagon mengatakan Iran dan sekutunya akan melancarkan serangan besar-besaran terhadap Israel dalam 72 jam ke depan terhitung hal ini disampaikan kemarin atau (dihitung saat ini) 48 jam ke depan.
Sementara, Menteri Luar Negeri Iran Bagheri Kani telah mengontak via telepon menteri luar negeri Qatar dan Arab Saudi.
Sejumlah kalangan mengartikan, komunikasi itu merupakan bentuk pengumuman Iran soal rencana mereka melancarkan serangan militer terhadap entitas Zionis.
"Peringatan untuk tidak menggunakan wilayah udara negara-negara tersebut jika terjadi pertempuran di masa depan."
Iran dan Hamas menuduh Israel atas pembunuhan tersebut. Israel memiliki sejarah panjang dalam membunuh musuh di luar negeri, termasuk ilmuwan nuklir dan komandan militer Iran.
Selama hampir 10 bulan perang di Gaza, Iran telah mencoba untuk mencapai keseimbangan, memberikan tekanan pada Israel dengan serangan yang meningkat tajam oleh sekutu dan pasukan proksinya di wilayah tersebut, sambil menghindari perang habis-habisan antara kedua negara.
Pada bulan April, Iran melakukan serangan terbesar dan paling terbuka terhadap Israel dalam beberapa dekade peperangan bayangan, dengan meluncurkan ratusan rudal dan pesawat tanpa awak sebagai balasan atas serangan Israel di kompleks kedutaannya yang menewaskan beberapa komandan militer Iran di Damaskus, Suriah.
Pihak Barat bahkan seluruh dunia kini menunggu aksi Iran. Tidak jelas seberapa kuat Iran akan menanggapi, dan apakah Iran akan sekali lagi mengkalibrasi serangannya untuk menghindari eskalasi.
New York Times melaporkan, Komandan militer Iran sedang mempertimbangkan serangan kombinasi lain dengan pesawat nirawak dan rudal terhadap target militer di sekitar Tel Aviv dan Haifa, tetapi akan berusaha menghindari serangan terhadap target sipil, kata pejabat Iran.
Salah satu opsi yang dipertimbangkan adalah serangan terkoordinasi dari Iran dan front lain tempat Iran memiliki pasukan sekutu, termasuk Yaman, Suriah, dan Irak, untuk efek maksimal.
Ali Khamenei, yang memegang keputusan akhir tentang semua masalah negara dan juga panglima tertinggi angkatan bersenjata, menginstruksikan komandan militer dari Garda Revolusi dan angkatan darat untuk menyiapkan rencana serangan dan pertahanan jika perang meluas dan Israel atau Amerika Serikat menyerang Iran.
Dalam pernyataan publiknya tentang kematian Haniyeh, Khamenei mengisyaratkan bahwa Iran akan membalas dendam secara langsung, dengan mengatakan, "kami melihat pembalasan atas darahnya sebagai tugas kami," karena hal itu terjadi di wilayah Republik Islam.
Ia mengatakan Israel telah menyiapkan panggung untuk menerima "hukuman berat."
Pernyataan dari pejabat Iran lainnya, termasuk presiden baru, Masoud Pezeshkian, kementerian luar negeri, Garda Revolusi, dan misi Iran di PBB, juga secara terbuka mengatakan bahwa Iran akan membalas dendam terhadap Israel dan bahwa Iran memiliki hak untuk membela diri terhadap pelanggaran kedaulatannya.
Iran dan pasukan regional yang didukungnya — Hamas, Hizbullah di Lebanon, Houthi di Yaman, dan banyak milisi di Irak — membentuk apa yang mereka sebut "poros perlawanan."
Para pemimpin kelompok tersebut berada di Teheran untuk pelantikan Pezeshkian pada hari Selasa.
Ismail Haniyeh dibunuh sekitar pukul 2 pagi waktu setempat, setelah menghadiri upacara dan bertemu dengan Ayatullah Ali Khamenei.
AS Dinilai Bertanggung Jawab
Kementerian Luar Negeri Iran mengatakan pada 31 Juli bahwa Washington juga harus bertanggung jawab atas serangan Israel yang menewaskan pemimpin Hamas Ismail Haniyeh di Teheran.
“Tindakan teroris ini tidak hanya merupakan pelanggaran mencolok terhadap prinsip dan aturan hukum internasional dan Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa, tetapi juga ancaman serius bagi perdamaian dan keamanan regional dan internasional,” kata Kementerian Luar Negeri Iran dalam sebuah pernyataan pada hari Rabu.
“Republik Iran menekankan tanggung jawab pemerintah AS sebagai pendukung dan kaki tangan rezim Zionis dalam melanjutkan pendudukan dan genosida terhadap Palestina, dalam melakukan tindakan terorisme yang keji ini,” tambah pernyataan itu.
Komentar itu muncul tak lama setelah Menteri Luar Negeri AS Anthony Blinken mengatakan Washington tidak terlibat dalam serangan itu.
“Ini adalah sesuatu yang tidak kami ketahui atau terlibat di dalamnya. Sangat sulit untuk berspekulasi,” kata Blinken dalam sebuah wawancara dengan Channel News Asia saat dalam perjalanan ke Singapura, menanggapi pertanyaan tentang bagaimana perkembangan ini dapat memengaruhi kawasan tersebut.
Ia menambahkan bahwa AS akan melakukan segala yang mungkin untuk mengamankan gencatan senjata dan pertukaran tawanan.
Negosiasi untuk mencapai kesepakatan di Gaza, di mana Haniyeh memainkan peran penting, telah terancam oleh pembunuhan tersebut, menurut pejabat regional.
“Bagaimana mediasi dapat berhasil jika satu pihak membunuh negosiator di pihak lain?” Perdana Menteri Qatar Mohammed bin Abdulrahman Al-Thani mengatakan melalui media sosial pada hari Rabu kemarin.
Pemimpin Tertinggi Iran Ali Khamenei pada tanggal 30 Juli mengatakan bahwa Teheran akan membalas pembunuhan Haniyeh, yang terjadi di wilayahnya selama kunjungan diplomatik – sebuah pelanggaran mencolok terhadap hukum internasional.
“Israel telah mendapatkan hukuman berat untuk dirinya sendiri dengan membunuh Haniyeh. Balas dendam untuk Haniyeh, yang dibunuh di tempat perlindungan Republik Islam Iran, adalah tugas kita,” kata Khamenei.
(oln/khbrn/twp/*)