TRIBUNNEWS.COM - Otoritas Kesehatan Swedia mengonfirmasi kasus pertama strain Mpox (Monkey Pox) baru di luar Afrika, Kamis (15/8/2024).
Kasus tersebut dilaporkan sehari setelah Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mendeklarasikan keadaan darurat global akibat wabah Mpox di Afrika.
"Dalam kasus ini, seseorang terinfeksi saat tinggal di wilayah Afrika yang tengah dilanda wabah Mpox," papar Badan Kesehatan Masyarakat Swedia, dilansir foxnews.com.
Pejabat Kesehatan Swedia, Olivia Wigzell menyatakan jika orang tersebut terinfeksi jenis Mpox klade Ib.
Menurutnya, orang itu kini tengah menjalani perawatan di daerah Stockholm.
Lebih lanjut, ia pun mengatakan jika tidak ada risiko meluasnya populasi dari kasus pertama Mpox tersebut karena perawatan di Swedia.
Di sisi lain, Pakar Kesehatan Masyarakat, Lawrence Gostin menyebutkan kemungkinan penyebaran Mpox di dunia internasional.
"Munculnya kasus di Benua Eropa dapat memicu penyebaran Mpox secara cepat di dunia internasional," jelas Lawrence Gostin, dikutip dari reuters.com.
Selain itu, ia juga menyebutkan adanya kemungkinan kasus Mpox yang tidak terdeteksi di Eropa.
Di samping itu, Dr. Brian Ferguson dari Universitas Cambridge menyampaikan kasus pelancong Swedia itu mengkhawatirkan, namun tidak mengejutkan.
Pasalnya tingkat keparahan dan penyebaran wabah Mpox di Afrika yang belum mereda.
Baca juga: Mpox Jadi Kegawatan Internasional Lagi, Apa yang Harus Dilakukan RI?
Menurutnya, akan ada lebih banyak kasus Mpox di luar wilayah Afrika, karena belum terdapat mekanisme untuk menghentikan kasus impor virus itu.
Sebelumnya, WHO menyatakan wabah Mpox di Afrika sebagai Keadaan Darurat Kesehatan Masyarakat yang menjadi perhatian internasional (PHEIC).
Hal tersebut dinyatakan oleh Direktur Jenderal WHO, Dr. Tedros Adhanom Ghebreyesus, Rabu (14/8/2024).
"Munculnya klade baru Mpox, penyebarannya yang cepat di Kongo bagian timur, dan pelaporan kasus di beberapa negara tetangga sangat mengkhawatirkan."
"Jelas bahwa respons internasional yang terkoordinasi diperlukan untuk menghentikan wabah ini dan menyelamatkan nyawa,” tutur Tedros Adhanom Ghebreyesus, dilansir web WHO.
Deklarasi itu dipicu kasus-kasus di Republik Demokratik Kongo yang telah menyebar ke negara-negara tetangga.
Diketahui wabah Mpox ini dimulai pada Januari 2023 dengan 27.000 kasus dan lebih dari 1.100 kematian, terutama di kalangan anak-anak.
Sekilas Mpox atau Cacar Monyet
Dikutip dari laman web resmi WHO, virus Mpox atau cacar monyet merupakan virus ortopox yang termasuk dalam penyakit zoonosis.
Diketahui, penyakit zoonosis ialah penyakit yang ditularkan melalui hewan ke manusia.
Bukti infeksi Mpox telah ditemukan pada sejumlah hewan, termasuk tupai, tikus berkantung, tikus tanah, dan berbagai spesies monyet.
Selain melalui hewan, cacar monyet juga dapat ditularkan dari manusia ke manusia.
Penyakit itu dapat menular melalui kontak dengan cairan tubuh, lesi pada kulit atau pada permukaan mukosa internal.
Mpox termasuk dalam famili virus yang mirip dengan cacar.
Gejala dari penyakit tersebut umumnya lebih ringan seperti demam, menggigil, dan nyeri tubuh.
Sedangkan, identifikasi DNA virus dapat dilakukan melalui Reaksi Berantai Polimerase (PCR).
Dilansir foxnews.com, penyakit ini pertama kali diidentifikasi oleh para ilmuwan pada 1958 ketika terjadi wabah penyakit 'mirip cacar' pada monyet.
Hingga kini, sebagian besar kasus pada manusia ditemukan pada orang-orang di Afrika Tengah dan Barat yang melakukan kontak dekat dengan hewan yang terinfeksi.
Namun, baru-baru ini dilaporkan adanya varian atau klade baru yang disebut klade Ib dari virus Mpox yang menyebar di Afrika.
Sebagai tambahan, menurut Pejabat Kesehatan Amerika, klade I Mpox cenderung menyebabkan lebih banyak infeksi parah dengan tingkat kematian lebih tinggi.
Klade Ib tersebut diidentifikasi pada seorang pelancong Swedia dan menjadi kasus pertama varian baru mpox yang terdeteksi di luar Afrika.
Untungnya, belum ada laporan kasus varian Mpox baru di Amerika Serikat maupun Kanada.
(mg/Ananta Arabella Andhika Putri)
Penulis merupakan peserta magang dari Universitas Sebelas Maret (UNS).