TRIBUNNEWS.COM - Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, telah mencoba meredakan kekhawatiran dengan mengatakan kerusakan ekonomi hanya sementara.
Namun, perang paling berdarah dan merusak yang pernah ada antara Israel dan Hamas, telah merugikan ribuan bisnis kecil.
Perang juga membahayakan kepercayaan internasional terhadap ekonomi Israel.
Ekonom terkemuka mengatakan gencatan senjata adalah cara terbaik untuk menghentikan kerusakan.
“Perekonomian saat ini berada dalam ketidakpastian yang besar, dan ini terkait dengan situasi keamanan — berapa lama perang akan berlangsung, seberapa besar intensitasnya, dan pertanyaan apakah akan ada eskalasi lebih lanjut,” kata Karnit Flug, mantan kepala bank sentral Israel yang sekarang menjadi wakil presiden penelitian di Israel Democracy Institute, Senin (26/8/2024), dikutip dari Arab News.
Perekonomian Israel telah pulih dari guncangan sebelumnya, termasuk perang yang lebih pendek dengan Hamas.
Namun, konflik yang lebih lama ini telah menciptakan ketegangan yang lebih besar, termasuk biaya pembangunan kembali, kompensasi bagi keluarga korban dan tentara cadangan, serta pengeluaran militer yang besar.
Sifat pertempuran yang berlarut-larut dan ancaman eskalasi lebih lanjut dengan Iran dan proksi Lebanonnya, Hizbullah, memiliki dampak yang sangat buruk pada pariwisata.
Meskipun pariwisata bukanlah pendorong utama ekonomi, kerusakannya telah merugikan ribuan pekerja dan usaha kecil.
"Hal tersulit adalah kita tidak tahu kapan perang akan berakhir," kata pemandu wisata Israel, Daniel Jacob, yang keluarganya hidup dari tabungan.
"Kita harus menyelesaikan perang sebelum akhir tahun ini. Jika butuh setengah tahun lagi, saya tidak tahu berapa lama kita akan bertahan," ungkap dia.
Baca juga: Brigade Al Qassam Mengebom Tel Aviv Pakai Rudal M90, Pakar: Hamas Bisa Serang Israel Sesuka Hati
Ekonomi Israel Terpuruk
Di Kota Tua Yerusalem, hampir semua toko suvenir tutup.
Di pasar loak Haifa, pedagang yang sedih memoles barang dagangan mereka di jalan-jalan yang kosong.
Lalu, maskapai penerbangan membatalkan penerbangan, bisnis gagal, dan hotel-hotel mewah setengah kosong.
Hampir 11 bulan dalam perang dengan Hamas, ekonomi Israel sedang terpuruk.
Pasalnya, para pemimpin negara itu terus maju dengan serangan di Gaza yang tidak menunjukkan tanda-tanda berakhir.
Serangan Israel di Gaza juga terancam akan meningkat menjadi konflik yang lebih luas.
Sementara itu, perang telah menimbulkan dampak yang jauh lebih berat pada perekonomian Gaza yang sudah hancur.
Perang tersebut menggusur 90 persen penduduk dan membuat sebagian besar tenaga kerja menganggur.
Semua bank di wilayah tersebut telah tutup.
Perundingan Penyanderaan akan Dilanjutkan
Serangkaian perundingan tingkat tinggi di Kairo yang dimaksudkan untuk menghasilkan gencatan senjata dan kesepakatan penyanderaan untuk setidaknya mengakhiri sementara perang Israel-Hamas selama 10 bulan di Gaza, berakhir tanpa kesepakatan akhir, Minggu (25/8/2024).
Namun, perundingan akan terus berlanjut di tingkat yang lebih rendah dalam beberapa hari mendatang dalam upaya untuk menjembatani kesenjangan yang tersisa, dilansir AP News.
Pejabat Amerika Serikat (AS) yang berbicara dengan syarat anonim untuk membahas pembicaraan tersebut, mengatakan "tim kerja" tingkat bawah akan tetap berada di Kairo untuk bertemu dengan mediator AS, Qatar, dan Mesir dengan harapan dapat mengatasi perselisihan yang tersisa.
Baca juga: Konflik Israel-Hizbullah Memanas, Maskapai Tangguhkan Penerbangan ke Tel Aviv dan Beirut
Pejabat itu menyebut pembicaraan baru-baru ini, yang dimulai pada hari Kamis di Kairo dan berlanjut hingga hari Minggu, sebagai "konstruktif".
Ia mengatakan semua pihak bekerja untuk "mencapai kesepakatan akhir yang dapat dilaksanakan."
Pembicaraan tersebut melibatkan direktur CIA William Burns dan David Barnea, kepala badan intelijen Israel Mossad.
Delegasi Hamas diberi pengarahan oleh mediator Mesir dan Qatar, tetapi tidak secara langsung mengambil bagian dalam negosiasi.
Update Perang Israel-Hamas
Diberitakan Al Jazeera, pasien dan warga Palestina yang mengungsi melarikan diri dari Rumah Sakit Martir Al-Aqsa – fasilitas medis terakhir yang berfungsi di Gaza tengah – setelah Israel mengeluarkan lebih banyak perintah evakuasi untuk kota Deir el-Balah.
Kepala Perserikatan Bangsa-Bangsa Antonio Guterres mengimbau “de-eskalasi segera” setelah Israel dan Hizbullah saling tembak di perbatasan selatan Lebanon.
Hamas menolak persyaratan baru Israel dalam perundingan gencatan senjata di Mesir dan bersikeras bahwa Israel harus terikat oleh ketentuan proposal yang diajukan oleh Presiden Amerika Serikat Joe Biden dan Dewan Keamanan PBB.
Pasukan Israel mengebom sebuah rumah di bagian utara Kota Gaza, menewaskan sedikitnya lima warga Palestina, menurut kantor berita Wafa.
Serangan mematikan Israel juga dilaporkan terjadi di wilayah lain di Kota Gaza dan di bagian selatan Khan Younis.
Doctors Without Borders melaporkan sebuah ledakan di dekat Rumah Sakit Martir Al-Aqsa tak lama setelah pasukan Israel mengeluarkan perintah evakuasi massal untuk wilayah dekat fasilitas tersebut. “Situasinya tidak dapat diterima,” katanya.
Baca juga: Partai Oposisi Israel Kecam Netanyahu dan Ben Gvir Terkait Wacana Sinagoga di Al-Aqsa
Di Tepi Barat yang diduduki, tentara Israel menangkap dua pria dan seorang wanita selama serangan di kota Qalqilya.
Sumber keamanan Mesir mengatakan kepada Reuters bahwa Hamas dan Israel menolak proposal kompromi yang diajukan oleh mediator, termasuk mengenai kehadiran Israel di apa yang disebut Koridor Philadelphi dan Netzarim.
Militer Israel mengatakan roket yang ditembakkan Hamas dari Gaza mendarat di daerah terbuka di selatan Tel Aviv dan terjadi ledakan pada bus sipil di Tepi Barat yang diduduki.
Ledakan itu tidak menimbulkan korban luka, katanya.
Setidaknya 40.334 orang tewas dan 93.356 orang terluka dalam perang Israel di Gaza.
Diperkirakan 1.139 orang tewas di Israel selama serangan yang dipimpin Hamas pada tanggal 7 Oktober.
(Tribunnews.com/Nuryanti)