TRIBUNNEWS.COM - Analis Israel Avi Ashkenazi mengatakan pasukan zionis Israel (IDF) berada di ambang 'tenggelam dalam lumpur Gaza'.
"Pada bulan Agustus yang kelam ini, 15 tentara Israel tewas dalam pertempuran di Gaza dan utara (front Lebanon). Ini adalah harga yang harus dibayar untuk perang yang melelahkan," demikian pernyataan laporan Avi Ashkenazi.
Ashkenazi juga mencatat bulan Agustus 2024 akan dikenang sebagai salah satu bulan paling berdarah bagi IDF.
Ashkenazi yang juga merupakan jurnalis Israel tersebut memberikan kritik pada kegigihan Israel untuk mempertahankan Koridor Philadelphia dan poros Netzarim, yang masih menjadi pokok perdebatan utama dalam negosiasi yang sedang berlangsung.
Ini terjadi satu hari sebelum keputusan resmi kabinet Israel untuk mempertahankan kendali atas jalur tanah sepanjang 14 kilometer yang memisahkan Gaza dari Mesir.
“Setiap keputusan keamanan harus dibayar dengan darah,” lanjut Ashkenazi.
“Sebelum kita terjerumus ke dalam lumpur, mari kita berhenti sejenak,” analis Israel itu memperingatkan negaranya, mengutip Palestine Chronicle, Sabtu (31/8/2024).
Seraya menambahkan, ia mendorong para pemimpin Israel untuk mempertimbangkan alternatif keamanan untuk mengakhiri negosiasi, membebaskan para sandera, dan menghentikan tembakan terhadap warga sipil.
Perkataan Ashkenazi menggemakan sentimen yang telah diungkapkan oleh pensiunan Jenderal Israel Yitzhak Brick dalam sebuah artikel yang diterbitkan di surat kabar Israel Haaretz pada tanggal 22 Agustus 2024 lalu.
Brick menyatakan situasinya mengerikan, Israel bisa menghadapi keruntuhan dalam waktu satu tahun jika perang gesekan yang sedang berlangsung terhadap gerakan Palestina Hamas dan Hizbullah Lebanon terus berlanjut.
Setelah pendudukan Kota Gaza, Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant mengatakan bahwa Israel telah menguasai penuh kota dan terowongannya, dan dalam waktu singkat, Hamas akan menyerah.
Baca juga: Mengenal Strategisnya Jenin yang Dikepung IDF, Israel Aji Mumpung Jelang Jeda Perang 3 Hari
"Dengan pernyataan ini, Gallant, bersama dengan rekan-rekannya Kepala Staf IDF Herzi Halevi dan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, telah membuat publik Israel kehilangan muka,” tulis mantan jenderal Israel tersebut.
“Israel semakin terjerumus ke dalam lumpur Gaza, kehilangan semakin banyak tentara karena terbunuh atau terluka, tanpa ada peluang untuk mencapai tujuan utama perang: menjatuhkan Hamas.”
Mantan jenderal Israel itu lebih lanjut memperingatkan semua strategi politik dan militer saat ini membawa Israel menuju bencana.
"Negara ini benar-benar sedang menuju jurang kehancuran. Jika perang melawan Hamas dan Hizbullah terus berlanjut, Israel akan runtuh dalam waktu tidak lebih dari setahun," ia memperingatkan.
Semakin Banyak IDF Tewas dan Terluka
Menurut data resmi Israel, yang tunduk pada sensor militer, lebih dari 703 perwira dan tentara Israel telah terbunuh sejak 7 Oktober 2023.
Namun, ada tuduhan internal, militer Israel menyembunyikan jumlah tenteara yang tewas sebelumnya, hingga soal kerugian yang diyakini jauh lebih tinggi.
Juli lalu, Saluran 12 Israel mengungkapkan 20.000 tentara pendudukan telah terluka di Gaza sejak 7 Oktober, dengan 8.298 korban lainnya mengalami cacat.
Pada tanggal 12 Juli, kabinet Israel menyetujui keputusan untuk memperpanjang wajib militer menjadi tiga tahun karena kekurangan personel.
Keputusan ini akan disampaikan kepada pemerintah untuk disetujui dan kemudian dibawa ke Knesset (parlemen) untuk diundangkan.
(Tribunnews.com/Garudea Prabawati)