TRIBUNNEWS.COM - Pada Selasa (3/9/2024), Iran memanggil Duta Besar (Dubes) Australia untuk Iran, Ian McConville.
Berdasarkan laporan kantor berita pemerintah Iran, IRNA, pejabat itu diminta menghadap Kementerian Luar Negeri Iran terkait publikasi foto-foto dari sebuah perayaan di Kedutaan Besar Australia di Teheran, dalam rangka memperingati hari nasional LGBTQ Australia pada Minggu (1/9/2024).
"Kementerian Luar Negeri Iran memanggil McConville, dan mengutuk publikasi foto-foto tersebut di media sosial," papar IRNA.
Tindakan itu dinilai sebagai penghinaan dan tindakan yang bertentangan dengan kebudayaan Iran dan Islam, serta norma-norma internasional.
Sebagai tanggapan, McConville mengatakan negaranya tidak menghina Iran atau budaya Iran, dan tidak ada referensi ke Iran dalam unggahan di Instagram.
Kedutaan Besar Australia di Teheran pada Senin (2/9/2024) merilis foto McConville dan mitra-mitranya yang mengenakan pakaian berwarna-warni.
Homoseksualitas dikategorikan sebagai sesuatu yang ilegal di Iran.
Akan tetapi berdasarkan fatwa yang dikeluarkan 30 tahun lalu, orang-orang transgender diizinkan melakukan operasi ganti kelamin.
Dikutip dari Iran International, pada tahun 2022, Iran menjatuhkan hukuman mati kepada aktivis LGBTQ Zahra Sedighi-Hamedani (31) dan Elham Choubdar (24) atas tuduhan "merusak bumi melalui promosi homoseksualitas."
Mahkamah Agung membatalkan hukuman tersebut, dan para aktivis tersebut dibebaskan sementara dengan jaminan.
Baca juga: Lindungi Atlet LGBTQ+ di Olimpiade Paris 2024, Aplikasi Grindr Batasi Fitur Cari Jodoh Sesama Jenis
Pada bulan Desember 2023, dilaporkan bahwa Sedighi-Hamadani telah melarikan diri dengan selamat dari Iran ke negara lain yang dirahasiakan.
Namun, Choubdar ditangkap pada bulan Februari 2024 untuk menjalani hukuman penjara tiga tahun.
Undang-undang Iran mengizinkan individu untuk mengubah penanda identitas gender mereka pada kartu identitas yang dikeluarkan pemerintah setelah operasi penegasan gender dan dengan izin pengadilan.
Banyak pembela Republik Islam menggambarkan "toleransi" negara terhadap transgender sebagai ekspresi liberalisme.
Republik Islam tampaknya mengeksploitasi operasi ganti kelamin (SRS) sebagai sarana untuk membersihkan kaum gay dan lesbian dari kehidupan publik, sebagaimana dibuktikan dalam artikel tahun 2019 oleh Economist .
"Republik Islam diduga telah mengeksekusi antara 4.000 hingga 6.000 pria gay dan lesbian atas kejahatan yang berkaitan dengan preferensi seksual mereka sejak 1979," kata kabel WikiLeaks tahun 2008 yang mengutip laporan aktivis hak asasi manusia.
(Tribunnews.com, Andari Wulan Nugrahani)