TRIBUNNEWS.COM - Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Antonio Guterres mengatakan bahwa kurangnya akuntabilitas atas pembunuhan staf PBB dan pekerja bantuan kemanusiaan di Jalur Gaza sama sekali tidak dapat diterima.
Guterres mengatakan kepada Reuters, Rabu (11/9/2024), bahwa ia belum berbicara dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu sejak perang meletus pada 7 Oktober tahun lalu.
Guterres dan Netanyahu pernah bertemu langsung di PBB setahun yang lalu, tepatnya pada 20 September 2023.
Guterres mengatakan ia mau bertemu lagi, jika Netanyahu meminta.
"Saya belum berbicara dengannya karena dia tidak mengangkat telepon saya, tetapi saya tidak punya alasan untuk tidak berbicara dengannya," kata Guterres.
"Jadi, jika dia datang ke New York dan meminta bertemu dengan saya, saya akan sangat senang bertemu dengannya."
Sementara itu, ketika ditanya apakah Netanyahu berencana bertemu dengan Guterres di sela-sela Sidang Umum PBB, Duta Besar Israel untuk PBB Danny Danon mengatakan bahwa jadwal Netanyahu belum ditetapkan.
Mengenai agresi militer Israel di Gaza, Guterres mengatakan telah terjadi pelanggaran yang sangat dramatis terhadap hukum humaniter internasional.
Ia menambahkan bahwa sama sekali tidak ada perlindungan yang efektif terhadap warga sipil.
"Apa yang terjadi di Gaza sama sekali tidak dapat diterima," ujarnya.
Hampir 300 pekerja bantuan kemanusiaan, lebih dari dua pertiganya adalah staf PBB, juga tewas selama konflik tersebut, menurut PBB.
Baca juga: Bantah Klaim Israel, PBB: Tidak Ada Bukti Keterlibatan Hamas di Sekolah Penampungan UNRWA Gaza
Guterres mengatakan harus ada investigasi dan akuntabilitas yang efektif atas kematian mereka.
"Kami memiliki pengadilan, tetapi kami melihat bahwa keputusan pengadilan tidak dihormati, dan ketidakpastian akuntabilitas seperti inilah yang sama sekali tidak dapat diterima," kata Guterres.
Pengadilan tertinggi PBB - Mahkamah Internasional atau ICJ - mengatakan pada bulan Juli bahwa pendudukan Israel atas wilayah dan permukiman Palestina adalah ilegal dan mereka harus menarik diri dari wilayah tersebut.
Majelis Umum PBB yang beranggotakan 193 orang, kemungkinan akan memberikan suara minggu depan pada rancangan resolusi yang akan memberi Israel tenggat waktu enam bulan untuk angkat kaki dari wilayah Palestina.
Sekjen PBB sebut kematian dan kehancuran di Gaza adalah yang terburuk yang pernah ia lihat
Sebelumnya pada hari Senin (9/9/2024), Sekjen PBB Antonio Guterres menuntut diakhirinya perang dan pihaknya menawarkan untuk memantau gencatan senjata di Gaza.
Dalam sebuah wawancara dengan The Associated Press, Guterres mengatakan bahwa tidak realistis untuk berpikir PBB dapat memainkan peran di masa depan Gaza, baik dengan mengelola wilayah tersebut atau menyediakan pasukan penjaga perdamaian, karena Israel tidak mungkin menerima peran PBB.
Namun, Guterres mengatakan PBB akan siap mendukung gencatan senjata apa pun.
PBB memiliki misi pemantauan militer di Timur Tengah, yang dikenal sebagai UNTSO, sejak tahun 1948.
"Dari pihak kami, ini adalah salah satu hipotesis yang telah kami ajukan," katanya.
"Tentu saja, kami akan siap melakukan apa pun yang diminta masyarakat internasional."
"Pertanyaannya adalah apakah kedua belah pihak akan menerimanya, dan khususnya apakah Israel akan menerimanya."
Menekankan urgensi gencatan senjata, Guterres berkata:
"Tingkat penderitaan yang kita saksikan di Gaza belum pernah terjadi sebelumnya dalam mandat saya sebagai sekretaris jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa."
"Saya belum pernah melihat tingkat kematian dan kehancuran seperti yang kita lihat di Gaza dalam beberapa bulan terakhir."
Baca juga: 6 Fakta Tewasnya 6 Staf UNRWA di Gaza: Kronologi dan Keterangan Saksi hingga Reaksi PBB
Hingga kini, setidaknya 41.118 orang tewas dan 95.125 orang terluka dalam perang Israel di Gaza, mengutip Al Jazeera.
Di Israel, jumlah korban tewas dalam serangan yang dipimpin Hamas pada 7 Oktober sedikitnya 1.139 orang, sementara lebih dari 200 orang ditawan.
(Tribunnews.com, Tiara Shelavie)