“Artinya sebenarnya janji itu sudah gagal dilakukan oleh Presiden Jokowi sampai pada akhir periode dia,” kata Uli saat dihubungi pada Senin (16/09).
Kebakaran hutan yang berulang setiap tahun, menurut WALHI, disebabkan negara salah mengurus ekosistem hutan dan gambut.
Berdasarkan catatan mereka, dari 800-an perusahaan yang beraktivitas di lahan gambut dan hutan, “pemerintah tidak pernah melakukan evaluasi”.
Selain itu, WALHI juga menilai “tidak pernah ada penegakan hukum yang kuat” terhadap perusahaan-perusahaan yang itu terbukti lalai atau terbukti membakar konsesinya.
“Sekalipun misalnya dia sudah putus pengadilan, sudah inkracht, ada belasan putusan yang sudah inkracht, tetapi dia tidak bisa eksekusional. Artinya penegakan hukum yang lemah ini tidak memberikan efek jera kepada perusahaan,” tegas Uli.
Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia, Belgis Habiba, juga menyebut Jokowi “masih gagal” menangani karhutla di Indonesia “dengan segala naik-turunnya”.
Terlebih lagi soal restorasi gambut yang dinilai amat penting dalam penanganan karhutla.
Laporan lembaga itu menyebut dari total luas indikatif kebakaran 2023, sebanyak 28%-nya (setara 599.000 hektare) terjadi di Kesatuan Hidrologis Gambut (KHG) dan sekitar 66% di antaranya (414.000 hektare) adalah kejadian berulang.
Selama ini, kata Belgis, pemerintah masih melakukan restorasi gambut secara parsial, artinya di titik-titik tertentu saja, padahal seharusnya restorasi gambut dilakukan dalam satu kesatuan hidrologis gambut (KHG).
“Jadi kalau misalkan gambutnya tidak dibenahi, tidak dikembalikan lagi, tidak dipulihkan lagi, maka karhutla ini akan terus berulang,” ujar Belgis.
Tak hanya itu, tambah dia, gambut yang masih bagus kondisinya juga harus dilindungi dan perusahaan-perusahaan yang wilayahnya mengalami kebakaran berulang patut “ditinjau kembali izinnya” atau bahkan “dicabut izinnya”.
LSM Pantau Gambut menilai “ada langkah mundur dalam upaya perlindungan ekosistem gambut”.
“Setidaknya bisa dilihat dari beberapa indikasi kuat: regulasi yg dibuat, seperti pemutihan konsesi dalam kawasan hutan, itu termasuk juga mengancam ekosistem gambut. Hal tersebut bisa terlihat sejak dipaksakannya Undang-undang Cipta Kerja,” kata juru kampanye Pantau Gambut, Wahyu Perdana.
Kemudian, pemerintah juga masih melaksanakan program yang “kerap kali mengabaikan gambut”, seperti proyek-proyek strategis nasional (PSN) dan lumbung pangan (food estate).
“Lemahnya penegakan hukum terhadap korporasi. Kerap kali upaya hukum dilakukan jika telah terjadi kebakaran, padahal banyak konsesi beroperasi pada fungsi lindung ekosistem gambut,” tambah Wahyu, yang juga menyebut beberapa konsesi mengalami kebakaran yang berulang.
Apa yang sudah dilakukan pemerintah?
BBC News Indonesia sudah menghubungi pihak istana pada Senin (16/09) untuk menjawab tudingan kegagalan Presiden Joko Widodo dari para pegiat lingkungan, tetapi tidak mendapat jawaban.
KLHK, lewat Dirjen Penegakkan Hukum (Dirjen Gakkum) Rasio Ridho Sani, enggan menanggapi para pegiat sebelum mereka menyodorkan data yang bisa membandingkan penegakan hukum di era Jokowi dengan pemerintahan sebelumnya.
Berdasarkan siaran persnya pada 7 Agustus lalu, KLHK—melalui dirjen gakkum—telah memberikan surat peringatan kepada 90 perusahaan yang terindikasi wilayahnya terbakar, menyegel 7 lokasi, dan mendalami 13 perusahaan yang terindikasi lalai dan atau sengaja wilayah konsesinya terbakar.
Peningkatkan pengawasan dan penegakan hukum terhadap kasus karhutla ini disebut sebagai bentuk “antisipasi pencemaran asap lintas batas negara”.
KLHK juga menegaskan akan menindak tegas perusahaan yang terbukti melakukan karhutla, mulai dari memberikan sanksi administrasi, melakukan gugatan perdata hingga pidana sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Diberitakan kantor berita Antara, sampai Juli lalu, KLHK telah menggugat 25 perusahaan dalam kasus gugatan perdata karhutla. Dari 25 perusahaan yang digugat, 18 di antaranya sudah memiliki kekuatan hukum tetap (inkracht).
Dan KLHK menyatakan sedang memproses eksekusi pembayaran ganti rugi lingkungan dari 18 perusahaan itu dengan total Rp6,1 triliun.
"Kalau seandainya kepada perusahaan-perusahaan yang tidak kooperatif dalam proses eksekusi kami akan mengambil langkah eksekusi paksaan termasuk dengan cara pelelangan aset mereka," ujar Rasio Ridho Sani pada 12 Juli lalu.
Sejauh ini, penerimaan negara bukan pajak (PNBP) terkait ganti rugi karhutla sebanyak Rp458 miliar dari Rp718 miliar yang telah disetor oleh KLHK ke kas negara.
Selain melakukan penegakkan hukum, pemerintah juga melakukan pencegahan agar karhutla tidak meluas, dengan cara: menjatuhkan air pada titik panas di area yang terbakar dan modifikasi cuaca.
Pada April 2024, Sekjen Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Bambang Hendoryono, membuat klaim bahwa emisi Kebakaran Hutan dan Lahan mulai 2019 hingga 2023 turun drastis sebesar 70,73%
Bambang mengatakan, jika menggunakan baseline tahun 2015, maka tujuh tahun terakhir luas karhutla di Indonesia juga turun signifikan 29,59% sampai 94%.
“Tahun 2023, luas Karhutla secara keseluruhan seluas 1.161.192,93 Ha,” kata Bambang.
Pada 2023 lalu, KLHK mengeklaim telah berhasil menekan angka karhutla menjadi 30,80% lebih kecil dibanding 2019 lalu, dengan pengaruh El-Nino yang hampir sama. Sebab, mereka telah melakukan antisipasi dan pencegahan karhutla sejak awal tahun.
Dalam siaran persnya, Dirjen Pengendalian Perubahan Iklim, Laksmi Dhewanthi, mengatakan tahun 2023 pihaknya memperkuat patroli pencegahan karhutla, melakukan modifikasi cuaca, dan bekerja sama dengan semua pihak termasuk pelibatan masyarakat.
Pemerintahan baru “mungkin lebih buruk”
Berbeda dengan Cantya yang masih punya harapan untuk presiden baru nanti, para pegiat lingkungan justru skeptis. Masing-masing punya alasannya.
Uli dari WALHI memprediksi “rezim” Prabowo “tidak akan jauh lebih baik” ketimbang rezim Jokowi saat ini karena karhutla tidak dalam isu prioritas Prabowo-Gibran.
“Artinya sama-sama buruknya atau bahkan mungkin lebih buruk karena proyeksi kita, ruang-ruang demokrasi akan semakin tertutup di rezimnya Prabowo. Kan hanya ada tiga isu prioritas: makan siang gratis, hilirisasi, dan ketahanan pangan,” kata Uli.
Ketika tiga isu prioritas itu yang diutamakan, lanjut dia, kontestasi ruang, deforestasi, dan pengerusakan gambut akan semakin tinggi, yang akhirnya berdampak pada kebakar hutan dan lahan yang “semakin membesar” dan “tidak akan pernah selesai”.
Pantau Gambut, menurut Wahyu Perdana, punya parameter tersendiri.
“Apakah pemerintahan selanjutnya berani mencabut kebijakan seperti Undang-undang Cipta Kerja dan setidaknya menghentikan proyek food estate yang mengancam ekosistem gambut?” ujarnya.
“Jika hal-hal strategis tidak dilakukan, maka janji perlindungan ekoaistem gambut hanya retorika saja.”
Adapun Belgis, dari Greenpeace Indonesia, bilang karena pemerintahan Prabowo tidak menyebut soal karhutla dalam pidato-pidatonya dan tetap melakukan “business as usual” atau tidak mengubah apapun, “jadi apa yang mau diharapkan?”.
Direktur Jubir Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran, Viva Yoga Mauladi, mengatakan untuk menangani karhutla dibutuhkan gabungan antara "peran aktif dari masyarakat" dan pemanfaatan "kecerdasana buatan" yang bisa melakukan deteksi dini titik panas.
"Pihak kehutanan, pemerintah daerah, masyarakat desa yang tinggal di situ, yang ada hutannya, harus bersatu padu untuk menghindari adanya kebakaran hutan. Jadi, jangan sampai terulang lagi beberapa tahun sebelumnya yang menyebabkan kebakaran hutan sangat luas," kata Viva melalui pesan suara yang dikirim pada Selasa (17/09) dini hari.
Pada awal tahun lalu, sebelum Pilpres 2024 diselenggarakan, Budisatrio Djiwandono pernah mengatakan Prabowo-Gibran berpihak penuh terhadap konservasi alam.
Dikutip dari Kompas.com, Budisatrio mengatakan Prabowo-Gibran akan menjatuhkan hukuman seberat-beratnya kepada pemilik perusahaan yang terlibat usaha pertambangan yang merusak ekologi, pembalakan liar, kebakaran hutan, dan pembunuhan hewan langka yang dilindungi.
Setelah menjadi presiden terpilih, Prabowo pernah menyinggung soal karhutla, tetapi hanya untuk konteks IKN.
“Saya dididik untuk selalu menghadapi kemungkinan yang paling jelek karena kita inginnya forest city. Berarti masalah hutan itu sangat besar, berarti kita harus siap untuk bencana, bahaya kebakaran," kata Prabowo dalam sidang kabinet, dikutip dari detik.com.
Dia meminta pemerintah menyiapkan teknologi untuk menanggulangi bencana dan menambah personel beserta peralatan pemadam kebakaran untuk IKN.