Ia mengatakan bahwa harus berhenti bekerja dan kembali ke rumah sejak awal perang.
“Ketika perang dimulai, kami kembali ke rumah selama fase awal konflik. Sejak saat itu, kami belum menerima gaji atau menemukan pekerjaan apa pun,” kata Khaled.
Tidak tinggal diam, Khaled mengaku dirinya berusaha mencari pekerjaan apapun untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
“Kami berusaha semaksimal mungkin untuk menemukan sesuatu yang dapat dilakukan untuk memenuhi sebagian kebutuhan kami. Saya adalah pencari nafkah bagi keluarga saya. Tidak ada orang lain yang bekerja di rumah," tambahnya.
Pekerja Palestina lainnya, Mahmoud Salhab, juga bekerja di Israel, tetapi sejak Oktober lalu tidak diizinkan kembali bekerja.
Salhab mengatakan sejak awal perang, ia tidak menemukan pekerjaan apapun.
“Saya pencari nafkah utama, dan saya memiliki gelar sarjana, tetapi saya tidak dapat menemukan pekerjaan,” kata Salhab.
Kehilangan pekerjaan membuat Salhab saat ini tidak bisa mencapai keinginannya untuk menikahi tunangannya.
“Sejak perang pertama, saya hanya bekerja empat hari sebulan, hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti roti dan minyak. Saya bertunangan sebelum perang, tetapi sekarang, saya belum selesai membangun rumah, saya tidak mampu untuk menikah," tambahnya.
Serikat pekerja yang mengajukan pengaduan tersebut mewakili sekitar 207 juta pekerja di lebih dari 160 negara.
Konflik Palestina vs Israel
Israel telah mengabaikan resolusi DK PBB yang menuntut gencatan senjata segera di Gaza.
Sejak 7 Oktober 2023, Israel tidak berhenti melancarkan serangan brutal di Jalur Gaza.
Hingga saat ini, warga Palestina yang tewas akibat serangan Israel telah mencapai 41.500 orang.
Sementara korban luka akibat serangan Israel telah mencapai 96.000 warga Palestina.
Lebih dari 10 bulan sejak serangan Israel, sebagian besar wilayah Gaza masih hancur.
(Tribunnews.com/Farrah Putri)
Artikel Lain Terkait Konflik Palestina vs Israel