TRIBUNNEWS.COM - Kementerian Luar Negeri Iran meminta pertanggungjawaban Israel atas pembunuhan Brigadir Jenderal Abbas Nilforoushan, Wakil Komandan Operasi Korps Garda Revolusi Islam (IRGC), yang tewas bersama Sekretaris Jenderal Hizbullah, Hassan Nasrallah.
Jenazah Abbas Nilforoushan ditemukan pada Jumat (11/10/2024) malam, 14 hari setelah pembunuhannya di Haret Hreik di pinggiran selatan Beirut, Lebanon pada Jumat (27/9/2024).
Iran menganggap pembunuhan sebagai tindakan ilegal, dan tidak ada keraguan bahwa Iran akan menggunakan seluruh kemampuannya untuk meminta pertanggungjawaban Israel.
“Pembunuhan pemimpin militer senior Iran ini adalah tindakan ilegal dan kejahatan yang tidak dapat dimaafkan, dan Republik Islam Iran pasti akan meminta pertanggungjawaban rezim Zionis atas kejahatan ini," kata Kementerian Luar Negeri Iran, Minggu (13/10/2024), seperti diberitakan Al Arabiya.
Jenazah Abbas Nilforoushan diangkut dari Lebanon ke Irak untuk pemakamannya di Najaf dan Karbala, dan akan diangkut untuk pemakamannya besok di Teheran, kemudian ke pemakaman dan penguburannya pada hari Rabu (16/10/2024) dan Kamis (17/10/2024) di kota Isfahan.
Sementara itu, jenazah Hassan Nasrallah ditemukan dalam keadaan utuh di lokasi serangan udara Israel di bawah terowongan bawah tanah pada Minggu (29/9/2024).
Hassan Nasrallah diduga tewas setelah menghirup gas beracun akibat pemboman tersebut dan hingga kini Hizbullah belum mengumumkan upacara pemakamannya.
Sebelumnya, pejabat senior Iran mengatakan Abbas Nilforoushan diutus oleh Pemimpin Tertinggi Iran Ali Khamenei untuk bertemu Hassan Nasrallah.
Setelah Israel meledakkan ribuan perangkat komunikasi pager yang digunakan anggota Hizbullah pada 17 dan 18 September 2024, Ali Khamenei meminta Hassan Nasrallah segera meninggalkan Lebanon, menyusul kekhawatirannya akan rencana pembunuhan Sekjen Hizbullah tersebut.
"Utusan (Ali Khamenei) tersebut adalah komandan senior Garda Revolusi Iran, Abbas Nilfaroushan, yang bersama Hassan Nasrallah ketika dia menjadi sasaran bom Israel dan dibunuh bersamanya," kata pejabat itu kepada Reuters, Rabu (2/10/2024).
Israel bersama AS dan sekutunya menuduh Iran mendanai kelompok perlawanan seperti Hizbullah, Hamas, Kataib Hizbullah, Jihad Islam Palestina (PIJ), dan kelompok lain di Suriah, Irak, dan Lebanon untuk melawan Israel dan sekutunya di kawasan itu.
Baca juga: Jasad Jenderal Iran Abbas Nilforoushan Ditemukan, 14 Hari usai Dibom Israel Bersama Sekjen Hizbullah
Jumlah Korban di Jalur Gaza
Saat ini, Israel yang didukung Amerika Serikat dan sejumlah negara Eropa, masih melancarkan agresinya di Jalur Gaza, jumlah kematian warga Palestina meningkat menjadi lebih dari 42.289 jiwa dan 98.684 lainnya terluka sejak Sabtu (7/10/2023) hingga Senin (14/10/2024), dan 1.147 kematian di wilayah Israel, dikutip dari Al Jazeera.
Sebelumnya, Israel mulai membombardir Jalur Gaza setelah gerakan perlawanan Palestina, Hamas, meluncurkan Operasi Banjir Al-Aqsa pada Sabtu (7/10/2023), untuk melawan pendudukan Israel dan kekerasan di Al-Aqsa sejak tahun 1948.
Israel mengklaim, ada 101 sandera yang hidup atau tewas dan masih ditahan Hamas di Jalur Gaza, setelah pertukaran 105 sandera dengan 240 tahanan Palestina pada akhir November 2023.
(Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)
Berita lain terkait Konflik Palestina vs Israel