TRIBUNNEWS.COM - Eskalasi ketegangan di Timur Tengah karena tindakan Israel ke negara-negara tetangganya membuat Amerika Serikat (AS) kian waspada.
Hal ini bisa dilihat dari kebijakan terbaru mereka yang mengirimkan beberapa pesawat pembom B-52 dan pesawat tanker pengisian bahan bakar ke Timur Tengah.
Dikutip dari Al Arabiya, kebijakan terbaru dari Kementerian Pertahanan AS ini telah dikonfirmasi oleh seorang pejabat dari negeri Paman Sam kepada media tersebut..
Penempatan kedua jenis armada militer tersebut turut melengkapi alutsista AS sebelumnya yang sudah tersedia di timur tengah seperti jet tempur dan kapal induk milik Angkatan Laut
Pentagon juga mengakui kebijakan ini merupakan bagian dari penyesuaian ulang aset militer pada kapal induk Abraham Lincoln yabg bersiap untuk meninggalkan kawasan tersebut.
Pihak Kementerian Pertahanan AS juga menambahkan bahwa penempatan ini akan dilakukan dalam beberapa bulan mendatang dan menunjukkan fleksibilitas pergerakan militer AS di seluruh dunia.
“Jika Iran, sekutunya, atau kelompok-kelompoknya memanfaatkan situasi ini untuk menyerang personel atau kepentingan Amerika di wilayah tersebut, Amerika Serikat akan mengambil semua langkah yang diperlukan untuk melindungi rakyat kami,” kata juru bicara Pentagon Mayor Jenderal Patrick Ryder dari Angkatan Udara dalam sebuah pernyataan pada Jumat (1/11/2024).
Amerika Serikat sebelumnya juga pernah memiliki hingga dua kapal induk di Timur Tengah selama tahun 2023 lalu.
Kapal induk tersebut ditempatkan di tengah ketegangan yang meningkat sejak awal perang Israel-Hamas pada Oktober 2023.
Penarikan kapal induk Lincoln akan menciptakan kekosongan kapal induk hingga kapal pengganti ditempatkan di Timur Tengah.
Penyesuaian terbaru pasukan AS di wilayah timur tingah ini diprediksi terjadi karena aksi saling balas tembakan rudal antara Israel dan Iran selama bulan Oktober lalu.
Baca juga: Oktober Jadi Bulan Paling Mematikan Bagi Pasukan Israel Sejak Serangan 7 Oktober
Keberadaan unit armada perang baru AS ini disebut juga memberikan kepercayaan diri bagi Israel.
Seperti yang diketahui sebelumnya, Israel juga sedang berperang melawan Hamas yang didukung Iran di Gaza, Hizbullah di Lebanon, serta Houthi di Yaman yang juga bersekutu dengan Teheran.
Israel Babak Belur di Bulan Oktober
Kehadiran AS yang kian kuat di Israel ini juga dikabarkan terjadi karena kondisi militer negeri Zionis tersebut tengah babak belur selama bulan Oktober lalu.
Media Israel, Yedioth Ahronoth, pada Jumat (1/11/2024), melaporkan bahwa Oktober adalah bulan paling mematikan bagi Pasukan Pertahanan Israel (IDF) sejak serangan Banjir Al Aqsa oleh Hamas pada 7 Oktober tahun sebelumnya.
Media tersebut mencatat sebanyak 88 tentara Israel dan warga sipil tewas sepanjang Oktober 2024.
Laporan itu menyebutkan bahwa 19 tentara Israel tewas di Gaza selama Oktober, sementara 37 lainnya gugur dalam pertempuran di Lebanon selatan dan di sepanjang perbatasan utara Israel.
Kepala Staf Militer Israel, Herzi Halevi, sebelumnya mengakui tingginya jumlah korban ini, mengatakan bahwa IDF mengalami kerugian besar di zona konflik di Lebanon dan Gaza, menurut laporan RNTV.
Dalam pernyataannya pada Jumat, kelompok Hizbullah di Lebanon juga melaporkan kerugian yang diderita Pasukan Israel sejak mereka memulai operasi darat di Lebanon selatan.
Kelompok yang didukung Iran itu melaporkan penghancuran 42 tank Merkava, empat buldoser militer, dua Humvee, kendaraan lapis baja, dan pengangkut personel.
Hizbullah juga mengklaim telah menembak jatuh lima drone – tiga model Hermes 450 dan dua model Hermes 900.
Kelompok Hizbullah juga menambahkan bahwa data ini belum termasuk kerugian lainnya yang dialami IDF di pangkalan militer, pos, dan permukiman di wilayah pendudukan.
(Tribunnews.com/Bobby)