Menanggapi komentar tersebut, pemerintah Iran justru menganggap remeh hasil pemilihan Presiden AS, dengan mengatakan bahwa hasil pemilu tersebut tidak penting.
Kepada kantor berita lokal semi-resmi Tasnim, juru bicara pemerintah Iran, Fatemeh Mohajerani, menegaskan siapapun yang memenangi Pilpres AS hal tersebut tak akan membuat kebijakan umum Iran berubah.
"Pemilu AS bukan urusan kami. Kebijakan kami stabil dan tidak berubah berdasarkan individu. Kami telah membuat prediksi yang diperlukan sebelumnya dan tidak akan ada perubahan dalam mata pencaharian masyarakat," kata Mohajerani.
Iran Kebal Hukum
Sebelum sanksi diberlakukan, pada 2018 silam, Trump pernah mengambil sikap keras untuk Iran dengan memberlakukan hukuman yang berdampak pada ekspor minyak Iran.
Membuat pendapatan pemerintah anjlok hingga mendorong lonjakan inflasi tahunan Iran mendekati 40 persen.
Baca juga: Iran Tegaskan Kemenangan Trump Tak Akan Pengaruhi Kebijakan Negaranya
Meski begitu Mohajerani menegaskan, Iran saat ini sudah cukup kebal dengan sanksi apapun. Menurutnya, Teheran siap dalam menjalani sanksi terbaru bila Trump menjatuhkannya kembali.
"Pada dasarnya, kami tidak melihat adanya perbedaan antara kedua orang ini (Trump dan Harris). Sanksi telah memperkuat kekuatan internal Iran dan kami memiliki kekuatan untuk menghadapi sanksi baru," tambahnya.
Respon Hamas dan Hamas Atas Kemenangan Trump
Senada dengan Pemerintah Iran, militan sayap Hamas juga menganggap skeptis kemenangan Donald Trump di Pilpres AS.
Hamas mengatakan AS di bawah Trump, harus mengakhiri 'dukungan buta' mereka terhadap Israel dalam perang yang berkecamuk di Jalur Gaza selama setahun terakhir.
Hal itu disampaikan oleh seorang pejabat senior Hamas, Bassem Naim, yang merupakan anggota biro politik Hamas.
"Dukungan buta terhadap entitas Zionis ini harus diakhiri karena ini mengorbankan masa depan rakyat kita dan keamanan, serta stabilitas kawasan," ucap Naim
Sementara itu, Hizbullah mengatakan hasil pemilihan presiden AS tidak akan berdampak pada kemungkinan kesepakatan gencatan senjata untuk mengakhiri perang Israel-Hizbullah.
Pemimpin Hizbullah Naim Qassem menyebut puluhan ribu pasukannya siap melawan Israel.
Dia mengatakan hasil Pemilu Amerika Serikat (AS) tidak akan berpengaruh pada perang di Lebanon.
"Kami memiliki puluhan ribu pejuang perlawanan terlatih yang siap berperang," kata Naim Qassem dilansir AFP.
(oln/mna/afp/*)