Proksi Iran Serentak Serang Israel, Yaman Pakai Rudal Hipersonik ke Nevatim, Hizbullah Incar Stella Maris
TRIBUNNEWS.COM - Militer dan gerakan yang terafiliasi Iran, dilaporkan secara serentak menyerang sejumlah pangkalan militer Israel di sejumlah lokasi pendudukan pada Jumat (8/11/2024).
Serangan serentak ke pos-pos militer ini terjadi berkenaan dengan rencana serangan balasan Iran ke Israel.
Baca juga: Rudal Hizbullah Bobol Bandara Ben Gurion, Jenderal Pakar Militer: Israel Sudah Masuk di Garis Merah
Satu di antara serangan serentak terkoordinasi ke Israel ini dilakukan oleh Angkatan Bersenjata Yaman yang terafiliasi gerakan Ansarallah Houthi di Sanaa, Yaman.
Juru bicara Brigadir Jenderal Angkatan Bersenjata Yaman Yahya Saree mengatakan kalau angkatan bersenjata negara itu berhasil menghantam pangkalan Nevatim Israel dengan rudal balistik hipersonik.
"Operasi itu dilakukan menggunakan rudal balistik hipersonik Felestin-2," katanya, dikutip dari MNA, Sabtu (9/11/2024).
Saree menambahkan kalau rudal hipersonik itu berhasil mencapai target mereka di Nevatim.
Saree juga mengklaim kalau sistem pertahanan udara Yaman berhasil menjatuhkan drone MQ-9 AS di atas Provinsi Al Jowf.
Baca juga: Mau Serang Al-Jawf, Drone Setengah Triliun AS MQ-9 Reaper Ditembak Jatuh Tentara Yaman Sekutu Houthi
Seperti diketahui, Warga Yaman telah menyatakan dukungan terbuka mereka untuk perjuangan milisi pembebasan Palestina melawan pendudukan Israel sejak rezim tersebut melancarkan perang yang menghancurkan di Gaza pada 7 Oktober.
Agresi Israel dimulai setelah gerakan Perlawanan Palestina di wilayah itu melakukan serangan balasan yang mengejutkan, yang dijuluki Operasi Badai Al-Aqsa, terhadap entitas pendudukan.
Angkatan Bersenjata Yaman mengatakan kalau mereka tidak akan menghentikan serangan mereka sampai serangan darat dan udara Israel yang tak henti-hentahkan di Gaza.
Agresi Israel selama lebih dari satu tahun tersebut telah menewaskan sedikitnya 27.948 orang dan melukai 67.459 orang lainnya, berakhir.
Adapun sekutu Israel, Amerika Serikat dan Inggris pada Desember mengumumkan koalisi militer untuk menargetkan serangan ke Yaman.
AS berdalih serangan udara menyasar fasilitas-fasilitas kelompok Houthi yang melakukan blokade Laut Merah.
Hizbullah Incar Pangkalan Angkatan Laut Stella Maris di Haifa
Serangan lain dari kelompok proksi Iran ke Israel dilakukan Hizbullah Lebanon.
Juga pada Jumat, Hizbullah mengatakan pihaknya menembakkan rentetan rudal ke pangkalan angkatan laut “Stella Maris” Israel di barat laut kota Haifa.
Itu adalah serangan kedua dalam waktu kurang dari 24 jam.
Gerakan Lebanon itu mengatakan serangan itu terjadi “menanggapi serangan dan pembantaian yang dilakukan oleh musuh Israel.”
Baca juga: Rudal Hizbullah Jangkau Pemukiman Yahudi di Haifa, Israel Benar-benar Sudah di Dalam Garis Merah
Juga pada hari Jumat, Hizbullah mengatakan pihaknya menargetkan pangkalan udara Ramat David di tenggara Haifa dengan rentetan rudal.
"Rentetan rudal lainnya menargetkan pemukiman Kiryat Shmona di bagian utara wilayah yang diduduki Jumat pagi," menurut pernyataan Hizbullah.
Di sisi lain, Israel juga makin gencar melancarkan serangan udara ke wilayah Lebanon.
Tiga orang, termasuk seorang paramedis, tewas dalam serangan Israel di Lebanon.
Serangan balasan Hizbullah terjadi ketika Israel terus melakukan serangan terhadap berbagai wilayah di Lebanon, termasuk Desa Harbata di Kegubernuran Baalbek-Hermel, dan Shebaa, Kfar Melki, Kfar Hatta, Kfar Dajjal, Shehabiye, dan Kfar Tebnit di Lebanon selatan.
Iran Ulangi Ancaman ke Israel
Adapun Iran mengulangi ancamannya, meminta Israel bersiap menghadapi serangan besar sebagai balasan atas serangan militer Israel (IDF) terhadap Iran bulan lalu.
"Zionis tidak punya kekuatan untuk menghadapi kita dan mereka harus menunggu tanggapan kita depot kita punya cukup senjata untuk itu," ujar wakil kepala Korps Garda Revolusi Iran (IRGC), Ali Fadavi, dikutip dari Ynet.
Ancaman itu dilontarkan pemerintah Iran sesaat setelah Donald Trump mengklaim kemenangan sebagai presiden terpilih AS ke 47 untuk periode 2024-2028.
Para pejabat Barat memprediksi Trump mungkin menerapkan sanksi lebih berat pada Iran dan mendorong Israel untuk menargetkan situs nuklir negara tersebut.
Tak hanya itu kemenangan Trump diproyeksikan bakal membawa banyak dukungan bagi Israel dalam melancarkan serangan di Timur Tengah.
Menanggapi komentar tersebut, pemerintah Iran justru menganggap remeh hasil pemilihan Presiden AS, dengan mengatakan bahwa hasil pemilu tersebut tidak penting.
Kepada kantor berita lokal semi-resmi Tasnim, juru bicara pemerintah Iran, Fatemeh Mohajerani, menegaskan siapapun yang memenangi Pilpres AS hal tersebut tak akan membuat kebijakan umum Iran berubah.
"Pemilu AS bukan urusan kami. Kebijakan kami stabil dan tidak berubah berdasarkan individu. Kami telah membuat prediksi yang diperlukan sebelumnya dan tidak akan ada perubahan dalam mata pencaharian masyarakat," kata Mohajerani.
Iran Kebal Hukum
Sebelum sanksi diberlakukan, pada 2018 silam, Trump pernah mengambil sikap keras untuk Iran dengan memberlakukan hukuman yang berdampak pada ekspor minyak Iran.
Membuat pendapatan pemerintah anjlok hingga mendorong lonjakan inflasi tahunan Iran mendekati 40 persen.
Baca juga: Iran Tegaskan Kemenangan Trump Tak Akan Pengaruhi Kebijakan Negaranya
Meski begitu Mohajerani menegaskan, Iran saat ini sudah cukup kebal dengan sanksi apapun. Menurutnya, Teheran siap dalam menjalani sanksi terbaru bila Trump menjatuhkannya kembali.
"Pada dasarnya, kami tidak melihat adanya perbedaan antara kedua orang ini (Trump dan Harris). Sanksi telah memperkuat kekuatan internal Iran dan kami memiliki kekuatan untuk menghadapi sanksi baru," tambahnya.
Respon Hamas dan Hamas Atas Kemenangan Trump
Senada dengan Pemerintah Iran, militan sayap Hamas juga menganggap skeptis kemenangan Donald Trump di Pilpres AS.
Hamas mengatakan AS di bawah Trump, harus mengakhiri 'dukungan buta' mereka terhadap Israel dalam perang yang berkecamuk di Jalur Gaza selama setahun terakhir.
Hal itu disampaikan oleh seorang pejabat senior Hamas, Bassem Naim, yang merupakan anggota biro politik Hamas.
"Dukungan buta terhadap entitas Zionis ini harus diakhiri karena ini mengorbankan masa depan rakyat kita dan keamanan, serta stabilitas kawasan," ucap Naim
Sementara itu, Hizbullah mengatakan hasil pemilihan presiden AS tidak akan berdampak pada kemungkinan kesepakatan gencatan senjata untuk mengakhiri perang Israel-Hizbullah.
Pemimpin Hizbullah Naim Qassem menyebut puluhan ribu pasukannya siap melawan Israel.
Dia mengatakan hasil Pemilu Amerika Serikat (AS) tidak akan berpengaruh pada perang di Lebanon.
"Kami memiliki puluhan ribu pejuang perlawanan terlatih yang siap berperang," kata Naim Qassem dilansir AFP.
(oln/mna/afp/*)